Revan tengah asik memainkan game favoritnya. Ia sengaja tidak melakukan hal tersebut ketika berada disekolah, demi menghindari tatapan curiga yang di berikan teman-temannya. Terlebih teman sebangkunya. Diana. Sebenarnya bukan masalah besar, hanya saja Revan memilih lebih baik mencegah dari pada harus memikirkan alasan ketika ada orang yang menatapnya heran. Sedang asik menghancurkan musuh di dalam game sambil menyelam dalam fikirannya. Ketukan pintu yang Revan sangat kenali tiba-tiba menggema. Ia hafal betul bagaimana cara eyang mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok
Tok tok tok
"Revan kamu masih hidup gak sih?" Seru eyang merasa sejak tadi tidak mendapat sahutan dari cucunya
"Masih eyang!" Teriaknya
"Tolong Van beli keperluan rumah yang udah pada abis , Sekalian beli makan malam."
"Iyaa bentar."
Konsentrasi cowok itu terpecah, otaknya bermain untuk game yang ada di tangannya, sedangkan telinganya berusaha menyerap perkataan Eyang.
Tok tok tok
"Ya Tuhan. Apalagi eyang?? Ini Evan lagi pushrank."
"Cucu durhaka bukain pintunya!" Serunya lagi yang masih setia di depan pintu kamarnya
Revan benar-benar lupa ia mengunci pintu kamarnya. Pantas sejak tadi Eyang yang biasanya tidak mendapat sahutan darinya langsung menggerebek kamarnya, namun kali ini tidak. Cowok itu menepuk jidatnya kemudian membukakan pintu.
Begitu puntu terbuka ia langsung mendapat jeweran, "Bener-bener kamu ya di panggilan gak nyaut, sekalinya ngejawab lebih mentingin game di banding Eyang yang bediri dari tadi disini!"
Revan mengaduh kesakitan. "Aduh duh, Lepasin ih Evan bukan anak kecil."
"Hobi kamu gak ada yang lain selain bikin eyang kesel?"
Cowok itu memohon, "Iya ampun."
Eyang menghela nafas kemudian melepas jewerannya. "Cepet ganti baju, ke minimarket sana!"
"20 menit lagi deh, tanggung ini bentar lagi Evan menang."
Eyang memelototkan matanya. "Itu game gak bisa ngasih kamu makan. Cepet sana. Kamu belum makan juga. Minimarket juga keburu tutup!"
Revan menghela nafas pasrah. "Yaudah iya."
Lebih baik cowok itu mengalah, percuma pasti ia kalah jika berhadapan dengan ratu debatnya. Menghela nafas ia meminta list yang langsung diberikan oleh sang eyang.
Revan memilih minimarket yang letaknya di ujung komplek, sekalian dekat dengan nasi goreng langganannya dulu. Sambil menunggu pesanan nasi gorengnya. Ia berbelanja kebutuhan rumah yang sudah mulai habis.
"Sabun, pasta gigi, shampo, sosis, susu, roti, mie, minyak angin. Hm Apa lagi ya?"
Revan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Lah iya berasa jadi anak kostan."
Takut ada yang tidak kebeli, ia mencocokan list yang ada di tangannya dengan keranjang yang sudah terisi oleh beberapa barang. Merasa sudah lengkap ia segera menuju kasir. Saat sedang membayar, Revan mendengar suara yang familiar di telinganya. Ia memutar tubuhnya, matanya bersitatap dengan iris mata laki-laki yang sangat ia kenali. Buru-buru Revan membalikkan badannya kembali. Ia baru sadar akan penampilannya yang sekarang, sontak matanya membulat sempurna.
Nice. Begonya murni pemirsa
"Ngeliatin apaan lo?"
Cowok itu menunjuk ke arah Revan. "Itu orang kaya mirip siapa ya?"