2. Temu Kenal

7.7K 592 40
                                    


"Nama?"

"Prawira. Andisa J. Prawira."

"Tempat tanggal lahir?

"12 Januari 2032."

"Tahun depan, bakal jadi Sweet Sixteen-mu ya, tapi dengan kondisi seperti ini. Kasian sekali kamu, nak."

"Tidak ada yang perlu kau kasihani."

"Kalau kamu ingin bersekolah disini, kamu harus jaga nada bicaramu, nona muda." Guru tua dengan nada sok berkuasa itu hanyalah Bu Siska, guru bimbingan konseling terkejam di SMA XIX Cap.

Aku pindah ke Capitol. Berkat kenaikan pangkat ayah di kantornya. Aku dan sekeluarga bisa pindah dari Mont, daerah gunung.

Setelah kejadian total bencana pancaroba, dimana gunung meletus, gempa bumi, banjir, angin topan, kebakaran, dan segala macam bencana terjadi secara bersamaan. Entah bagaimana, pemerintahan bisa memisah alam menjadi gunung dengan gunung atau Mont, pantai dengan pantai atau Bij, perairan atau Sii, hutan atau Fourz, padang pasir atau Dest, dan kutub dengan kutub atau Phol. Ini semua dinamakan Pembagian Alam.

Sedangkan di Capitol, tidak ada pembagian alam. Disini ada gunung, hutan, es, padang pasir, perairan, pantai, menjadi satu.

Aneh? Tentu saja.

Tetapi, santai. Aku tidak akan melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan tentang pengaturan alam yang super aneh ini. Aku bukanlah tokoh dalam novel-novel fiksi sains yang kutemukan di loteng.

Pernah aku membaca tentang novel The Hunger Games cetakan 2006 milik ibu. Super fiksi. Itu adalah semacam prediksi apa yang akan terjadi setelah Perang Dunia ke 3. Aneh. Tipe buku kusam yang bakal kau temukan di loteng dengan berbagai seri buku Divergent, Immortal Instruments, Percy Jackson, dan apapun yang fiksi.
Sangat oldschool.

"Oke, ini semua jadwal pelajaran, seragam,-"

Aku memotong kalimat Bu Siska, "Seragam?!"

"Tolong jaga nada bicaramu, nona muda. Ya, seragam dan peraturan yang akan kamu pakai. Mulai besok kamu sudah bisa belajar disini. Kau bisa keluar sekarang."

"Terima kasih."

Aku keluar dari ruang terkutuk itu. Seragam? Di Mont, tidak ada kewajiban untuk memakai seragam saat di sekolah. Apa pengaruh seragam dan proses belajar-mengajar? Sama sekali tidak ada.

Aku pun memutuskan untuk mengambil sepedaku yang terparkir sepi di depan sekolah. Aku mengayuh ke arah taman. Apalagi kalau tidak baca novel?

Finally, aku bisa santai dengan semua ini.

'Bab 2 ...'

Buk, buk, blak!

Ugh.

'Tidak ada alasan untuk– '

Buk, buk, blak, hap!

Ya, Tuhan.

'Tidak ada alasan untuk berhenti berlari–'

Buk, buk, BAAAAAAAK!

"Yes!" Sorak seseorang.

"Bisa kau berhenti bermain sebentar saja? Aku mohon, plis?" Aku melihat kearahnya tanpa emosi.

Lelaki itu tidak berhenti bermain, alih-alih, dia melempar bola ke dalam ring basket dan tersenyum aneh kepadaku.

Super freak.

Ia menaruh bola di samping pinggangnya, "Hei, kau pindahan dari Mont, kan?"

"Ya."

"Apa kau bersekolah disini?"

"Ya."

"Kalau begitu, kita bakal sering bertemu ..." Ia memiringkan kepalanya sambil melihat tulisan nama owner di novelku, "A. J. Prawira." Senyum kuda terpampang di wajahnya.

"Mungkin dan aku harus pergi. Dah."

"Hei!"

Teriakan si laki-laki horor ini membuatku menoleh, "Apa?"

"Aku Andy."

Lagi-lagi aku melihat senyum kudanya.

<3

so cute, huh?

keep vomments!

s a l a m – s q u a c k

Andi dan AndyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang