Side : 3

1.5K 74 8
                                    


Sore ini, langit terlihat tampak cerah dengan bias sinar mentari yang menambah kesan hangatnya sore kali ini.

Dengan pelan, Chelsea mengayuh sepedanya menuju perpustakaan daerah di kawasan dekat rumahnya. Tadi sepulang sekolah, ia dan Bagas sepakat untuk membahas soal-soal yang diberikan Pak Udin. Meskipun dengan rasa kesal yang masih tersisa dalam dirinya, Chelsea tetap harus profesional dalam menjalani tugas ini. Terpaksa memang.

"Telat 13 menit, " seloroh laki-laki itu saat setibanya Chelsea di sana.

"Who cares?" balas Chelsea yang mulai mencari buku ensiklopedia ditemani Bagas di sampingnya.

"Actually, me."

"But, I don't care."

"Lo kalo ngajak ribut jangan disini!" teriak Bagas tak sadar akan kondisi dan situasi. Hingga membuat semua mata memandang kearahnya.

"Shut up!" bisik Chelsea lalu memukul mulut laki-laki itu dengan buku yang di pegangnya.

"Duh. Sakit bego, " ujar Bagas sambil mengusap bibirnya yang panas. Dan mengikuti langkah Chelsea menuju bangku lesehan yang tersedia.

"Jadi cewek itu yang lemah lembut. Bukan sangar kayak gini, " sindir Bagas.

Chelsea yang mendengar itu tak berniat membalas sindiran Bagas kali ini. Yang ia tahu, ia harus buru-buru membahas soal di hadapannya dan segera berlalu dari laki-laki macam Bagas.

Sedangkan Bagas sendiri hanya memutar bola matanya keki. Walau tak ayal menjaili gadis itu adalah kesenangan baru baginya.

Menurut sebagian orang, matematika adalah sebuah momok menakutkan yang berharap dapat di musnahkan dari muka bumi ini. Tapi tidak bagi gadis seperti Chelsea. Otaknya seolah langsung bekerja setiap kali matanya melihat begitu banyak angka yang tersuguh.

Berbeda dengan Bagas. Laki-laki itu lebih memilih pelajaran kimia daripada matematika. Walaupun sama-sama menggunakan rumus di dalamnya, tetapi kimia lebih banyak menampilkan reaksi-reaksi zat yang membuat Bagas gatal ingin selalu berada di laboratorium dan berkutat dengan zat-zat kimia dan reaksinya.

"Lo mahir matematika?" tanya Bagas sesaat setelah Chelsea mengeluarkan buku diktat matematikanya yang super tebal.

Melihat gadis di depannya lebih memilih bungkam, Bagas melanjutkan kembali ucapannya. "Kalo orang tanya tuh di jawab. Bukannya di cuekin."

"Berisik."

"Gue cuma nanya."

"Bodo."

"Hah."

•••

Hujan.

Dua orang itu --Chelsea dan Bagas-- terjebak dalam guyuran hujan yang tiba-tiba melanda daerah itu.

Berulang kali Chelsea menggerutu tak jelas menatap langit yang sudah gelap dan hujan yang tak kunjung reda. Ia sama sekali tak mengira bahwa malam ini akan turun hujan. Pasalnya sore tadi, langit tampak cerah dan tak terlihat mendung sama sekali.

"Pake jaket gue. Kayaknya lo kedinginan," ucap Bagas tiba-tiba sembari menyampirkan jaketnya ke bahu Chelsea.

Chelsea yang melihat itu bergidik geli. Perlakuan yang di berikan Bagas kepadanya mengingatkan Chelsea pada salah satu adegan sinetron yang kerap kali di tonton mamanya di televisi.

"Basi, " komentar Chelsea sewot.

"Lo nggak tahu caranya bilang makasih ya?"

"Nggak."

Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang