Meminang?

848 56 6
                                    

Ada yang kangen dengan Rahma dan Nazar? Atau penulisnya mungkin?
Hehehe, abaikan saja!
Selamat membaca :)

Ingin ku sampaikan maksud hati ini, namun kau terlalu jauh untuk mengerti rasaku. Haruskah aku berteriak agar kau mendengar, bahwa kamulah yang terpilih menjadi satu-satunya pelengkap dalam hidupku...
Kamu yang melukiskan indahnya hari saat ku lewati bersamamu...

Rahma mengamati tiap lembar foto yang berisi tentang dirinya, Nazar dan anak kecil beberapa waktu yang lalu. Ia rindu pada sosok yang berada didalam foto tersebut, ia juga menyesal minggu kemarin menolak tawaran Nazar untuk mengantarnya pulang. Karena setelahnya hingga kini Nazar tidak pernah menghubunginya lagi. Apa Nazar marah padanya? Rahma ingin mulai lebih dulu menanyakan kabar, tapi ia malu dan merasa bersalah. Rahma teringat ucapan Desy, salahkah bila ia berharap lebih pada teman kecilnya? Salahkah bila ada rasa yang lebih dari arti sahabat? Salahkah bila ia ingin mengungkapkan isi hatinya pada Nazar?
Rahma wanita biasa, sama seperti wanita pada umumnya. Ia juga ingin merasakan adanya pendamping dalam hidupnya, adanya sandaran ketika lelah menghampirinya, adanya seseorang yang menjadi tambatan hatinya. Namun jika ia ungkapan semua itu pada Nazar, sanggupkah ia meninggalkan profesinya begitu saja? Sanggupkan ia merelakan karir yang sudah dicapainya? Sanggupkah ia menjadi seperti yang Nazar inginkan? Tapi seingat Rahma, selama ini Nazar tidak pernah memintanya menjadi orang lain, Nazar selalu mendukung setiap langkah yang Rahma pilih untuk jalannya.
Memikirkan semua itu membuat Rahma memijat-mijat keningnya, terasa berat pikirannya bila harus memutuskan perihal semua itu.

Tok tok tok
Terdengar ketukan pintu didepan kamarnya. "sayang, ada Nazar dibawah. Kamu tidak sedang tidur kan?" suara Ibu menyadarkan Rahma, sekaligus kaget mendengar berita yang Ibunya bawa.

Rahma berjalan cepat membuka pintu kamarnya. "ada siapa, Bu? Nazar?" tanyanya belum yakin.

"iya nak, ayo turun." Ibu menggandeng tangan Rahma, membawanya turun ke ruang tamu.

Ada tiga orang yang menyambut hangat kedatangan Rahma dan Ibu. Mereka tersenyum, dibalas senyum balik oleh pemilik rumah. "Assalamualaikum, sini nak, duduk disamping Ibu." Ibu Nazar bangkit dari duduknya, lalu mencium Rahma dengan lembut, disusul Rahma mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkan teman kecilnya.

"wa'alaikumsalam, iya, Bu." setelah menyapa Nazar dan Ayah Nazar, Rahma kemudian duduk disebelah Ibu Nazar.

Suasana menjadi hening. Rahma tidak mengerti ada maksud apa dibalik kedatangan Nazar bersama kedua orangtuanya.
Setelah cukup lama saling diam, Ibu Rahma dan kedua orangtua Nazar terlibat perbincangan ringan yang menarik untuk mereka bicarakan. Sedangkan Rahma dan Nazar hanya saling diam, sesekali mata mereka bertemu pandang, terukir senyuman diantara keduanya. Bibir mereka hanya diam, namun otak dan hati mereka seakan saling menyampaikan isinya masing-masing, puluhan pertanyaan yang sulit terucap oleh Rahma, puluhan jawaban yang tak sampai terdengar oleh telinga Rahma karena Nazar hanya diam. Mereka diam, hingga seorang paruh baya datang dari arah pintu masuk dan bergabung dengan mereka. Beliau adalah Ayah Rahma.

"kalau ada yang ingin kalian bicarakan, sampaikan saja dan selesaikan apa-apa yang menjadi ganjalan dihati dan pikiran kalian." ucap Ayah Rahma, seakan mengerti perasaan keduanya. Dengan segera mereka mengangguk dan bangkit dari duduk masing-masing, lalu berpamitan keluar dari ruang tamu.

"Nazar, apa maksud semua ini?"

"aku hanya ingin melakukan hal yang baik dan benar, Rahma. Aku tidak mau terus merusak hati dan pikiranku yang sudah mulai tidak normal."

"tidak normal? Kamu sakit, Nazar?"

Nazar menggelengkan kepalanya, kemudian tersenyum, "aku sehat, Rahma....aku ingin menghalalkanmu, agar saat hati dan pikiranku terisi penuh tentang kamu, aku sudah tidak berdosa lagi. Aku ingin menghalalkanmu, menjadikanmu satu-satunya wanita yang berada disampingku, bersama kita melangkah mencari ridhoNya. Aku ingin menghalalkanmu, tanpa memaksamu menjadi orang lain, ku biarkan kamu tetap bisa terbang kemanapun yang ingin kamu tuju, karena kamu punya sayap yang indah untuk mengukir senyuman diwajah banyak orang, dan aku tidak akan pernah mengurungmu dalam sangkar ataupun mematahkan sayapmu."

Karena hati, memilihmu {ending}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang