Mentari muncul dibalik pohon-pohon besar, menyelinap disela daun-daun yang rindang. Pagi ini begitu cerah, secerah wajah sepasang sahabat yang baru dipertemukan kembali itu. Mereka bersepeda, tapi kini Rahma yang menaiki sepeda itu, Nazar mengikutinya dari belakang dengan berjalan kaki, karena khawatir akan jatuh kalau Rahma yang menyetirnya.
"Nazar, sini naik saja, aku bisa kok boncengin kamu, beneran deh." Rahma menghentikan ayuhan sepeda itu, menunggu Nazar menyusulnya, Rahma tidak tega melihat Nazar lari-larian begitu.
Nazar masih ngos-ngosan, lelah berlarian mengejar Rahma. Lalu Rahma turun dari sepeda itu, dan mengajak Nazar duduk di tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan liar.
"kenapa malah disitu? Nanti pakaianmu bisa kotor loh." Nazar mengingatkan.
Rahma malah tersenyum sambil menekuk kedua kakinya, untuk duduk bersila. "gak apa-apa, berani kotor itu baik." ucap Rahma.
"dihh gak kreatif, itukan kalimat iklan ditelevisi." sahut Nazar, kemudian ikut duduk disamping Rahma. "kamu mulai syuting jam berapa?" tanya Nazar.
"jam setengah sembilan, masih lama kita bisa bermain dulu." jawab Rahma, lalu mengambil ponsel dalam saku bajunya. "fotoin aku pas naik sepedamu ya.." lanjut Rahma, memberikan ponsel itu pada Nazar. Nazar hanya memandangnya dengan tatapan malas. Rahma memang tetap seperti dulu, suka sekali mengabadikan setiap kegiatannya. Katanya, setiap kejadian itu berharga, jadi wajib untuk diabadikan. Begitulah yang Nazar ingat tentang teman kecilnya itu.
"kamu gak ada bosan-bosannya ya bermain sama kamera?" walaupun malas, pada akhirnya diterima juga ponsel itu oleh Nazar. Membuat Rahma tersenyum bahagia, dan segera mengambil pose menaiki sepeda milik Nazar itu.
Nazar memotretnya dengan sepenuh hati, fokusnya hanya pada ekspresi wajah Rahma, tanpa sadar kekaguman itu muncul dalam hatinya. Kekaguman atas ciptaan Allah yang begitu sempurna pada makhluk yang bernama 'wanita'.
Setelah puas berpose dengan berbagai gaya, Rahma turun dari sepeda itu dan mengambil ponselnya untuk melihat hasilnya. Lalu diam-diam mengambil potret Nazar juga, yang langsung membuat Nazar sadar akan perbuatan Rahma itu karena ada kilatan cahaya saat pengambilan gambar dari ponsel Rahma.
Nazar berniat merebut ponsel itu, untuk menghapus fotonya. Tapi Rahma malah berlari ditengah tanah lapang itu, mereka kini berkejar-kejaran. Rahma berlari tanpa melihat kedepan, sampai tidak tau didepannya ada orang, dan menabraknya.Mereka jatuh, sama-sama terduduk diantara rerumputan itu. "maaf, maaf, aku gak sengaja." Rahma bangun dan meminta maaf pada orang itu, Rahma hendak membantu orang itu untuk bangun, tapi langsung ditolak oleh orang itu.
"aku bisa sendiri." ucap orang itu, kemudian bangun secepatnya tanpa bantuan Rahma. "lain kali hati-hati, punya mata gak sih?" tambah orang itu, terlihat marah dan kesal pada Rahma.
"iya, aku minta maaf, tadi kurang hati-hati." Rahma seperti mengingat orang yang ditabraknya itu, tapi dia lupa dimana pernah bertemu dengan orang itu.
"Rahma, kamu gak apa-apa?" tanya Nazar yang baru sampai mengejar Rahma, dan melihat mereka sudah terjatuh, jadi tidak tau kejadian awalnya. "Desy, kamu dari mana?" tanya Nazar pada wanita itu yang ternyata bernama 'Desy'. Iya, Rahma ingat, mereka pernah bertemu waktu dikebun teh itu, dan kata Nazar dia adalah muridnya belajar mengaji.
"dari...dari sana, iya dari sana." jawab Desy dengan terbata, dan menunjuk kesalah satu arah. karena sebenarnya Desy mengikuti mereka dari tadi. Desy penasaran dengan Rahma, kenapa Nazar begitu akrab dengannya. Selama ini yang Desy tau, Nazar tidak suka pada artis, lalu kenapa sama Rahma berbeda? Itu yang membuat Desy mengikuti mereka.
"oh iya, kenalkan, ini sahabat aku, namanya Rahma." ucap Nazar pada Desy, "Rahma, itu Desy tetangga baru aku." lanjut Nazar, menjelaskan pada Rahma.
"Rahma..." Rahma mengulurkan tangannya dengan senyum ramahnya, tapi hanya dibalas senyum simpul dari Desy, yang terlihat enggan untuk berkenalan.
"Desy." ucapnya sambil menjabat singkat tangan Rahma. "permisi, aku mau pulang." tambahnya, kemudian pergi.
Rahma dan Nazar hanya diam memperhatikan Desy yang semakin jauh meninggalkan mereka.
"dia, muridmu itu kan?" tanya Rahma kemudian. "kayaknya jutek banget."
"iya... Tapi sebenarnya dia baik kok, mungkin lagi ada masalah kali, jadi kelihatan cuek begitu." jawab Nazar.
"masa sih? Perasaan dari pertama kali ketemu juga dia mah kayak gak suka gitu sama aku." ucap Rahma sambil berjalan menuju tempat mereka meletakkan sepeda, yang ternyata sudah cukup jauh mereka berlari tadi dari tempat awal.
"ya iya lah dia kan perempuan normal, mana mungkin suka sama kamu." Nazar tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. Kemudian berjalan sejajar disamping Rahma.
"ihh, bukan gitu maksudku."
"terus apa? Kalo dia suka sama aku tuh baru wajar." kata Nazar.
Rahma memperlambat langkahnya, sedikit berpikir. Sepertinya dia memang suka padamu. "mungkin juga begitu." sambung Rahma, melanjutkan kalimatnya yang tadi hanya diutarakannya dalam hati.
"begitu apa? Udah ah, ngapain sih bahas Desy, mending sekarang aku anterin kamu ke lokasi syuting." Nazar menaiki sepedanya, lalu, "ayo naik."
Rahma menurut saja, karena memang tidak ingin merusak harinya hanya untuk membahas wanita itu, Desy maksudnya.
Mereka melintasi jalanan yang sudah mulai ramai orang berlalu lalang, melewati jembatan, hingga memasuki jalan kecil ditengah perkebunan teh itu, yang ternyata memang milik keluarga Nazar. Jadi Nazar bisa mengawasi orang kerjanya sambil melihat proses syutingnya Rahma juga, karena sebagian besar lokasi yang akan dijadikan objeknya adalah perkebunan itu.
Perjalanan mereka diselingi canda tawa, Rahma tiada henti bercerita tentang pengalamannya selama menjalani profesinya. Dan Nazar, tetap seperti biasa, menjadi pendengar yang baik. Namun senyumnya tidak pernah luntur selama perjalanan itu, Nazar tidak bisa menutupi kebahagiaannya. Walaupun Rahma tidak melihat senyum itu, karena Rahma berada dalam boncengan belakang sepeda. Jadi sudah pasti Rahma tidak tau seperti apa raut wajah orang yang diajaknya bicara itu.Karena bahagia tercipta dari hati, tanpa diucapkan pun semua akan mengerti, ketika senyuman tiada hilang dari diri...
***___***
Yang baca, pasti sebagian besar adalah in dan sn, iya kan? Salam kenal yah, buat semuanya saja :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena hati, memilihmu {ending}
General Fictionteman kecil itu, kini telah tumbuh dewasa. takkan lagi kau dengar tangisnya ketika meminta permen, takkan lagi kau dengar teriaknya ketika mencarimu. karena hatinya tidak seperti dulu, kini dia memilih menyimpan semuanya seorang diri. sejak perpisah...