Rolas - Jones

8.4K 1.1K 229
                                    

            Pambudi baru saja bangun tidur. Dia membuka pintu kamarnya. Kedua orang tuanya belum pulang. Prahardi pasti sedang les. Pambudi melangkah ke meja makan, mengambil beberapa tempe dan mulai mengunyah. Dia juga sibuk meneguk air dari botol, hingga disadarinya sebuah tangan melingkar di perut Pambudi. Pambudi tahu tangan milik siapa ini hanya dengan merasakannya.

Ucil memeluknya dari belakang.

Pambudi diam. Menunggu Ucil ngomong. Namun nyatanya si cadel nggak ngomong apapun, melainkan sesenggukan. Pambudi melongo, lalu dengan cepat membalikkan badannya untuk menghadap Ucil. Dia menatap Ucil sambil memegang kedua bahu cowok cadel itu. Ucil mewek karena kangen dengannya?

"Kamu mewek?" Pambudi melongo. Ucil sesenggukan, lalu kembali menenggelamkan wajahnya di dada Pambudi. Pambudi tahu, tangis Ucil ini bukan tangis penyesalan seperti yang sering si cadel lakukan kalau bikin salah. Ini bukan tangis bombay macam Ucil yang biasanya.

"Ada apa?" Sekali lagi Pambudi bertanya. Feelingnya nggak enak soal ini. Ucil masih menggeleng dalam pelukannya.

"Aku minta maaf... karena kemaren-kemaren bikin kamu marah..."

"Aku udah lupain itu, Cil! Aku juga udah menyadari kalau anakku udah dewasa dan siap menghadapi hidup. Anakku yang cadel itu juga udah siap melangkah menatap masa depan. Cekrek..." Pambudi adalah korban kealayan iklan. Meski ini bukan waktunya bercanda, namun Pambudi nggak bisa menghentikan ucapan spontan dan isengnya. Ucil masih menangis, bahkan tangisan yang awalnya berupa sesenggukan itu kini berubah. Ucil nangis makin kencang.

"Paaaammm... Anakmu ini udah janda!" Ucil menjerit. Pambudi mengerjap. Ucil dan Ferdi sudah putus, makanya si cadel kembali lagi ke pelukannya? Ah, Pambudi kok jadi makin bete, ya? Kalau sedang sepi Pambudi dicari, kalau ada Ferdi Pambudi diabaikan!

"Jadi kamu putus sama dia? Kenapa?" Pambudi berbisik. "Dia selingkuh?" Pambudi ingat, kalau itu terjadi... maka Pambudi nggak akan segan-segan untuk menghajar Ferdi.

"Allah lebih sayang dia dibanding aku. Allah ngambil dia saat dia mau berangkat sekolah. Motornya hancur, Paaaaam..." Ucil menjerit lagi, dengan ucapan-ucapan meracau seperti biasanya. Pambudi menegang. Jadi Ferdi meninggal? Kecelakaan?

Pambudi melepaskan pelukan Ucil, namun Ucil masih erat memeluk pinggangnya. Sekali lagi Pambudi mencoba melepaskan pelukan Ucil dan menatap mata cowok itu. Pambudi bertanya dengan raut nggak percaya.

"Kapan?"

"Seminggu yang lalu..."

Oh, bagus! Jadi selama seminggu si cadel galau sendiri? Nangis sendirian? Pambudi menatap mata Ucil yang jadi lebih sipit dari sebelumnya. Pambudi menghapus air matanya pelan. Anak itu bahkan jauh lebih kurus dibanding saat pertama kali Pambudi melihatnya. Ini masih seminggu lho, dan Ucil sudah jadi seperti ini! Apalagi kalau sebulan! Pasti Ucil akan jadi kerangka kering tak berdaging!

Juga.. entah kenapa saat melihat mata Ucil mengerjap dengan air mata itu membuat ego Pambudi hilang seketika. Pambudi kembali diam saat Ucil memeluknya lagi. Sesenggukan Ucil itu lama-lama makin menyiksa. Hatinya jadi sakit hanya karena mendengarnya! Jangan-jangan karena Pambudi kebanyakan lari saat latihan kemarin-kemarin! Jantungnya jadi lemah?

"Jangan nangis, Cil!" Pambudi mencoba menghibur dengan nada biasanya. Pambudi nggak punya nada manis untuk menghibur cowok itu. Sudah kebiasaannya nggak bisa ngomong manis pada Ucil apapun kondisinya. Menghibur dengan nada manis pun belum tentu membuat si cadel jadi terhibur.

Ucil masih memeluk erat pinggangnya.

"Ciilll... aku nggak bisa gerak..." Pambudi meronta.

Ucil masih menyembunyikan wajahnya di dada Pambudi.

Nih, Upil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang