Loro - Nari

13K 1.5K 236
                                    

   Ucil masih semangat melompat. Itu tarian kijang. Gerakannya berputar, melompat, berjingkat. Lalu... menabrak Ferdi di depannya. Jangan dihitung, ya.. itu gerakan spontan dan reflek si Ucil. Modus sih! Ah, si Tuyul jadi jalang gini hanya karena gebetan homonya berperan jadi singa di sendratarinya.

"Kijang nggak nabrak singa, Cil!" Mbak Yus ngomel lagi. "Kamu kenapa, sih Cil? Dari kemaren mbak lihat kamu jadi nggak fokus. Kamu peran utama, bukannya jadi penari pembantu. Jadi perhatikan langkahmu, Cil!"

"Aku lagi latihan ini, mbak!" Ucil beralasan. Matanya mengerjap lucu.

"Lagian, kamu sejak kapan mau jadi kijang? Kamu itu anak tiri yang terbuang!"

"Tapi kan aku pengen tahu rasanya jadi kijang, mbak!"

Ferdi menatap Ucil dengan raut datar. Diperhatikan seperti itu, Ucil jadi salah tingkah. Iya, lah... dia salah tingkah banget! Nggak boleh? Kan dia sedang dalam modus naksir berat dengan Ferdi. Ferdi itu tipe cuek. Nggak banyak omong.

"Kakak di sini udah lama?" Suara Ferdi menyahut pelan. Ucil melongo lalu salah tingkah. Dia jadi gugup memalukan gini. Oh, kalau Pam tahu... pasti dia akan segera membully dan menggodanya habis-habisan. Untungnya Pam sedang latihan futsal.

"Lumayan, udah tiga tahun..."

"Oh..."

Hanya itu saja obrolan mereka berdua. Ucil jadi salah tingkah dan mati kutu. Kenapa sudahan ya ngobrolnya? Nggak kurang panjang gitu? Misalnya saling tukar pendapat, hobi, makanan kesukaan, film favorit....

Oke, Ucil jadi makin homo sekarang!

Ini saatnya menari, Ucil! Bukan saatnya melamunkan fantasi homo homini lupus berkelamin laki-laki. Nah, kalau kalian mau tahu apa yang ditulis si Ucil dalam diary daruratnya itu, nggak lebih seperti ini. Banyak istilah ruwet yang bahkan nggak Pambudi pahami. Dari sudut diksi, majas, lalu... eng.. dari sudut apa lagi ya? Intinya ruwet sekali gitu bahasa yang digunakan si Ucil.

"Latihan lagi, kali ini serius ya...!" Mbak Yus mulai galak. Ucil mengerut patuh. Dia harus jadi anak yang berbakti di sini. Mbak Yus itu mirip emaknya di rumah. Galak. Suka ngomel.

"Dari Ucil ya... bagian pas Ucil bangun di tengah hutan. Ngruji... Nggroda... Yok, mulai..." Mbak Yus mulai teriak-teriak. Mirip Tarzan. Suaranya menggema ke seluruh sanggar. Ucil harus fokus. Dia harus jadi keren sekarang. Dia harus profesional. Keberhasilan tari ini lebih utama. Untuk masalah cinta, nanti saja setelah pagelaran selesai.

Ucil kembali fokus, menggerakkan tubuhnya. Mengeksplorasi panggung. Untuk saat ini Ucil jadi anak tiri yang terbuang. Bukan homo yang sedang naksir cowok brondong di sanggar. Ah, Ferdi itu adik kelasnya. Jadi Ucil naksir brondong dan sekarang dia harus melupakan posisi brondong itu di hatinya. Dia harus fokus dengan segala macam gerakannya. Nayung... Jengkeng...

Hingga....

"Kak Ucil kereeeeeennnn....!!!" Teriakan cewek-cewek itu kembali membahana. Ucil mengakhiri tariannya lalu menunduk penuh takzim. Ulala... Ucil jadi dewasa begitu apa resepnya, ya?

"Kak Ucil keren..." Kali ini Ferdi yang memujinya. Dengar itu, Cil! Ferdi pake R sedang memuji. Kamu nggak ge-er? Nggak salting? Dia memuji kamu keren. Ucil mesem. Nyengir setelah itu.

"Makasih, ya..." Ucil cengengesan. Ucil nggak bisa ngomong terimakasih. Cukup makasih saja. Dia nggak mau kesan kerennya berubah jadi kesan cadel. Lagipula, dulu emak lupa ngerok lidah Ucil pas malam jumat. Makanya dia jadi cadel huruf R, L dan N. Yang paling parah itu cadel R itu, lho! Kalau L dan N kan masih imut-imut dan normal gitu. Kalau R?

Nih, Upil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang