Chapter 42.

3.9K 449 71
                                    

messy words.. i'm sorry.

*warning* if you feel uncomfortable while reading some part in this chapter, you could just skip it :)

________________________

HARRY'S POV :

Dimulai dengan sebuah mimpi buruk.

Hari-hariku terus berjalan, dipenuhi banyak teriakan, bisikan orang gila, menit-menit tanpa siapapun, dan waktu yang terlalu pendek saat bersama Rose. Tidur, makan pagi, makan siang, makan malam, lalu tidur lagi, dengan sesi aktivitas grup yang bodoh. Semua itu adalah rutinitas. Hambar dan membosankan. Tidak ada yang di luar kebiasaan, atau apa yang biasanya extraordinary bagi rumah sakit jiwa. Para pegawai melakukan pekerjaan mereka dan para pasien melakukan apapun itu yang mereka biasa lakukan.

Atau setidaknya itu yang semua orang pikir, kecuali grup kecil kami yang berisi empat orang penuh harapan. Tetapi kami tentunya melakukan sesuatu dibalik layar. Lori dan Kelsey diam-diam sedang mengumpulkan persediaan untuk kami, selagi Rose dan aku memasang ekspresi wajah yang menunjukan seperti rumah-sakit-jiwa-ini-payah-sayang-sekali-kita-harus-terkurung-disini-selamanya. Dan aku harus memberi Lori dan Kelsey bantuan, karena mereka sudah meresikokan pekerjaan mereka untuk kami. Meskipun sikapku yang seperti ini, aku sungguh merasa bersyukur, terutama pada Lori. Walaupun aku tidak yakin apa alasannya, tetapi mereka kelihatannya mendukung kami.

Dan sekarang kami memiliki rencana. Dan rencana ini sangat beresiko, sudah sangat terinci tapi akan sulit dilakukan. Namun jika kami mendapat kesempatan sekecil apapun untuk keluar dari sini, aku akan mengambil kesempatan itu. Karena setiap detik yang aku habiskan bersama Rose, aku merasa tersiksa mengingat apa yang akan terjadi padanya jika kami menetap disini. Aku harus mengeluarkannya dari sini dan cepat. Dan cepat, bukanlah apa yang sedang terjadi. Kami harus melalui hari-hari dengan kesabaran yang menyakitkan, seperti sedang terbawa arus sungai yang lambat, padahal kami seharusnya bergerak menggunakan perosotan air.

Sampai mimpi buruk itu terjadi. Semuanya mulai menjadi cepat setelah mimpi buruk sialan itu. Dimulai seperti mimpi buruk lainnya. Keadaan sekitarku dingin dan gelap dan aku tidak tau ada mara bahaya apa di kegelapan ini. Kecuali saat ini aku mulai berlari. Aku tidak ingat aku berlari dari apa, dan yang dapat aku liat hanya kilasan pohon-pohon yang tidak jelas. Kakiku membawaku pergi bersama dengan angin yang berhembus di rambut dan kulitku. Aku berlari dan terus berlari, seperti sedang dalam perlombaan menuju garis finish, dengan kecepatan yang menyulitkanku untuk bernafas. Dan sesuatu seperti listrik yang penuh adrenalin mengisi tubuhku. Aku mulai merasa gembira selagi aku berlari di atas rumput yang lembut. Angin membawaku pergi seraya suara kibasannya terdengar di telingaku, dan jantungku berdebar, dan aku hanya menjadi lebih cepat dan lebih cepat. Sudah sangat lama sejak aku berada diluar semenjak aku terkurung dan aku merasa tak terlihat saat itu.

Terkurung. Pikiranku yang lelah bertanya-tanya tentang kata itu. Terkurung? Memangnya aku selama ini pernah terkurung dimana?

Wickendale.

Aku tiba-tiba ingat mengapa aku berlari. Kakiku yang cepat mulai menjadi lambat dan senyuman gembiraku mulai memudar. Ada sesuatu yang aku lupakan. Ada sesuatu yang tertinggal. Kakiku melambat menjadi lari kecil. Pohon-pohon yang tadi aku lihat sekarang berubah menjadi menakutkan, mendukung langit gelap diatasku, seperti mengingatkan bahwa aku dalam bahaya. Aku mulai berjalan. Seekor burung gagak mengitari langit yang kelam ini seperti sebuah peringatan. Jantungku masih berdebar kencang di dadaku, tapi bukan karena aku lelah. Udara di sekitarku menjadi kabut. Ada sebuah firasat buruk yang aku rasakan di sekitarku. Membuat diriku merinding dan bulu di leherku menaik.

Namun aku dengan ragu berjalan melalui kabut ini, melewati rerumputan dan pohon-pohon yang menyeramkan. Tanah dibawahku menjadi lebih menurun, menuju ke suatu dataran yang terlihat seperti air dari kejauhan. Mataku mencoba untuk meneliti melalui kabut yang tebal, yang mana aku akhirnya melihat sebuah sungai. Bahkan aku berfirasat buruk terhadap itu. Tapi aku tidak bisa kembali. Jadi aku mendekat ke pinggir daratan dan berdiri untuk beberapa saat, mendengarkan jika ada suara yang mengkonfirmasi kecurigaanku. Aku melihat ke riak air yang berwarna abu-abu dibawah senja, mencari-cari predator yang mungkin muncul.

Psychotic (Indonesia Translation)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang