Angin malam berhembus kencang, semakin menusuk ke pori-pori. Kegiatan syuting sudah dimulai, saat Rahma, Nazar dan anak-anak sampai dilokasi, mengharuskan Rahma untuk berganti kostum. Rahma melepas kain panjang yang menutup kepalanya, lalu mengambil jaket untuk merangkap dengan baju yang sudah dipakainya. Saat Rahma hendak meletakkan kain itu,
"aku lebih suka melihat kamu berpakaian seperti ini." lirih Nazar, mungkin hanya terdengar oleh Rahma yang berdiri tidak jauh darinya. "maaf, aku gak bermaksud... Pada dasarnya semua manusia sama, yang membedakan hanya hati masing-masing. Lakukanlah segala sesuatu dengan hati yang tulus." lanjutnya kemudian, sambil tersenyum.
"gak apa-apa kok, aku ngerti... Kamu gak usah merasa gak enak begitu." balas Rahma, lalu melipat kain itu dan mengulurkannya pada Nazar membuat Nazar heran dengan maksud Rahma.
"kamu tidak sedang menyuruhku untuk memakainya, kan?" tanya Nazar, yang langsung disambut tawa oleh Rahma.
"kalo kamu mau, ya pakai saja... Tadinya aku cuma mau nitipin ini ke kamu, karena aku sudah harus mulai syuting. Tapi kalo kamu mau pakai, ya gak apa-apa juga sih, hehe." jawab Rahma, lalu pergi menjauh dari Nazar, yang masih dibuat salah tingkah karena dugaannya sendiri, dan tersenyum memandang kain milik Rahma yang dititipkan padanya. Kamu memang selalu punya cara untuk mewarnai hidupku, dengan ceriamu, batin Nazar.
________"aku kira kamu gak kesini lagi setelah tadi pergi." Rahma baru saja menyelesaikan pekerjaannya, sebelumnya dia melihat Nazar pergi membawa anak-anak kecil itu.
"aku tadi pergi untuk shalat, sekalian nganterin anak-anak pulang. Lagian kamu kan tadi ngasih tugas buat aku."
"tugas? Apa emangnya?"
Nazar memberikan kain yang tadi dititipkan padanya, "ini... Aku gak mau pakai beginian!"
"ya ampun, kamu serius amat. Tadi aku kan cuma becanda! Kalopun kamu bawa pulang, aku masih banyak kok dirumah."
"tapi ini lebih pantas dipakai olehmu, Rahma." Nazar memasangkan kain itu diatas kepala Rahma, membuat jantung Rahma berpacu dengan cepat, secepat para pelari marathon. "begini, lebih baik, lebih indah dipandang." ucap Nazar.
"terimakasih ya, Nazar..." kata Rahma sambil menunduk, "pulang yuk!" ajaknya kemudian.
Nazar mengantarkan Rahma pulang menggunakan sepedanya, mereka ingin mengenang masa kecil itu bersama. Dimana dulu, Nazar selalu mengantar jemput Rahma, ketika berangkat dan pulang sekolah, juga ketika mereka pergi bermain bersama diperkebunan milik orangtua Nazar.
"Rahma, kamu berapa hari syuting didaerah sini?" tanya Nazar, ketika mereka sudah sampai didepan rumah ketua RT, tempat Rahma tinggal sementara.
"mungkin sekitar satu minggu, kenapa emangnya?" jawab Rahma, yang kemudian ditambah bertanya balik.
"gak apa-apa... Semoga prosesnya berjalan lancar ya." sebenarnya bukan itu yang ingin diucapkannya, tapi Nazar tidak punya keberanian untuk mengatakan bahwa dia ingin Rahma bisa lebih lama lagi berada disini, didekatnya seperti dulu.
"jadi kamu pengen syutingnya cepat selesai, biar aku cepat pulang ya?" Rahma cemberut, berpura-pura kesal pada Nazar.
"maksudku bukan begitu..." ucapan Nazar dipotong oleh Rahma.
"udahlah, begitu juga gak apa-apa. Kamu kan udah punya teman baru, yang tadi siang itu, iya kan?" Rahma berbalik, hendak masuk kerumah ketua RT itu.
Namun secara reflek, Nazar menahan lengannya, membuat Rahma menghentikan langkahnya. "dia tetangga baruku, dan mau belajar ngaji padaku, makanya dia sering datang kerumah untuk belajar ngaji." jelas Nazar.
Rahma terdiam. Jadi wanita itu, sering kerumah Nazar. Perhatiannya ke Nazar juga terlihat berlebihan, masa iya murid ngikutin gurunya sampai ke kebun teh segala, cuma untuk belajar ngaji? Kan bisa nunggu dirumah. "sepertinya, kamu adalah guru istimewa baginya."
"bukannya semua guru itu memang istimewa?" tanya Nazar.
"tapi dia menganggap kamu itu, lebih dari sekedar guru." jawab Rahma, Nazar mengerutkan dahinya bertanda tidak mengerti maksud Rahma. "aku tau kamu tidak akan mengerti... Ya udah, aku masuk dulu ya. Sampai ketemu bes..." Rahma ragu melanjutkan kalimatnya, itu ucapannya ketika mereka akan berpisah dulu, dan besoknya mereka pasti bertemu lagi.
"aku akan mengantar jemputmu, seperti dulu. Selama kamu ada disini, kamu tinggal hubungi aku saja, oke?" ucap Nazar dengan penuh semangat, seperti waktu mereka masih menjadi teman kecil, dan kini mereka berharap bisa menjadi teman besar, hingga menjadi teman tua bersama, eh?
Rahma menganggukkan kepala, tanda setujunya, lalu mengacungkan jempol tangan kanannya kedepan seperti biasa, dan dibalas oleh Nazar, lalu mereka tertawa bersama.
"aku pulang dulu ya, assalamualaikum." lanjut Nazar."iya, hati-hati." kata Rahma, yang dibalas anggukan kepala juga oleh Nazar sambil tersenyum. "wa'alaikumsalam."
Rahma memperhatikan kepergian Nazar yang semakin menjauh dari tempatnya berdiri. Jauh didalam hatinya dia sangat bahagia, bisa bertemu kembali dengan orang yang dulu selalu ada untuknya. Tidak pernah sekalipun mereka bertengkar, karena Nazar selalu mengalah padanya. Ditambah lagi sifat mereka yang berbeda, membuat mereka saling melengkapi. Rahma dengan cerianya, selalu melukiskan warna-warna cerah dalam hidup Nazar. Dan Nazar dengan diamnya, selalu menjadi objek untuk setiap lukisan Rahma. Hingga yang tercipta adalah hasil karya yang indah dan berarti, bagi keduanya. Serta bagi yang mau memandangnya.
Biarlah sang malam, menjadi tempat bertebarnya para bintang untuk menghias gelapnya hari.
***___***
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena hati, memilihmu {ending}
General Fictionteman kecil itu, kini telah tumbuh dewasa. takkan lagi kau dengar tangisnya ketika meminta permen, takkan lagi kau dengar teriaknya ketika mencarimu. karena hatinya tidak seperti dulu, kini dia memilih menyimpan semuanya seorang diri. sejak perpisah...