10 | Lengan Panji

95 8 2
                                    

Pagi ini jauh berbeda dari pagi sebelumnya, hari ini aku punya lembaran baru dan aku tinggalkan lembaran usangku. Tuhan terimakasih untuk hadiahmu, dia Bima.

pagi Tam, masih kayak mimpi karena kemarin, aku jemput ya.

Pesan line dari Bima mendarat di pagi buta. Jadi ini pacaran yang sesungguhnya, cukup menarik. Sejauh aku berharap aku tak pernah merasa seistimewa ini, terimakasih Bima.

oke, ditunggu ya Bimaa ;)

Aku membalas pesan Bima, walau sebenarnya aku belum yakin akan perasaanku pada Bima, tentu kalian tau itu. Tapi, didekat Bima aku merasa lebih aman dan nyaman, bahkan sangat terlindungi, aku bersungguh-sungguh. Cahaya lilin yang selalu membuatku nyaman, rupanya telah terganti oleh kehadiran Bima, awalnya aku kira Panji, rupanya aku salah.

Kau layaknya cahaya, sangat bersinar penuh kehangatan, dan kadang hilang bersama mendung. Panji.

"Tam ayo bangun Bapak perlu bicara." Bapak membuka pintu kamarku, sontak membuatku kaget, tak biasanya bapak bangun sepagi ini, yah karena bapak selalu mengerjakan desainnya sampai larut. Bapak arsitek kebanggaanku. "Bapak tunggu diruang kerja Tam."

"Iya Pak, aku basuh muka dulu ya Pak." Aku beranjak dari kasur malasku berjalan keluar kamar menuju washtavel dekat ruang kerja Bapak, aku membasahi seluruh wajahku, dan mengumpulkan nyawaku.

"Duduk Tam, Bapak baru selesai desain villa yang di Kuta, kamu tertarik untuk melihat?" Aku sangat rindu menemani Bapak membuat desain barunya seperti waktu aku kecil, aku belajar megadang, mewarnai, dan memilih masuk sekolah seni sesungguhnya karena Bapak, dan karena terlalu dekat dengan Bapak, aku jadi terlihat sangat tomboy. "Sini Tam."

"Iya Pak, ini desain yang baru, aku boleh ikut kalau nanti proyeknya sudah jadi?" Aku antusias dengan ini, karena dulu aku juga sangat sering menemani bapak untuk berkunjung ke proyeknya.

"Tentu saja, Tam bapak boleh tanya?" Bapak menatapku dengan bertanya, dan aku memperbaiki posisi dudukku menjadi serius. "Apa kamu benar pacaran dengan Panji?"

Hantaman keras sekali lagi menamparku begitu keras dan menyakitkan, kenapa bapak harus bertanya begini, jangan Pak aku tidak mau menyakiti atau membohongi Bapak.

"Tam, kenapa? Tenang Tam bapak gak mungkin marah, ini sudah saatnya kamu memilih jalanmu kamu bukan anak sekolah yang masih bapak larang untuk pacaran, kamu ini Tam." Bapak terlihat berbeda, kalau dulu Bapak benar-benar melarangku membawa teman laki-laki kerumah kecuali Panji, dia melarangku untuk pacaran sampai aku lulus SMA, Bapak lebih mirip intel, dia begitu ketat pengamanan.

"Iya Pak, tapi tenang Pak ini cuma pacaran bodoh, jadi Bapak..."

"Sudahlah Tam, lagian Panji itu calon tunanganmu, Bapak tidak masalah." Bapak tersenyum begitu lepas, dan membuat keringat dingin membasahi sekujur tubuhku, sial kenapa jadi sepanjang ini.

"Iya Pak aku balik ke kamar ya Pak, hari ini ada kelas pagi." Aku beranjak dari kursiku , dan berjalan keluar dari ruang kerja Bapak, sekali lagi aku tertampar sangat kuat dan mengenaskan.

Tuhan aku lelah. Bagaimana mungkin aku bersembunyi dibalik kebohongan, dan nyatanya pacarku Bima.

pukul 8:45

"Tam, temanmu ada di ruang tamu. Kemana Panji? Kenapa selalu Bima yang datang menjemput?" Ibu datang tanpa diundang, benar-benar membuat mukaku pucat, walaupun kini aku sedang memolesnya dengan hiasan.

"Oh i-ya-ya Bu, Panji kan beda kelas jadi dia juga sibuk, lagian Bima kan teman satu kelas, lagian juga Panji kenal Bima,Bu." Aku begitu sulit menjelaskan, seperti diawal aku tidak pandai berbohong.

TO PANJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang