Patbelas - Ganas

10K 1.1K 168
                                    

            Sejak Ucil tahu kalau Pambudi punya gebetan, cowok cadel itu jadi lebih sensitif dan posesif pada bapaknya. Ucil bukannya nggak tahu kalau Pambudi kenal dari game lalu berlanjut dengan BBMan. Ucil tahu soal itu, namun sayangnya Ucil masih nggak rela dibuatnya. Ucil nggak suka kalau Pambudi sibuk dengan dunianya sendiri saat ini. Ucil kan masih kangen dengan Pambudi, nggak mau kehilangan lagi untuk yang kedua kalinya.

Sekarang Ucil sudah belajar tentang kehilangan, jadi dia nggak mau kehilangan lagi. Ucil nggak mau kehilangan Pambudi! Nggak akan pernah bisa rela. Nggak ridho mama, mah...!

"Pam! Lihat HP mulu, ih!" Ucil merengut, protes. Saat ini mereka sedang berada di cafe langganan. Cafe tempat Ferdi nembak Ucil juga. Tapi saat ini Ucil nggak fokus dengan kenangan itu. Ucil nggak baper soal itu. Ucil sedang disibukkan dengan kebaperannya mengenai tingkah autis Pambudi. Pambudi yang sekarang jadi suka sibuk dengan HPnya. Cengingisan sendiri, diajak ngomong juga jawabnya hanya "Hm...", "Iya...", "Nggak...", "Oh...", "Terus?", "Ya udah..."

Itu sama sekali bukan jawaban yang berbobot!!

"Aku pulang aja, deh! Aku bete masa..." Ucil benar-benar kesal. Pambudi sudah pernah bertingkah seperti ini, namun kali ini Ucil benci kalau tahu faktanya. Pambudi begini karena dia BBMan mesra dengan gebetannya.

"Iya, iya..." Pambudi ngalah. Dia meletakkan HPnya setelah mengirim BBM terakhirnya pada si gebetan. Namanya Yulina, itu yang Ucil dengar tadi.

"HP itu mendekatkan yang jauh, tapi juga menjauhkan yang dekat! Aku kan ada di depan kamu, tapi aku merasa jauh dari bapakku!"

Pambudi mengernyit, lalu menyunggingkan senyum sinis ke arah si cadel.

"Gimana rasanya? Nggak enak? Itu yang sering aku rasakan pas kamu lagi pacaran sama si Ferdi, Cil!" Pambudi nggak peduli sikon. Dia hanya ingin mengucapkan apa yang ada di otaknya. Pambudi nggak akan pernah melupakan apa yang sudah pernah dia rasakan. Jadi si Ucil sekarang hanya bungkam, lalu menunduk.

"Maafin aku, ya! Dulu pasti aku jahat banget sama kamu, Pam..." Ucil berbisik. Pambudi menghembuskan nafasnya, lalu menepuk kepala Ucil.

"Maafin aku juga! Aku jadi ngingetin kamu ke Ferdi, padahal katanya kamu mau move on..." Pambudi hanya manggut-manggut paham. Si cadel menatap Pambudi dengan wajah terharu.

"Bapak, aku cinta bapak! Aku sayang bapak!" Tuh, dia kumat lagi! "Sini aku peluk!" Nah, loh?

"Dasar hodi! Homo ditinggal mati! Masih aja hantu homo biadab itu merasuki jiwamu, Cil!" Pambudi ingin sekali berteriak padanya, tapi setelah itu dia malah mendengus lagi. Ucil nyengir. Dia ingat betapa sensitifnya Pambudi soal skinship seperti itu. Pambudi nggak nyaman disentuh-sentuh atau dipeluk-peluk, bahkan dicium-cium.. kecuali Ucil cewek, maka Pambudi dengan senang hati akan menerimanya. Itu titah Pambudi pada Ucil.

"Pam... Jangan tinggalin aku...!" Ucil sudah siap mewek. Pambudi menatapnya dengan raut nggak paham. Pasalnya, Pambudi sudah pernah dengar si cadel ngomong ini dalam tidurnya. Ucil pernah ngelindur soal ini. Pambudi nggak yakin kalau Ucil sudah bisa move on. Pambudi yakin Ucil masih teringat akan masa lalu. Halah, si cadel!

"Kamu harus segera lepas dari bapakmu..."

"Nggak mau!"

"Jangan manja, cadel! Katanya kemaren udah mau lepasin masa lalu!"

"Tapi kan..."

"Apa lagi?"

"Jangan tinggalin aku!"

"Aku tetep bapakmu. Tapi kamu harus cepet gede dan juga fokus sama masa depan kamu! Bapak nggak bisa selamanya ngawasin kamu, nak!"

Ucil mendengus nggak terima. Bahkan mata anak itu sudah berkaca-kaca. Pambudi masih meantap Ucil yang sedang dalam fase melankolisnya. Ucil menggeleng kencang, mencoba menghalau air mata yang sudah hampir menetes menyusuri pipi gembilnya.

Nih, Upil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang