Berubah

1.4K 73 4
                                    

Setelah bertahun-tahun lamanya Rahma baru bisa menginjakkan kaki ditanah kelahirannya. Banyak yang berubah, dari banyaknya bangunan-bangunan baru yang berdiri kokoh, sampai pohon-pohon menjulang tinggi ikut menyambut kedatangannya.
Namun kedatangannya kali ini bukan untuk pulang kerumahnya, karena rumahnya yang dulu memang sudah dijual. Rahma datang untuk melakukan proses syuting film terbarunya, dan lokasinya ditengah perkebunan milik salah satu keluarga daerah itu.

Ketika sampai ditempat tujuan, Rahma turun melihat-lihat situasi dan kondisi yang akan menemaninya beberapa hari kedepan. Dilihatnya pemandangan yang indah, perkebunan teh yang asri, terawat dan tertata rapih. Rahma jadi teringat sesuatu, tempat ini memang tidak begitu jauh dari rumahnya dulu, dan sangat dekat dengan rumah teman kecilnya. Nazar! Mungkinkah, yang ku lihat saat ini adalah hasil pencapaian dari semua mimpimu, Nazar?

Dari kejauhan, Rahma melihat ada seorang laki-laki membawa keranjang gendong berjalan semakin mendekat ketempat Rahma berdiri. Dan beberapa kru yang datang bersama Rahma berlari menghampiri laki-laki itu. Samar-samar Rahma mendengar dia adalah pemilik perkebunan ini. Rahmapun turut serta mengikuti para kru menghampirinya.

Belum sempat Rahma sampai, laki-laki itu menengok kearahnya dan tersenyum padanya. Senyum yang sama seperti teman kecilnya. Diakah itu?

"assalamualaikum." sapa laki-laki itu pada Rahma, setelah sebelumnya berbincang dengan para kru.

"wa'alaikumsalam." jawab Rahma, dengan pengamatannya pada laki-laki dihadapannya itu.

"masih ingat denganku?" lanjutnya, yang membuat Rahma semakin heran.

"maaf, kamu siapa ya?"

"aku adalah tukang ojek sepedamu diwaktu SD... Ingat?"

"Nazar?" laki-laki itu menganggukkan kepala, mengiyakan. "Astaghfirullah, maaf aku sampe gak ngenalin. Kamu banyak berubah."

"sudah ku duga, kamu pasti melupakanku."

"bukan gitu, kita kan lama banget gak ketemu, kamu beda banget... Gimana, udah jadi sarjana pertanian belum?"

"masih dalam proses... Dan kamu, sudah berhasil meraih mimpimu, iya kan?"

"iya, alhamdulillah... Benar katamu dulu, aku tidak bisa menjalani dua mimpi sekaligus, terlalu sulit. Tapi aku juga tidak bisa melepas begitu saja semua pencapaian ini."

"Nazar! Kamu kemana saja? aku dari tadi nyariin kamu, tau." tiba-tiba seorang wanita seumuran mereka datang sambil berlari kecil. Wanita itu memakai kain diatas kepalanya, yang ujungnya dilampirkan kebahu samping kanannya. "kamu ngapain sih ngobrol sama artis segala? Bukannya kamu tidak suka pada artis? Udah pulang yuk!" ucap wanita itu, lalu menarik tangan Nazar, yang langsung ditolak oleh Nazar.

"Rahma, aku pulang dulu ya... Permisi." pamit Nazar pada Rahma.

"iya, semoga kita bertemu lagi, dan kamu tentu masih ingat janji kita kan?" tanya Rahma, saat Nazar mulai berjalan menjauh bersama wanita itu.

Seketika langsung berbalik, "aku selalu ingat, Rahma." kemudian mengacungkan jempol kanannya kearah Rahma seperti dulu. Dan Rahma mengikuti gerakan Nazar, menambahnya dengan senyuman.

Benarkah kamu tidak suka pada artis? Tanya Rahma dalam hati. Entah mengapa rasanya sakit mendengar itu, dan melihat wanita itu pergi  membawa Nazar, teman kecilnya.
_______

Selama beberapa hari Rahma dan para kru akan tinggal dirumah ketua RT setempat. Letaknya cukup strategis, tidak terlalu jauh dari lokasi yang akan digunakan untuk proses syuting. Dan rumah itu juga berdekatan dengan masjid, hanya selang dua rumah.
Ketika waktu maghrib tiba, terdengar suara adzan berkumandang. Suara yang tidak asing, dan Rahma merasa mengenalnya, siapa dia?

Rahma beserta penghuni rumah itu, berbondong-bondong menuju masjid. Suasana seperti ini yang Rahma rindukan dari desa tempat kelahirannya itu. Walaupun setelah shalat nanti Rahma sudah harus memulai pekerjaannya, syuting pertama lokasinya dipasar malam. Sudah lama sekali Rahma tidak mengunjungi tempat itu, masihkah sama seperti dulu?

Setelah shalat berjamaah, Rahma mendengar banyak anak kecil merengek pada seseorang untuk libur mengaji, karena ingin melihat proses syuting filmnya. Para ibu-ibu yang shalat didekat Rahma juga banyak yang langsung memeluk dan mencium Rahma, indahnya kehangatan keluargaku ini, batin Rahma.

Rahma menengok dari pintu pembatas tempat mengaji itu, ada seorang dewasa dengan banyak anak kecil yang masih meminta libur mengaji. Setelah cukup lama Rahma amati, ternyata laki-laki itu adalah Nazar, dan melihat kearah Rahma. Rahma gugup, dan langsung berjalan keluar, karena para kru juga sudah menunggunya.
Belum sampai Rahma keluar, anak-anak itu sudah berlarian mengejarnya. Lalu disusul oleh Nazar.

"boleh ya kak, boleh ya kak?" rengek mereka lagi pada Nazar.

Rahma berbalik, melihat mereka. "adek-adek emang mau apa?" tanya Rahma pada anak-anak itu.

"mau ikut kak Rahma main pilem." jawab mereka.

"minta ijin dulu gih, sama kak Nazarnya!" sambung Rahma, tapi anak-anak itu malah diam, mengiba padanya, Rahma tidak tega melihatnya. "kak Nazar, boleh gak adek-adek ini ikut denganku?" tanya Rahma pada Nazar, dengan nada menirukan gaya anak kecil. Membuat anak-anak itu tertawa karena ucapan Rahma.

Nazar juga ikut tertawa kecil karena ulah Rahma, namun ia tidak langsung menjawab, sesaat pandangannya menatap Rahma dengan tatapan yang lain, tidak seperti dulu. Detak jantungnya seakan berpacu lebih kencang dari biasanya. Dialah wanita yang selalu diharapkannya untuk dipertemukan kembali, dan saat ini wanita itu benar-benar hadir dihadapannya dengan membawa semua kenangan masa kecilnya yang indah dan penuh warna. Bisakah terulang kembali?

"kak Nazar, boleh gak? Boleh ya, boleh?" anak-anak itu kembali memohon, menyadarkan Nazar dari lamunannya.

"iya, tapi malam ini saja ya! Kakak akan temani kalian." jawab Nazar, mengundang sorak-sorai bahagia dari mereka. Begitupun dengan Rahma, tak sadar senyumnya terukir diwajahnya, sangat indah, karena benar-benar dari hati.
Mereka berjalan bersama dengan anak-anak itu, seperti sepasang orangtua dan anak-anaknya. Rahma banyak bercerita mengenang masa kecil mereka, sepanjang perjalanan terasa begitu cepat berlalu. Nazar lebih banyak mendengarkan cerita Rahma, diiringi senyuman yang tak hilang sedikitpun dari wajahnya, sesekali mereka tertawa bersama. Rahma tidak banyak berubah, masih menjadi sosok yang ceria. Sedangkan Nazar, menjadi lebih pendiam dari sebelumnya. Namun bersama Rahma, Nazar bisa merasa lebih hidup, harinya penuh warna. Seperti warna-warni yang dulu selalu mereka lukiskan bersama-sama.

***___***

Karena hati, memilihmu {ending}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang