Chapter 34.

4.3K 534 57
                                    

HAPPY NEW YEAR, ANGELS!!!

miss me? :p

________________________

Ada banyak jenis rasa takut. Sebagian besar rasa takut itu egois. Seperti horor yang membuatmu tidak berdaya karena kau takut terhadap kematian, seperti kecemasan asing yang muncul saat kau sendirian di malam hari. Kita seringkali takut akan rasa sakit pada perasaan atau tubuh kita. Terkadang, impossible bagi kita untuk tidak takut.

Namun yang lebih buruk adalah rasa takut untuk orang lain. Seperti saat kau mencintai seseorang, bahaya yang mengancam mereka membuatmu merasa takut. Dan aku telah merasakan rasa takut itu lebih dari sekali. Aku masih merasa takut untuk Harry, kapanpun dia mendapat masalah, yang mana sepertinya dia sering mendapatkan masalah. Hari dimana aku mendengar teriakannya yang samar di dalam ruang terapi kejut listrik, aku mengalami rasa takut lebih dari yang aku tau.

Jadi ketika Norman mendatangiku, yang biasanya aku langsung ketakutan setengah mati, sekarang aku tidak merasa takut.

Seragamnya lebih besar dari pasien yang lain, karena tubuhnya melebihi rata-rata pasien disini. Dia memakai senyuman yang memuakkan dengan gigi-giginya yang rusak. Kepalanya yang botak dan usianya yang jelas membuat kedatangannya lebih menyeramkan. Tato ular yang membuatnya makin jelek, menetapkan dirinya sebagai lelaki paling menjijikan yang pernah aku temui.

Kelajuan detak jantungku makin cepat ketika dia mendekat. Okay, mungkin aku memang takut, tapi tidak separah yang aku kira. Tetapi aku akan tetap teguh. Dia tidak bisa melakukan sesuatu yang buruk padaku disini, dengan banyaknya saksi mata.

Norman duduk di kursi sebelahku dan aku mencoba untuk tidak muntah di tempat. Tapi kekhawatiran dan bau busuk dari nafasnya tidak membantu.

Suaranya kelam. Bahkan lebih berat dari suara Harry. "Ingat aku, Rosie?"

Aku tidak bisa menahan gemetar yang lari di punggungku. Tidak ada jawaban yang aku beri padanya.

"Kau tau, aku sering memimpikan dirimu," ujarnya, tidak membuang-buang waktu. "Tidak banyak yang bisa dilakukan ketika kau koma, kecuali bermimpi. Dan kau ada di setiap mimpiku. Memori terakhir yang aku ingat. Aku menyentuhmu di kegelapan tepat sebelum pacar kecilmu menghancurkan kesenanganku."

"Kau meletakan jarimu pada tubuhku dan dia akan melakukan itu lagi," aku berkata, berharap bahwa aku terdengar tidak terlalu takut. Cara bicara Norman aneh. Kalimat-kalimatnya tidak terucap dengan baik dan sudah jelas bahwa sesuatu tidak benar di pikirannya. Tetapi sepertinya dia mengerti jawaban dariku.

Dan dia kelihatannya tidak menyukai itu. Mungkin karena memori kepalanya terbentur ke dinding atau mungkin yang lain, tapi dia mulai menggelengkan kepalanya dengan cepat. "No, no, no, no, no." Giginya tergertak dan tangannya mengepal. "Dia tidak akan melakukan itu." Ekspresinya terlihat marah, seperti ada sebuah pemikiran mengganggu di kepalanya. Dan dengan begitu, dia berdiri dari kursi dengan frustasi, dan aku menghembuskan nafas lega. Itu berlangsung lebih cepat dan lebih mudah dari yang aku kira. Dia berjalan kebelakang dan membawa kecemasanku pergi bersamanya.

Namun aku punya kebiasaan berpikir terlalu cepat. Rupanya dia berada tepat di belakangku. Mulutnya yang cengkok berada sangat dekat pada telingaku sehingga aku terloncat ketika dia berbisik dengan kasar. "Tidak. Aku akan memastikan dia tidak akan ada disana, dan aku akan menyelesaikan apa yang aku mulai."

HARRY'S POV :

Malam yang gelap. Sunyi. Bukan suatu ketenangan, namun memang tidak ada suara terdengar. Dengan ketidakadaan cahaya, mataku hanya bisa melihat sesuatu dengan abstrak, walaupun bentuk-bentuk itu terlihat familiar, jadi aku tidak cemas. Tubuhku terebahkan diatas ranjang. Aku sendiri, tetapi merasa nyaman dalam kesendirianku, kegelapan ruangan menelanku dalam tidur yang berkabut. Aku tidak yakin dimana aku berada tapi itu tidak penting. Tidak ada yang penting saat ini, dan setiap otot di tubuhku merasa tenang mengetahui hal itu. Aku aman.

Psychotic (Indonesia Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang