8 | Cukup

82 6 1
                                    

Aku berdiri di depan meja hiasku menyisir rambut ikal ku yang hitam, sedikit bedak dan lipgloss soft pink menghias sebagaian wajahku. Malam ini aku akan pergi dengan Bima, hem sepertinya ini tidak buruk. Ponselku berdering, ada free call line. Bima. Cepat aku mengangkatnya.

"Halo Bim." sambil aku memakai cardigan hitam favoriteku. "Sini aja aku udah siap."

"Oke Tam 10 menit lagi aku sampai ya Tam." Diujung sana Bima menjawab sangat ramah.

"Siap Bim." Aku memustuskan sambungan telponnya, aku bergegas keluar kamar. Sambil memakai flatshoesku, tiba-tiba kutu itu melintas cepat di depan kamarku, sialan dia pasti bertanya ini-itu.

"Eh kak Tam mau pergi kemana? Pasti mau pergi bareng kak Panji ya?" Sialan kutu ini sangat sok tau. Oh ya dia Ratna adik pertamaku, dia memang jarang dirumah karena kesibukannya sebagai ketua osis, satu kata untuk mendeskripsikannya, dia sangat perfect.

"Boleh tau, tapi jangan sok tau, minggir-mingir." Aku mendorong pelan tubuhnya, dengan sangat kesal.

"Eh Kak Tam langgeng ya, efek jadian bikin kakak cepet sensi ya." Dia meledekku dasar kutu sialan. "Katanya gak suka sama kak Panji tapi malah dipacarin, dasar anak tari labil." Sekali lagi dia meledekku dan mentertawaiku.

"Diam, siapa bilang aku pacaran sama Panji, sana pergi urus saja pr-prmu, kasihan."

"Kak Panji sendiri yang bilang ke aku, udah sana pergi nanti pacarnya ngambek." Dia berlari dan tertawa lepas sementara aku berdengus sangat kesal.

Awas saja Panji, dia sangat menghumbar, sialan. Mending kalau pacar beneran ini mah cuma pura-pura. Tanpa memikirkan itu, aku bergegas keluar. Aku berjalan dan duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu Bima.

"Permisi, ada Tami tante?" Suara yang aku kenal di depan pintu , dan  terlihat ibu yang membukakan pintu untuk dia. "Saya Bima tante, temen kuliah Tami."

"Oh iya Bima masuk masuk Tami di ruang tamu." Aku dengar ibu mempersilahkan Bima masuk.

Tak lama ibu memanggilku, untuk ke dapur. Terlihat Bima menuju arah ruang tamu, namun aku memberi kode untuk pergi sebentar ke dapur. Bima duduk di sofa ruang tamu sambil tersenyum simple.

"Ibu kenapa?"Aku memeluk ibu dari belakang. " Oh iya Bu dia Bim.."

"Diam Tam, kamu selingkuh di belakang Panji?" Ibu, apa yang ibu katakan? bagaimana mungkin ini selingkuh, bahkan Panji bukan siapa-siapaku, ya tuhan ibu terlihat sangat marah.

"Tenang bu dia cuma teman kuliahku, lagipula Panji mengenalnya aku juga tidak mungkin selingkuh dibelakang Panji." Aku membisik pada ibu agar Bima tak mendengar percakapan kami. Andai ibu tau yang sebenarnya, ternyata berpura-pura itu sangat merepotkan, semua ada batasannya.

"Dengar Tami ibu tidak mau kamu mempermainkan Panji." Sekarang nada bicara ibu semakin serius, dan aku hanya bisa bisu dan sangat kalut, otakku mulai tak berfungsi.

"Sudah Bu, aku hanya pergi nonton, aku gak ada hubungan spesial kok sama Bima, Tami pamit dulu ya Bu."

"Ingat kalau sampai kamu selingkuh, ibu akan sangat malu Tam."

"Iya Bu percaya sama aku, sekarang aku pamit Bu, bye." Aku mencium pipi kanan ibu dan memeluknya, ya setidaknya tindakan ini bisa membuat ibu lebih yakin.

pukul 19:36

Sekarang motor Bima melaju sangat cepat dijalanan kota Denpasar, kami melewati jalanan gajah mada, pasar tradisional, dan lampu-lampu jalanan dimalam hari.

"Pegangan Tam." Bima berteriak memberi tanda kalau dia akan menanmbah kecepatan motornya. Aku sangat rindu menaiki motor bersama Panji, iya sangat rindu. Apa ini kenapa aku memikirkan dia, sudah Tami. Panji sudah punya pacar, untuk apa kau pusingkan.

TO PANJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang