Chapter 11

5.3K 493 28
                                    

Seira POV

"Dia datang..." ucapku.

"Dia siapa?" Tanya Fred dan Cedric bersamaan. Sebelum aku menjawabnya, tiga kabut hitam meluncur dan terhempas ke tanah.

Kabut itu menghilang dan menampakan tiga sosok anak laki - laki yang kukenal, mereka adalah anak yang kabur semalam. Kulihat tubuhnya dipenuhi luka dan bajunya robek dibeberapa sisi. Mereka merangkak dengan terburu - buru dengan wajah ketakutan, keringat mengucur diwajah mereka. Sebuah cambuk bercabang menarik kaki ketiganya, membuat mereka terseret.

"It-itu?" Suara Angela tercekat ketika melihat kabut hitam muncul di hadapan ketiga anak laki - laki itu.

Kabut itu berubah menjadi sosok wanita cantik bergaun hitam panjang, ketiganya merangkak mundur secepat yang mereka bisa. Penyihir itu menatap ketiganya dengan tajam, entah apa yang dilakukan penyihir itu sehingga ketiganya berteriak dan mengeliat ditanah. Aku kembali melirik penyihir itu tapi aku hanya melihatnya sedang menatap mereka saja. Apa yang dia lakukan sebenarnya?

Penyihir itu berjalan perlahan dan menghampiri mereka lalu ia membisikkan sesuatu yang kutahu tak dapat didengar yang lainnya. "Iudicio." seketika itu juga tubuh mereka terluka. Teriakan kesakitan mereka membuatku memalingkan wajah.

Itu sebuah mantera? Untuk pertama kalinya aku mendengar sebuah mantera terucap dan dengan waswas aku melirik ketiga laki - laki yang sedang mengeliat ditanah, tubuhnya penuh luka sayatan yang berdarah.

Jantungku terasa berhenti, mantera itu membuat korban tersayat - sayat oleh pedang tak kasat mata. Aku berkidik ngeri.

Aku mendengar isak tangis kesakitan dari ketiganya, aku kembali memalingkan wajahku tak sanggup melihat penyihir itu menyiksa mereka.

Aku mendengar suara tersengal - sengal, untuk kesekian kalinya aku kembali melirik kearah mereka. Kulihat ketiganya melayang diudara, wajah mereka tampak begitu tersiksa, salah satu dari mereka mengumamkan sesuatu tanpa suara.
Penyihir itu menyeringai kejam lalu mengumamkan sesuatu yang menurutku adalah sebuah mantra.

Ketiga laki - laki itu tersentak kebelakang lalu terteriak sangat kencang membuat kami semua menutup telingga. Suara teriakan itu perlahan menghilang dan dalam kedipan mata aku sudah berada di stadium terkutuk. Kuedarkan pandanganku, tatapan takut dan ngeri terlihat jelas pada wajah mereka semua saat menyadari kami sudah berpindah tempat.

"Namaku Alaina, mulai hari ini aku yang akan melatih kalian selagi Roper sedang tidak berada disini." Ia tersenyum seakan tidak terjadi apapun. "Ambillah dan simpan pedang ini, karena itu akan menjadi senjata yang kalian gunakan saat berlatih denganku." Ia memberi tanda pada kami semua untuk mengambil pedang yang terdapat di meja.

Setelah semua sudah mengambil senjata, meja itu pun lenyap. Aku melihat tim jubah ungu berjalan dan berdiri di belakang Alaina dan keempat furcas berjubah itu.
Alaina sedikit menoleh pada tim jubah ungu lalu dengan senyumannya ia berkata, "mereka akan menjadi lawan duel kalian." Alaina dan keempat furcas itu pun menghilang lalu muncul di pinggir stadium untuk memperhatikan duel kami.

Alaina memberi tanda dan duel pun berlangsung. Aku melawan seorang anak laki - laki dengan wajah sinis, ia terlihat begitu sombong dan percaya diri menantangku. Ia menyerangku dengan serangkaian serangan yang dapat kuhindari. Dari caranya menyerangku, aku merasakan kalau ia lebih ingin membunuhku daripada menganggapku lawan berlatihnya.

Aku menangkis serangannya yang mengarah ke perutku lalu aku balik menyerangnya dengan cepat dan tanpa jeda. Kulihat ia sedikit kewalahan menangkis seranganku yang cepat dan tanpa jeda. Aku memukulnya dengan gagang pedangku hingga ia tersungkur jatuh. Dia berdecih sambil menatapku tajam.

Ljosalfar : The Light Elves Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang