"Chell, lo harus tau hal ini! Ini penting banget!" ujar Monik sambil menghampiriku.
"Ada apa?" tanyaku dengan suara pelan. Aku sudah tidak semangat untuk melewati hari ini.
"Tadi Kael lewat di depan gue persis, dan dia pake headset dari gue loh!" ujarnya dengan wajah yang sangat senang.
"Oh bagus dong." ujarku menanggapinya. Ya, dengan setengah hati tentunya.
"Kenapa? Kok lu bete gitu? Eh, kado dari siapa nih?" tanyanya sambil merebut kado yang tadi diberikan ihsan padaku.
"Buat lo aja!" ujarku sambil pergi meninggalkannya.
Ya, seharusnya aku sadar dari awal. Pertemuan aku dan Kael waktu itu bukan berarti awal kedekatanku dengannya. Aku harus sadar, kalau itu adalah sebuah kebetulan.
"Chell. Akhirnya gue ketemu lo lagi." suara itu terdengar tepat dibelakangku.
Saat aku menoleh..
"Kael?" ujarku sangat terkejut. Ternyata dia yang berbicara barusan.
"Kenapa? Kok kaget?" tanyanya sambil tersenyum. Senyum yang sama dengan waktu itu, tidak ada yang berubah. Senyum yang mampu mencairkan kebekuan hatiku.
"Gak apa-apa, gue pergi dulu." ujarku sambil berusaha meninggalkannya.
"Chell." dia menarik tanganku, menahanku untuk tetap berada disini bersamanya.
"Kenapa?" tanyaku dengan jantung yang sudah berdetak lebih cepat dari biasanya.
Dia melepaskan tangannya dari tanganku, kemudian berkata
"Apa yang ngebuat lo ngejauhin gue? Apa karena waktu itu gue tiba-tiba pergi dari tempat kos lu?" tanyanya.
Aku hanya menggeleng, walaupun perkataannya barusan benar, aku tak mungkin membenarkan perkataannya.
"Terus?" tanyanya kemudian
"Terus kenapa? Gue mau pergi dulu ya." ujarku kemudian melangkahkan kakiku untuk menjauhinya.
Namun ia kembali memegang tanganku untuk kedua kalinya.
"Jujur Chell, gue bingung lu kenapa."
"Lepasin tangan gue." ujarku sambil melepaskan tangannya dari tanganku.
"Waktu itu gue tiba-tiba pergi karena gue dapet telfon kalo nyokap gue kecelakaan." ujarnya
Ternyata aku salah menilai dia selama ini. Jadi ini alasan Kael waktu dia menghilang begitu saja dari tempat kosku.
"Terus gimana keadaan nyokap lu?" tanyaku kemudian.
"Sekarang udah mendingan kok."
"Bagus deh." jawabku kemudian.
"Gue juga beberapa kali dateng ke tempat kos lu lagi, tapi gue gak pernah nemuin lo. Sampe akhirnya ada ibu-ibu yang ngasih tau gue kalo lo ga tinggal disana lagi."
Oh, apa ini yang dimaksud ibu kos itu? Aku hanya diam, tak menggubrisnya dengan sepatah katapun.
"Oh ya Chell, kok lo gak pernah on ig sih?" tanyanya kemudian.
Kenapa harus ig lagi sih yang dia bahas.
"Gue udah uninstall, emang kenapa? Lo kan gak follow gue juga." jawabku.
"Gue follow kok. Pas hari dimana lo nolongin gue waktu itu, gue langsung follow ig lu."
"Ohh." jawabku singkat, sebenarnya ada juga perasaan senang yang tersirat di dalam hatiku saat ini.
"Kok lo kaya gak suka gitu?"
"Suka kok. Ah, maksud gue ya gue biasa aja. Suka-suka aja. Cuma lo gak ada niatan unfoll ig gue lagi gitu?"
"Maksudnya?" dia terlihat bingung.
"Ya, lu gak ada niatan unfoll ig gue lagi? Lo kan waktu itu pernah follow gue, terus besoknya di unfoll." jelasku.
"Oh ya, kapan?" sepertinya dia memang tidak mengingat kejadian itu. Tapi kemudian dia berkata
"Oh iya iya, gue inget. Waktu itu gue pengen follow ig nya Chelin Leris, cuma salah ternyata, gue malah follow ig lu. Berhubung waktu itu gue belum kenal sama lu, jadi gue unfoll lagi. Emang waktu itu lu udah follback gue?" tanyanya sambil tersenyum.
Seperti tidak ada rasa bersalah menyebut nama perempuan itu di depanku. Ya, memang sih aku yang salah. Aku terlalu banyak berharap padanya.
"Gatau deh, gue lupa. Lu liat aja sendiri." ujarku sambil meninggalkannya. Kali ini dia tidak berusaha untuk menahanku kembali, mungkin dia sudah lelah melihat tingkahku.
Ah, sudahlah. Aku tak peduli lagi. Sekarang jelas kan? Memang Chelin Leris lah yang dia harapkan sejak dulu. Aku? Aku hanya datang ke kehidupannya karena sebuah kebetulan. Kebetulan yang bahkan tidak dia harapkan, ya kecelakaan pagi itu.
Kadang aku harus sadar, dan harus bisa tahu diri. Aku harus bisa memposisikan diriku sebagai bumi, dan dia sebagai langit. Dia hanyalah angan, yang tak dapat kugenggam. Dia hanyalah mimpi, yang tak dapat kucapai. Dia hanyalah cerita, yang tak dapat kuselesaikan. Dan dia adalah keindahan yang sedang mencari keindahan yang lain. Bukan aku, namun Leris.
Tak kusangka air mataku mulai terjatuh. Sebodoh inikah aku? Menangis hanya karena lelaki yang belum tentu mengharapkan keberadaanku. Aku begitu merasa lemah, mengapa hatiku jadi selembek ini? Dimana usahaku menutup hati selama 2 tahun lalu itu? Mengapa tiba-tiba tidak terlihat?
Aku sudah tidak mengerti dengan perasaanku ini. Aku rasa, aku benar-benar jatuh cinta.
Ya, jatuh cinta padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
RomansaSejujurnya, aku sudah muak dengan semua hal yg berbau cinta. Yang kupercaya, akhir dr sebuah percintaan adalah tragis. Tapi mengapa hatiku ttp kekeh untuk memperjuangkannya? Akankah aku menggapainya, atau ini hanya menjadi sebuah cerita? Hai semuany...