FIFTH : Dia?

92 5 3
                                    

"Jangan lupa aku jemput jam 8."
Dia membalikkan badannya, sekarang dia sudah di depan pagar rumahnya.

"Iya ribet banget."
Aku menghidupkan motorku dan pergi meniggalkan rumahnya.

pukul 19:22

Ini terlihat seperti kencan pacaran pura-puraku dan Panji, eh Tami kau gila. Apa yang kau pikirkan, kenapa bangga sekali menjadi pacar pura-pura? Batinku mulai kesal dengan pikiranku.

Aku tak tau harus pakai baju apa, kenapa aku harus pusing bukankah aku sering keluar juga dengan Panji, tapi kenapa yang satu ini terlihat membingungkan?

"Tam, cepat keluar ada Panji di ruang tamu." Ibu mengetuk pintu kamarku. Sialan kenapa dia sangat cepat, dia tidak menelpon atau apalah. Dasar manusia gila. Kapan dia tidak membuatku menjadi susah.

"Iya bu masih ganti baju bentar."
Aku sekarang sedikit kesusahan menata rambutku, jangan sampai aku jadi kacau sekarang. Tenang Tam ini hanya acara pementasan anak S2 seni tari, pakai saja kemeja hitam celana jeans dan flatshoesmu kemudian keluar dengan cepat, hmm.

"Tam buruan." Sialan dia sekarang di depan kamarku, jangan masuk atau aku bunuh kau.

"Tetap disana aku benci celotehanmu, Nji." aku mulai meggerutu, baik baik aku akan keluar, dia memang tidak sabar.

Aku berjalan cepat keluar kamarku, perfect dia sangat rapi malam ini, tuhan aku ingin kencan sekali saja dengannya, meski aku tau ini tak nyata, ini hanya pura-pura ayolah Tam sadar. Rambut gondrongnya sangat menarik, ini mata Panji, aku menyukainya, berhenti drama aku muak dengan perasaanku.

"Gilak, gue suka gaya lo." Dia tertawa sangat puas, tapi aku tak marah karena dia... taulah.

"Cepetan yuk, mobilnya dapet?"

"Dapet dong, aku bilang sama ibuk kalau aku mau jalan-jalan bareng kamu." Dia menyengir seperti monyet, tapi dia sangat menarik, Panji sini aku bisikin, aku suka kamu.

"Oh, bagusdeh."

"Makasih ya Tam, hari ini aku ganteng kan?" Dia mendekatkan wajahnya yang hanya beberapa inci dari wajahku, jangan menatapku atau bola matamu akan aku congkel, matamu, oh tidak.

"Y aja, sini aku kasi tau, kamu itu ganteng kalo lagi tidur aja Nji." Aku sangat serius untuk itu Nji, itu dari hati banget, paham sedikit saja.

"Perempuan gila." Dia tertawa sangat keras dan mendorongku dari belakang untuk keluar menuju pintu depan.

"Eh kalian mau kemana? Tumben, rapi banget." Ibu menghentikan langkah kami dari belakang.

"Eh bu Tami mau ke Ardha Chandra dulu ya sama Panji, jugaan besok kan minggu." Aku berpamitan dan mencium ibu.

"Nah gitu dong kalian harus sering keluar sama-sama, ibu kan jadi sedikit ada harapan untuk.."

"Jangan macam-macam bu, udah ya kita pergi dulu, Bu."

"Permisi Buk De."

Aku masuk ke dalam mobil Panji, dan Panji sudah duduk di posisinya, mobilnya melaju kencang dijalanan Kota Denpasar, malam ini aku merasa sangat nyaman, dia benar-benar memikatku, Panji aku ingin merasakan genggaman tanganmu, bagaimana rasanya? Aku ingat terakhir dia meggenggamku saat itu, kita masih SMA kelas 1 saat dia takut aku pergi karena ulahnya, itu sangat lucu.

"halo, iya sabar masih di jalan tunggu di depan aja ya nanti aku samperin." Suara telpon Panji mengagetkanku, dia berbicara dengan seseorang di telpon.

"Siapa?"

"Kepo banget Buk." Dia tertawa kecil.

Masa bodoh dengan telponmu, makhluk gila. Sekarang aku sudah melewati alun-alun kota, sedikit lagi kami sampai.

TO PANJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang