Biarkan semua ini mengalir begini adanya, dan biarkan Tuhan mengatur apa yang berhak menjadi kehendak-Nya.•••
"Lo?!" teriak Chelsea sembari mengacungkan jari telunjuknya kearah manusia yang kini tengah berdiri tepat di depannya. Membuat orang tersebut mengerutkan dahi tanda tak paham, seolah-olah gadis di depannya itu mengenal baik dirinya.
"Kamu kenal saya?" kata orang itu, lebih tepatnya seorang pemuda yang Chelsea perkirakan umurnya tak berbeda jauh dengannya sendiri.
Dan Chelsea masih tetap dalam posisi awalnya, mengabaikan pertanyaan laki-laki tadi. Mulutnya menganga kecil, dan kedua pupil matanya melebar sedari tadi.
"Halo. Saya sedang bicara dengan kamu," lagi-lagi laki-laki itu mencoba memecah lamunan Chelsea.
"A-ah. Lo kok bisa di sini?" tanya Chelsea akhirnya.
Laki-laki tersebut mengangkat sebelah alisnya bingung, "memang, sebelumnya kamu melihat saya dimana?"
"Bukannya tadi lo jalan di belakang Bagas?" Hingga sebuah kenyataan seolah menyadarkannya. "Eh maksud gue--."
"Kamu kenal dengan Adik saya?"
"Adik?!"
"Iya. Bagas. Dia Adik saya. Memangnya kenapa?"
Chelsea hanya menggeleng tak habis pikir. Sulit untuk mempercayai perkataan laki-laki berkacamata di hadapannya kini. Ia sendiri benar-benar tidak menyangka jika laki-laki macam Bagas ternyata memiliki seorang Kakak. Bahkan dari segi tampilannya pun tampak jauh berbeda dari pandangan mata.
"Tampaknya kita perlu bicara," belum selesai Chelsea merenung. Tangan kanannya terasa ditarik oleh seseorang yang nyatanya tengah menuntun dirinya untuk duduk di bangku tengah ruangan restoran tersebut.
"Kamu mau pesan apa? Biar saya yang traktir," laki-laki tadi memberikan penawaran pada Chelsea.
Gadis itu hanya menggeleng, "Nggak perlu. Gue udah makan tadi."
"Oh, ya sudah kalau begitu. Jadi, kamu kenal Adik saya?"
"Nama lo siapa?"
Laki-laki itu terlihat terkekeh pelan. "Astaga. Saya sampai lupa memperkenalkan diri. Nama saya Bagus. Bisa dibilang, saya kembarannya Bagas. Kami lahir hanya terpaut beberapa menit dari rahim yang sama," penjelasan Bagus baru saja membuat Chelsea mengangguk tanda paham, meski dalam hati ia mengaku cukup terkejut dengan kenyataan baru yang didapatnya ini.
"Kok gue nggak pernah lihat lo di sekolah?"
"Memang. Sekarang saya sudah kuliah semester dua. Karena dulu saya sempat ikut kelas akselerasi." tutur Bagus. "Jadi, kamu kenal dengan Adik saya?" imbuhnya lagi.
Kali ini, Chelsea mengangguk. "Dia partner olimpiade gue."
"Oh begitu. Bagas juga pernah bilang ke saya jika dia mengikuti olimpiade. Tapi sayangnya dia tidak bicara apa-apa tentang kamu." kata Bagus seraya tersenyum lembut. "Jadi, nama kamu?"
"Chelsea," ujar Chelsea singkat dan padat.
"Baiklah. Senang bertemu denganmu, Chelsea. Dan sepertinya saya harus kembali, tidak enak jika keluarga saya menunggu terlalu lama."
Belum sempat laki-laki itu berdiri dari duduknya, Chelsea dengan cepat menahan kepergian Bagus. "Sebentar."
Bagus mengerutkan dahinya bingung atas perkataan gadis di depannya yang seolah menahannya untuk beranjak. Namun tak ayal, Ia kembali duduk juga.
"Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" tanya Bagus dengan pembawaannya yang tenang.
Ragu-ragu, Chelsea bertanya."Uum ... Sebenarnya, ada acara apa kalian di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Other Side
FanfictionKatakanlah dia kaku, atau bahkan beku. Binar mata yang dulu terang benderang, kini redup seiring waktu berjalan. Senyum yang dulu pernah merekah, kini tak pernah lagi singgah. Hanya karena masa lalu, dia jadi begitu. Seolah takdir tak pernah berh...