Chapter 7

276 15 8
                                    

Jam kukuk di ruang tengah berbunyi sembilan kali. Tak terasa sudah 3 jam aku membantu Bunda di dapur. Sedari pagi, kami sibuk membuat berbagai macam camilan untuk teman saat aku, Raka, Kayla dan Donny bermain monopoli nanti. Memang sudah biasa jika aku dan teman-teman berkumpul, Bunda dengan senang hati memasakkan berbagai makanan untuk kami. Susah memang kalau memasak adalah hobinya. Katanya, "Daripada jajan di luar. Lagi pula lumayan Bunda jadi bisa tahu hasil dari percobaan Bunda." Ya, selain suka memasakkan makanan hasil request teman-temanku-biasanya Raka atau Donny, Bunda juga suka mencoba resep baru. Dan kami dijadikannya kelinci percobaan.

Tapi kali ini Bunda sedang tidak ingin mencoba resep baru. Bunda hanya memasak lasagna, pempek, dan puding mangga. Justru hari ini aku yang mencoba resep baru, yaitu es pisang cokelat. Resepnya kudapat dari hasil sharing di news feed facebook-ku. Karena sangat mudah cara membuatnya, maka aku coba saja. Hanya pisang yang dipotong kemudian ditusuk dengan tusuk gigi. Dinginkan sebentar di freezer. Lalu keluarkan dan celupkan ke dalam cokelat cair dan gulirkan di atas taburan Ceres warna-warni. Masukkan kembali ke freezer. Sajikan ketika akan disantap. Semudah itu. Makanya aku berani mencoba.

"Nda, meja makan udah beres nih. Apalagi yang mesti aku kerjain?"

"Nggak ada. Ini ayamnya tinggal dipanggang aja di oven. Kangkungnya ditumis mendadak aja nanti," kata Bunda menyebutkan menu makan siang hari ini. "Kamu mandi aja, nanti teman-temanmu keburu datang, lho. Piring biar dicuci sama mbak Novi aja" lanjut Bunda.

"Oke. Aku mandi dulu ya. Kalau anak-anak udah datang, suruh langsung ke gazebo aja, Nda."

***

"Kita ngapain sih main monopoli gini? Main Get Rich kan bisa? Sama aja!" gerutu Donny sambil membereskan lembaran uang monopoli.

Aku yang sedang merapihkan kartu kesempatan di sampingnya, menjelaskan apa alasanku mengajak mereka bermain monopoli. "Biar syaraf motorik kita berkerja, Donny Hadiwinata." Sengaja kusebut nama lengkapnya, agar dia memperhatikan ucapanku. "Lagi pula nggak baik kan terlalu lama natap layar handphone. Terus nggak asyik lagi, suasana permainan dan perlombaannya nggak terasa. Lawannya aja sering kita nggak kenal."

"Kata siapa suasana perlombaannya nggak terasa? Lo sih nggak pernah main game online. Coba main COC deh. Dijamin seru, ya nggak, Ka?' ia meminta dukungan dari Raka.

Hhh. Boys and their hobby, playing games.

"Yo'i. Tapi nggak ada salahnya juga kok main secara langsung kayak gini. Hitung-hitung melestarikan permainan ini biar nggak punah. Tinggal main aja, Don, nggak usah banyak protes. Daripada main scrabble, di mana lo selalu kalah. Siapa tahu kalau main monopoli lo yang jadi pemenangnya."

Aku tertawa mendengar kalimat terakhir Raka. Sementara Donny hanya bisa mangkel karena Raka malah mengejeknya.

"Kayla datang jam berapa nih?" Tanya Raka.

"Semalam dia telepon, katanya acaranya sampai jam 11. Hanya perkenalan dan memberi informasi apa saja yang harus disiapkan untuk rangkaian penerimaan anggota OSIS/MPK yang baru. Jadi ingat peristiwa dua tahun lalu ya."

Dua tahun lalu bisa dikatakan awal persahabatan kami. Kami berempat, plus teman sekelas kami yang bernama Adhit, mendaftarkan diri untuk menjadi anggota OSIS. Kebetulan aku, dan Raka sekelompok. Sementara Kayla mendapat kelompok bersama Adhit. Donny terpisah dari kami dan berkelompok dengan siswa dari kelas lain.

Dalam rangkaian penerimaan anggota baru itu, tentu saja diterapkan hukuman untuk setiap pelanggaran. Bertujuan untuk membuat kami disiplin jika sudah menjadi anggota OSIS/MPK. Yang namanya hukuman tentu saja tidak ada yang enak. Salah satu hukuman yang sudah menjadi tradisi adalah memakan Biskuat. Jangan salah dulu, ini bukan sembarang makan seperti kita menikmati biskuit itu sebagai camilan.

ConfessionWhere stories live. Discover now