Part 4: Don't Blame Us if We Choose Her

3.6K 282 3
                                    

"Tenanglah Chella... kau tak ingin kakek marah padamu karena menolak secara terang terangan kan?", ia tersenyum.

Aku langsung menoleh pada salah satu laki-laki yang berbicara barusan, laki-laki dengan jas birunya. Laki-laki yang memiliki senyuman paling cheerful.

Tapi... dia bilang Chella? Mereka berbicara denganku?

Beberapa saat kemudian, kelima orang ini sama-sama tersenyum dan memandang ke lantai dua. Mereka tersenyum hormat pada Tn. Rejenson, tapi menurutku senyuman itu memiliki arti lain di belakangnya, seakan mereka merasa memenangkan sesuatu.

Tuan Rejenson dan beberapa orang tua yang menurutku itu adalah orang tua kelima pangeran ini, langsung terlihat kesal dan masuk ke dalam salah satu ruangan di lantai dua, dengan pintu besar dan tinggi dengan ukiran bunga.

"Kalian sudah siap?" salah satu pangeran yang tak bisa ku lihat karena berada di belakangku tiba-tiba bicara.

Di benakku, langsung penuh dengan tanda tanya. Mereka memilihku sepertinya dengan tujuan khusus. Aku semakin takut saat memikirkannya. Kenapa harus aku yang terlibat?

●ᴥ●

Saat sebelum di adakannya pesta.

Kakek Rejenson menaruh sebuah foto ke atas meja kaca yang di kelilingi sofa dengan pinggiran berwarna emas, di mana Adric dan sepupu-sepupu nya duduk bersama dan langsung menatap foto itu penasaran. Foto itu memperlihatkan seorang perempuan yang tengah tersenyum lebar. Matanya lebar dan hidungnya mancung. Kedua bibirnya tebal proporsional, membuat wajahnya menjadi sempurna. Rambutnya coklat dan bergelombang bagian bawah. Menggantung indah di pundak kanannya.

"Salah satu dari kalian harus memilih wanita ini! Aku sudah mengenal keluarganya sejak 40 tahun yang lalu dan mereka keluarga terbaik yang pernah ku temui." Kakek Rejenson menjelaskannya sambil berjalan ke kursi kerja, lalu duduk di sana.

"Kakek jadi merayakan ulang tahun kami? Bukannya kami sudah mengatakan bahwa kami tak ingin melakukan pesta kekanakan seperti itu kek?"

"Adric! Semua undangan sudah kakek kirim. Semua orang tua kalian juga sudah setuju! Kami tak ingin melihat kalian menyianyiakan watu kalian lagi! Dan kami ingin, pada akhir musim panas tahun ini kalian sudah menikah."

Kelima cucu keluarga Rejenson langsung membuang nafas dan wajah mereka dengan kesal.

"Kakek, bukannya kami sudah menuruti kakek untuk melakukan apa yang kakek suruh sejak kami sangat muda? Bukannya ini saatnya bagi kami untuk memilih apa yang kami inginkan? Apa yang menjadi jalan hidup kami? Ayolah kek..."

Suara bising yang keluar dari jendela lantai 40 ini tetap tidak menghentikan percakapan yang benar-benar seperti berada pada dua sisi samudra.

Alis orang tua itu semakin mengkerut. Bahkan di umurnya yang sudah hampir 70 ia masih sangat bersemangat. Tapi saat mendengar Henry berkata demikian, ada secerca kekecewaan yang langsung muncul.

"Baiklah!" Tiba-tiba Chad membuka mulutnya. Ia memperhatikan dengan betul apa yang ada di atas wajah kakeknya. Ia yang semenjak tadi diam termenung akhirnya memilih untuk membuka aksinya.

"Kami akan melakukan apa yang kakek dan keluarga ini inginkan! Aku yakin pasti kalian memiliki alasan yang sangat baik untuk kami!"

Akhirnya, Kakek Rejenson tersenyum juga. Ia lega bahwa kini mereka mengerti. Ia mengambil cangkir minumnya dan meneguknya pelan. Chad tersenyum, tapi keempat saudaranya menatapnya dengan penuh amarah. Mereka kini semakin gusar.

"Satu hal yang harus kalian ketahui, orang tuanya sudah menitipkan dia selama beberapa bulan ke depan. Karena mereka akan ke luar negeri untuk menyelesaikan urusan bisnis mereka. Jadi, kakek harap kalian menjaganya dengan baik!"

_________________________

"Apa yang kau lakukan?!", bentak Henry.

Henry mendorong salah satu pundak Chad dengan kasar tanpa melukainya. Angin terhembus pelan melewati gorden white-gold yang langsung mengarah ke hutan pribadi Rejenson, di atas lahan pribadi Rejenson. Di lahan ini terdapat beberapa rumah yang khusus di bangun untuk masing-masing keluarga. Bahkan kelima cucu mereka sudah memiliki rumah masing-masing di lahan tersebut.

"Kau tak sadar apa yang baru saja kau katakan?", Henry semakin tak sabar. Suasana dingin ruangan ini sepertinya tak berhasil mendinginkan kelima pemuda yang berumur sama persis itu.

Ronald dan Adric langsung duduk di salah satu sofa. Mereka sibuk dengan foto yang di berikan oleh kakek Rejenson tadi. Mereka merasa ada yang aneh dengan foto itu, seakan mereka mengenal sosok perempuan itu. Sementara Jacky dengan tenang duduk di sebelah Ronald tanpa mengindahkan apa yang di lakukan keempat saudaranya. Ia duduk bagaikan air danau yang tenang, danau yang tak terhembus angin atau terguncang tanah.

"Kau tak faham, kalau kita tak menuruti apa yang kakek inginkan, kita bisa di masukkan lembaga lagi!", jawab Chad

"Kalian, tenanglah!! Benar kata Chad, kita tak punya pilihan lain!", akhirnya suara bulat dan besar Jacky keluar juga. Suara yang dapat membuat raja hutan ketakutan hanya dengan mendengar hembusan nafasnya.

Henry dan Chad langsung terdiam. Bahkan laki-laki semacam Chad yang sangat menjunjung tinggi intelegensi juga berfikir dua kali untuk melawan apa yang di katakan Jacky. Pemilik lebih dari seratus sertifikat juara Bela Diri.

Ronald masih melihati foto perempuan yang terlihat sangat familiar itu. "Tapi... kalian ingat tidak siapa nama perempuan ini kata kakek tadi?"

"Kenapa?", tanya Henry.

"Tidak... hanya saja wajahnya mengingatkanku pada seseorang! Tapi siapa??"

"kau benar... aku juga memikirkan hal yang sama.", tambah Adric.

Adric kembali membenamkan pandangannya pada foto kecil itu. Lalu ia langsung mengangkat wajahnya setelah mendapatkan jawabannya. "Bukannya tadi namanya Flo?"

"Flo? Flo... Flo...", Ronald menutup matanya, mencoba mengorek informasi dari dalam otaknya.

"Tunggu, dia bukan Flo dari SD pertama kita dulu kan? Flos Pulchellus Quella?", mata Chad langsung membulat saat ia mengingat satu perempuan yang ada di otaknya.

"BENARR!! Dia Flo... Dia Chella!!"

"Apa?!"

Chad dan Henry langsung kaget di waktu yang bersamaan. Ke tiga laki-laki itu langsung terburu-buru melihat foto itu lagi.

"Ehh~, tidak mungkin penyihir kejam itu! Dia kan dulu jelek sekali!"

"Kapan? Waktu kita SD? Tapi apa kau pernah bertemu dengan dia lagi setelah kita pindah? Lagi pula, kalau di ingat ingat, keluarga yang kakek maksud tadi pasti keluarga Pulchellus, dia kan keluarga paling lama yang di kenal kakek!"

Semua laki-laki itu langsung terdiam. Mereka setuju dengan apa yang Adric katakan. Mereka berlima tiba-tiba langsung diam dan saling memandang satu sama lain. Menatap mata para sepupu-sepupunya.

Kelimanya langsung tersenyum bersamaan. Senyum penuh kemenangan dan akal licik mereka. Kini mereka yakin kalau mereka memiliki ide yang sama.

●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●●ᴥ●

don't forget to VOTE n COMMENT ^-^










REJENSON: Cinderella with 5 Step-PrincesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang