Chapter 33

4K 398 185
                                    

Iris hazelku tidak henti-hentinya menatap langit di mana dinding hitam itu berarak sementara kakiku melangkah mengikuti Gildor. Elwood dilindungi oleh perisai pelindung yang sangat kuat, tidak ada yang mampu menembusnya termasuk awan hitam itu. Yang membuatku resah adalah kenyataan bahwa Ravenna berhasil membuka segel kekuatan. Dan ia semakin kuat.

"Nah, saatnya menjawab pertanyaanmu." Ucapan Gildor membuat perhatianku teralih. Ia menarik kursi lantas duduk di sana.

Kakiku menaiki undakan, berjalan mendekat. "Jangan ada yang kau tutupi, aku ingin mengetahui semuanya." Aku duduk di hadapannya, meja kecil menjadi pemisah posisi kami.

Gazebo berukuran sedang ini berbentuk bulat dan terletak di pinggir sungai kecil yang membeku dengan latar belakang tebing tinggi. Secara keseluruhan gazebo ini memiliki keindahan dan kenyamanan yang menganggumkan.

Gildor tersenyum kecil mendengar permintaanku yang terdengar menuntut. "Berbeda dengan bangsa Ljosalfar yang lebih memilih untuk tinggal di hutan sihir dan menyatu dengan keindahan alam. Bangsa Penyihir lebih suka berasimilasi dan hidup berdampingan dengan manusia. Untuk sebagian klan penyihir, ini merupakan tindakan bodoh; manusia tidak lebih dari mahkluk tidak abadi dengan beribu kekurangan, eksistensi mereka hanyalah sebuah pelengkap semata. Tetapi, tidak jarang pula penyihir yang berhubungan dengan manusia dan menghasilkan keturunan yang disebut dengan Halfler." Gildor memberi jeda sesaat. "Para Halfler ini tidak abadi tetapi memiliki umur sedikit lebih panjang daripada manusia, sebagian memiliki ilmu sihir dasar yang lemah dan sebagian lagi tidak."

"Di mana mereka tinggal?" tanyaku. "Mereka diasingkan?"

"Mereka tinggal di sebuah pulau terpencil atas keinginan mereka sendiri tanpa adanya paksaan. Meski kuakui hubungan para Halfler dengan beberapa penyihir kurang begitu baik. Tetapi, gerbang Estrellas akan selalu terbuka untuk mereka, kapan pun mereka ingin kembali."

"Dan aku Halfler?"

Gildor mengangguk. "Kau Halfler. Ayahmu, Gregorian Xavier Hawthorne adalah raja dari kerajaan manusia; Saveria. Ibumu, penyihir murni dari klan Maximilian dan juga salah satu dari lima Gorlassar."

Aku tidak abadi. Pikiran konyol itu yang pertama kali terlintas di kepalaku dan sedikit membuatku merasa sedih? Aku tidak mengerti mengapa perasaan itu muncul. Sebelumnya aku bahkan tidak peduli apakah aku abadi atau tidak.

"Lebih tepatnya Halfler dengan kekuatan setara Wizard murni," ralat Gildor, membuat keningku bertaut bingung. "Mampu menggunakan kekuatan klan Maximilian dan memiliki penglihatan masa depan, masa kini, dan masa lalu. Kau dan Seira berbeda ... Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan menyebut kalian Halfler terdengar kurang tepat."

Aku menunduk, menatap kedua tanganku yang sudah berbalut api. Halfler seharusnya hanya memiliki sihir lemah atau tidak sama sekali. "Aku tidak mengerti ... Bagaimana ini bisa terjadi? Apa karena aku putri dari seorang Gorlassar? Dan bagaimana dengan kemampuan visi yang hanya dimiliki bangsa Ljosalfar? Bagaimana aku bisa memilikinya?"

"Banyak kemungkinan yang tidak mendasar bahkan tak terjawab. Maka dari itu, aku lebih suka menyebutnya sebagai anugerah dari para Vanir--Malaikat Utama."

Perlahan api yang membalut tanganku pun meredup lalu lenyap. Aku kembali menatap Gildor, sejenak kutangkap kesedihan dalam tatapannya, sebelum berubah menjadi kelam. "Tujuh klan penyihir ditugaskan untuk menjaga Archeron dalam pengawasan ketat, namun empat diantaranya merupakan penghianat dan merekalah yang mengambil Crytalize Orthim serta tiga segel berisi kekuatan Sang Kegelapan. Meskipun sisanya berhasil terselamatkan dan terpaksa dipencar ke seluruh​ penjuru Midgard secara acak namun kami tahu, cepat atau lambat Kegelapan akan menemukannya. Ada satu lagi yang berhasil terselamatkan; Radori Flourite."

Ljosalfar : The Light Elves Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang