Limo - Bapak

10.3K 1.1K 118
                                    

Pambudi nggak nyangka kalau Ucil akan jadi makin gila begini. Seharian Ucil belajar matematika tanpa henti. Bahkan untuk mengonfirmasi dan meyakinkan orang lain atas kepintaran barunya, cowok mungil cadel itu akhirnya memutuskan memakai kacamata. Tentu saja kacamata gaya, dengan bingkai hitam mirip anak culun di tipi-tipi. Walaupun Pambudi tahu mata kiri Ucil minus nol koma lima, tapi Ucil tetap keukeh pakai kacamata yang nggak ada lensanya.

"Aku cakep, nggak?" Ucil pamer. Pambudi melongo lalu menggeleng.

"Nggak..."

"Bohong dikit demi kebaikan gitu, kek! Nggak barokah banget jadi sahabat!" Ucil merengut. Pambudi mengangkat bahunya santai.

"Sana balik ke kelasmu sendiri!" Pambudi mengusir. Usir? Iya, sekarang Ucil sedang duduk manis di depannya. Ucil bertamu sejak tadi, mengabaikan pemilik asli bangku yang Ucil duduki. Pemiliknya jadi migrasi sementara. Entah kemana.

"Yang punya bangku marah, tuh!" Pambudi menunjuk pemilik sah bangku yang sedang diduduki Ucil. Pemiliknya baru saja masuk kelas dengan cengar-cengir. Ucil juga ikut nyengir.

"Nggak, kok! Kan tadi udah izin!"

"Bentar lagi masuk, Cil! Sana balik!"

"Nggak mau, ah!"

"Kalian berdua bapak sama anak berantem mulu tiap hari!" Teman sebangku Pambudi akhirnya nyerah untuk diam. Dia juga ikut dengar obrolan random nggak penting yang terjadi antara Pambudi dan Ucil itu.

"Dia bukan anakku!"

"Dia bukan bapakku!"

Pambudi dan Ucil kompakan. Teman sebangku Pambudi jadi nyengir puas. Pambudi melotot ke arah Ucil, menunjuk pintu, mengisyaratkan bocah cadel itu untuk kembali ke alamnya. Ucil nurut kali ini. Tapi sebelum seluruh tubuhnya menghilang dari pandangan Pambudi, kepalanya nongol lagi di jendela.

"Pam...! Ntar beneran cariin yaaa....!" Ucil melambai ke arahnya. O-Oh.. cariin apa? Sebenarnya ini masalah yang urgent menurut Ucil. Jadi, sejak anak itu bertekad untuk mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran matematika, Ucil sudah mulai jalang. Dia berani bertindak kali ini, walaupun dia harus minta bantuan Pambudi. Bantuan apa?

MINTA KONTAK FERDI! Boleh pin BBM, Line, WA, HP ataupun FB.

Dengar itu, kan? Padahal kan Ferdi jauh lebih akrab dengan Ucil dibanding Pambudi. Tapi Ucil - dengan dalih sedang malu-malu, nggak berdaya, gengsi segala macem akhirnya meminta bantuan Pambudi. Melihat sahabatnya yang terpuruk nggak ada minat hidup itu pun akhirnya membuatnya jadi luluh. Pambudi setuju, tapi butuh waktu.

Pambudi yang dalam hal ini nggak ikut-ikutan apapun terpaksa juga jadi korban. Padahal dia takut kalau Ferdi malah salah paham terhadapnya. Ah, bukan Pambudi namanya kalau nyerah gara-gara masalah seperti ini! Pambudi mengangguk mantap dan melangkah ke arah kelas Ferdi saat istirahat.

"Ferdi ada?" Dia sudah biasa nggak tahu malu, jadi langsung nanya pada cewek yang sedang bergerombol di depan kelasnya. Cewek itu celingukan saat melihat ada kakak kelas yang datang ke kelasnya.

"Ada di dalem, kak..."

"Oke, makasih ya!" Pambudi nyengir. Cewek itu mengerutkan kening. Dia kira, dia yang akan kebagian panggilin Ferdi. Tapi nyatanya Pambudi masuk sendiri ke dalam kelas, lalu melambai santai ke arah Ferdi. Ferdi yang saat itu baru saja memasukkan bukunya dalam tas, hanya bingung mendapati Pambudi menghampirinya.

"Aku mau nanya sesuatu, disuruh si Ucil!"

Nah! Salah, kan kalau Ucil minta bantuan Pambudi dalam masalah ini! Pambudi itu bukan Kahlil Gibran. Dia bukan pujangga, jadi dia nggak bisa gombal. Nggak bisa sok jadi mak comblang untuk si Ucil. Dia hanya cowok jahil yang dapat mandat dari sahabatnya untuk minta nomor gebetannya. Juga nggak mikir buat basa-basi. Langsung frontal seenaknya.

Nih, Upil!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang