First: Florist

325 12 2
                                    

"Satu bucket mawar putih, pita gold ya Kak Tam." Suara teriakan terdengar dari luar. Aku memilih bunga mawar putih yang masih segar dan bersih, aku berjalan menuju rak pita dan peralatan merangkai bunga, baik semua sudah siap. Aku rangkai bunga itu hingga berbentuk bulat, yeay sempurna. Aku lilit pita gold disekeliling tangkai hijaunya yang kuat, baik satu bucket white rose.

"Ini Kim, sekarang kita jual 100 ribu saja ya, karena beberapa menit lagi kita tutup." aku tersenyum kecil

"Oke kak Tam" Kima mengangguk paham, sambil berjalan menuju meja kasir, dan menyodorkan pesan untuk pembeli terakhir kami. "Ini ya, selamat datang kembali ke florist kami."

Kenalkan namaku Tami, aku hobi merangkai bunga, dan aku mengambil kuliah dijurusan seni tari, disalah satu universitas seni di Bali. Aku aktif dalam masalah-masalah anak dan tergabung dalam organisasi peduli anak di Bali.

Aku lahir di pulau cantik, Bali. Hmm pulau yang tak membuat ku pusing untuk beralih ke pulau lainnya, aku damai.

Mahra Florist Bali, ini toko bungaku, yang aku dirikan enam bulan lalu, aku mencintai kuliahku, aktivitasku, dan pekerjaanku. Baiklah, ini tak semudah dan seindah yang kalian baca ataupun bayangkan.

Seperti yang aku tau, hidup itu bukan tentang bagaimana kita menjalaninya tapi tentang bagaimana kita memahinya. Sudahlah, arah pembicaraanku mulai tak beraturan.

pukul 17:58

"Kak Tam, dicari nih. Pulang duluan ya Kak Tam, besok aku datang lagi." Teriakan suara Kima mengagetkanku, yang sedang duduk dihalaman belakang toko.

"Iya hati-hati Kim, makasih ya."
Aku membalas.

Aku berjalan ke dalam toko sambil menutup pintu kayu toska dihalaman belakang toko, bukannya ini sudah jam tutup kenapa masih ada yang datang? Entahlah, sepertinya Kima lupa membalik tulisan di pintu depan toko, sebelum itu aku membereskan buku-buku, dan tasku, tanpa melihat siapa yang ada di depan toko, aku matikan lampu toko, dan sekarang tinggal lampu aquarium yang terlihat terang.

Rupanya dia, memang seperti makhluk tak diundang, dan tak jelas tujuannya. Tanpa sempat menyapa, aku menutup pintu toko, dan ternyata Kima memang tak lupa membalik tulisannya dari "open" menjadi "close" .

"Cepet Tam gak ada waktu nih, aku sibuk." Tanpa melihatku, dia tetap saja memberi punggung sialan itu.

Aku masih tak menjawab dan tetep sibuk membereskan bagian depan tokoku, karena besok akan ada pameran di depan toko untuk menyambut anak-anak. Itu memang rutinitas dan kebiasan floristku di hari minggu toko kami membuka pameran kecil dan memajang koleksi bunga kertas kami, dan biasanya banyak anak-anak yang datang untuk melihat, kedengarnya memang konyol tapi aku suka anak-anak.

"Siput aja lebih cepet."
Dia kembali mengoceh, harusnya memang dia tak perlu datang.

"Udah? Mau apa?"

"Pulang, aku mau kerumah."

"Ngapain? Aku sibuk."

Raut mukanya mulai memanas, tanpa basa basi dia menyeretku menuju motornya yang diparkir disebrang tokoku, prilaku yang tidak sopan, dan tampilan yang seperti badboy. Di menggenggam tanganku dengan erat, bahkan bertambah erat saat akan menyebrang.

"Lepasin aku bisa pulang sendiri, kamu duluan aja, aku perlu mampir ke toko pita." bentakku kearahnya.

Dia hanya diam menatapku, dia menyodorkan helmnya, dan menghidupkan mesin motornya, dia benar-benar tidak peduli dengan apa yang kukatakan. Sialan. Dimenoleh kearahku, dan memberi kode agar aku naik ke motornya. Tuhan, monster ini ingin aku racuni.

Tak ada pilihan lain selain ikut pulang dengannya atau aku akan memasukan diri kedalam lubang hitam. Aku menngangguk paham dan memasang helmku. Ini pemaksaan, dan aku benci setiap kali hal ini terjadi.

Motornya mulai melaju kencang dengan kecepatan yang tidak bisa dideskripsikan. Kami melewati alun-alun pusat kota, dan patung caturmuka. Suasana kota yang seperti ini yang aku suka dari Bali, aku sangat menikmati ini.

"Pegangan Tam!"

Dia berteriak memecah suasana ini, dia tak pernah bicara dengan baik, entahlah mungkin dia sudah tak punya otak lagi, coba saja cek.

TO PANJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang