Tata melihat pekatnya langit malam dan juga gemerlap bintang yang menjadi temannya selama bererapa hari ini.
Kedua matanya tampak sayu. Fikirannya sudah melayang entah kemana. Semanjak ia kehilangan kekasihnya, Bima. Tata berubah menjadi pribadi yang tertutup. Jiwanya hampa seakan ikut mati bersama sang kekasih hati.
Tak pernah ia sangka jika akan seberat ini ujian yang Tuhan berikan untuknya. Kadang hatinya kembali bertanya, kenapa Tuhan mengambil orang yang ia cintai dengan begitu cepat?
Canda dan tawa masih teringat jelas dalam benaknya. Membuat ia menduga jika apa yang ia alami hanya sebuah mimpi buruk belaka. Namun, kenyataanya sekarang ia sudah kehilangan. Kehilangan belahan jiwanya.
Mengingat semua itu kembali membuat Tata meneteskan air mata. Entah sudah berapa banyak liter air mata yang ia keluarkan tapi rasanya masih belum cukup mewakili betapa sakit hatinya saat ini.
Tata memukul dadanya yang terasa sesak dan menghimpit, mencoba menghalau perasaan tak asing yang kembali memenuhi relung hatinya.
Entah sudah berapa lama ia menangis sampai ketukan pintu dikamarnya membuat air mata itu terhenti.
"Siapa?" Tanyanya dengan suara serak.
"Ini mama nak."
Dengan cepat Tata menghapus sisa air matanya, "Masuk ma, gak dikunci kok."
Pintu terbuka menampilkan Linda yang menatapnya dengan khawatir.
"Kamu nangis lagi nak?"Dengan cepat Tata menggeleng, "Enggak kok ma."
Namun sang mama tentu tak bisa dibohongi, dengan menghela nafas kasar ia memaksa Tata mendongak, "Dengar mama nak! Kamu gak bisa terus-terusan seperti ini. Kamu harus kembali bangkit melanjutkan hidup. Mama yakin nak Bima juga pasti tidak mau kamu terus bersedih seperti sekarang. Ingat, kamu masih punya papa dan mama."
Tata memaksa untuk tersenyum, "Iya ma, Tata ngerti. Mungkin Tata cuma butuh waktu untuk menerima semuanya."
Linda mengusap rambut Tata dengan sayang, "Mama yakin kamu pasti bisa melewati semua ini." Ujarnya dengan tersenyum hangat.
"Oh ya, besok akan ada keluarga Om Handoko. Mama harap kamu mau nememui mereka."
Kedua alis Tata terangkat naik, "Kenapa Tata harus menemui mereka ma?"
"Karna Om Handoko mau melamar kamu untuk anaknya, Adit."
Seketika kedua manik mata Tata melebar dengan sempurna, "Mama pasti bercanda." Ujarnya tak percaya.
Linda menggeleng, "Mama gak bercanda nak."
"Tapi Tata gak mau dijodohkan ma. Apalagi dengan laki-laki yang belum Tata kenal." Tolaknya.
Linda mengambil kedua tangan Tata menggenggamnya dengan erat, "Iya mama ngerti. Tapi Mama melakukan ini semua karna Mama sayang sama kamu. Mama gak mau liat kamu terus-terusan terpuruk seperti sekarang. Papa gak mungkin sembarangan memilih calon suami untuk kamu nak. Mama juga yakin nak Adit yang terbaik buat kamu, percayalah sayang. Mama mohon turuti permintaan kami."
Tata menelan ludah dengan susah payah, nafasnya seakan tercekat sekarang. Bagaimana mungkin mamanya memilihkan jodoh untuknya disaat ia masih belum bisa melupakan Bima.
"Papa dan Mama sudah tua nak, tidak ada yang bisa menjamin umur kami. Untuk itu, sebelum Mama dan Papa pergi, kami ingin melihatmu menikah dan bahagia." Ucap Linda dengan sura bergetar.
Melihat semua itu membuat Tata tergugu. Dia sudah cukup banyak membuat keluarganya ikut bersedih dengan perubahannya selama ini. Dan sekarang mamanya memohon dengan wajah penuh harap. Lalu apa yang harus ia lakukan?
"Kamu mau ya nak?"
Dengan menghembuskan nafas dalam, Tata akhirnya mengangguk.
"Iya ma, Tata mau." Kalimat itu akhirnya terucap dari bibirnya. Kalimat yang akan mengubah segalanya. Kalimat yang mungkin akan membuat hidupnya kembali dalam kubangan kesedihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thalita Wedding Story
RomanceThalita Meyda Zahira wanita berumur 24 tahun yang memutuskan menutup diri semenjak kekasihnya Bima meninggal. Sang Mama yang khawatir akan kondisinya berniat menjodohkannya dengan Aditya Handoko. Pria berumur 26 tahun yang berkepribadian dingin dan...