Bagian 16

33K 1.7K 15
                                    

Happy Reading !!

Tata POV

Aku berlari di koridor rumah sakit diikuti kedua orang tuaku, aku tak memperdulikan tatatapan orang-orang yang memandangku dengan aneh. Nafasku tersenggal-senggal keringatku mulai bercucuran. Tak ada yang lebih penting aku harus segera mengetahui keadaan Bima. Tampak di ruang tunggu sudah ada kedua orang tua Bima.

"Om, tante bagaimana keadaan Bima?" Tanyaku dengan nafas tersenggal senggal.

"Dokter sedang memeriksanya nak."

Tak lama salah seorang suster keluar dari ruangan Bima.

"Keluarga bapak Bima."
Kami berlima menghampiri suster tersebut.

"Bagaimana keadaan anak saya sus?" Tanya om Hilman, papa Bima.

"Pasian terus memanggil nama Tata." Ucapnya.

"Saya Tata sus." Aku mendekat ke arah suster tersebut.

"Tolong segera temui pasien."
Aku melirik orang tua Bima meminta persetujuan mereka.

"Masuklah nak" Ucap tante Anita, mama Bima.

Aku kemudian mengikuti langkah suster tersebut dengan perasaan yang diliputi ketakutan. Langkahku terhenti ketika melihat Bima yang terbaring lemah di atas brankar. Bima terlihat begitu pucat dan kepalanya dililit perban. Seketika air mataku turun dengan sendirinya, perlahan pandanganku mengabur. Aku sungguh tidak tega melihat Bima.

Aku melangkahkan kakiku mendekat ke arah Bima kemudian mengusap kepala Bima dengan sayang. "Bima...aku ada disini."
Bima membuka matanya kemudian tersenyum.

"Jangan menangis...aku tidak apa-apa." Bima mengusap air mataku yang tak hentinya mengalir.

"Bagaimana aku tidak menangis melihatmu seperti ini." Ucapku dengan suara bergetar. Sungguh aku begitu sedih melihat Bima terbaring lemah dengan kondisi kritis seperti ini.

"Sayang..maaf aku tidak bisa menjagamu lagi." Setetes air bening mengalir di pipi Bima.

Nafasku tercekat mendengar suara Bima yang terdengar putus asa, aku menelan ludah dengan susah payah kemudian menggelengkan kepalaku.
"Tidak jangan bilang begitu kamu pasti sembuh." Ucapku berusaha menyemangatinya.

"Percayalah sayang..walaupun aku tidak bisa berada disampingmu tapi aku akan tetap berada di sisimu selamanya." Suara Bima semakin melemah. Dia terlihat seperti sedang menahan sakit.

Air mataku semakin mengalir dengan derasnya. Saat ini aku sedang menyaksikan Bima yang sedang berjuang antara hidup dan mati, dan aku merutuki diriku sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk Bima.
"Jangan bilang begitu. Kamu pasti sembuh. Kamu gak akan kemana-kemana."

"Berjanjilah kau akan selalu tersenyum untukku." Bima mengangkat tangannya menyentuh pipiku dengan sayang. Aku meraih tangan Bima yang berada di pipiku dan mengecupnya, aku semakin terisak. Tuhan tolong sembuhkan Bima, jangan ambil dia dariku Tuhan !! aku tidak tau bagaimana jadinya jika aku harus berpisah dengannya, bahkan kami masih belum mewujudkan impian kami untuk bersama sampai tua.

"Berjanjilah sayang." Aku melihat wajah pucat Bima, bagaimana mungkin aku bisa berjanji untuk tersenyum jika sumber senyumakanku sedang terbaring lemah seperti ini.

"Percayalah kalau aku akan selalu ada disisimu." Aku kemudian menganggukkan kepalaku, tak mampu berkata-kata lagi.

Setelah berbicara denganku, Bima memanggil kedua orang tuanya.

Thalita Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang