6. Probie Vibes

4K 391 51
                                    

hai sayang. jangan baper.

Sebelum aku memulai part ini, saya mau menjawab pertanyaan dari @finding_doi

Q: Setting novel ini di Indonesia atau khayalan kamu sendiri?

A: Di Indonesia jelas gak ada tempat yang namanya Mont, Bij, Sii, dan lain-lain. Ini semua adalah khayalan dan ide-ide gak jelas yang muncul sebelum tidur. So, jelas ini benar-benar fiksi.

Kalau bisa lebih dipahami lagi, coba baca Part '3. Replay?', disitu ada penjelasannya tentang pembagian wilayah dari khayalan saya sendiri. Dan bisa juga dilihat di tanggal kelahiran Andisa, 12 Januari 2032, disini saya bukan typo dan kata Bu Siska si Guru BK, Andi tahun depan bakal Sweet Sixteen. Jadi, pada novel menceritakan latar waktunya 2049. Latarnya sudah jelas maju/masa depan.

Jadi, kesimpulannya Capitol itu seperti ibu kota suatu negara yang ada pantai, laut, gunung, es, hutan, dan padang pasir. Mont, Sii, dan lain-lain(cek part 3) itu sebagai pulau-pulau terpisah yang dianggap sebagai negara yang terpisah. Entah kenapa ini menjurus ke politik.

Cap-Go atau Capitol Government itu kayak ibu kota dari ibu kota itu sendiri. Karna seperti yang saya sudah sebutkan, di dalam Wilayah Capitol ada bermacam-macam alam. Ini disebut Teori Pembagian Alam. Seperti yang dikatakan Andisa di Part '5. Toko Roti.', dia pingin masuk universitas kedokteran di Capitol Wilayah Bij. Jadi di Capitol ada Cap. Wilayah Mont, Cap. Wilayah Sii, Cap. Wilayah Phol, dan seterusnya.

Oh, ini fiksi, super fiksi. Jadi, jangan pikir ini nyata.

Kalau dibilang ini di Indonesia, juga bukan. Karena ini sudah ada pembagian alam yang dianggap negara sendiri. Seperti reinkarnasi bumi dengan kemajuan teknologi yang sudah ada.

Terima kasih. Kalau ada yang bingung lagi. Mohon ditanyakan di comment box ya, guys!

Feedbacks and votes mean a lot!

Danke and enjoy!

<3

Akhirnya, hari yang kutunggu-tunggu telah datang. Jumat. Satu-satunya hari dimana ada pelajaran sejarah. Sungguh, menyenangkan. Mungkin kalian pikir orang tipe seperti ku ini orang yang gila terhadap rumus-rumus matematika maupun fisika. Tidak. Bukannya aku membencinya tapi mempelajari masa lalu itu bisa mengerti dan memahami seluruh ketidakjelasan dalam kehidupan sekarang ini.

Sekarang, mungkin kau tidak tahu siapa penemu buku berbahan kertas, kau tidak mungkin tahu siapa penemunya kalau kau tidak mempelajari sejarah. Toh, sekarang semua buka langsung buka via tablet screen yang sangat tidak menyenangkan bagi book worm macam diriku.

For your information, penemunya itu Tsai Lun, dari China. Katanya dulu ada sebuah negara bernama China. Seperti nama guruku yang sedang aku perhatikan sekarang.

Bu China. Sungguh lucu. Aku tidak tahu harus memulai darimana untuk menceritakan Bu Chi–

Hei, ada yang melempar kertas di kepalaku. Aku pun menoleh kearah asal kertas sialan itu.

Derrick Lee tersenyum jail sambil tertawa bersama Andy. Ya, Andy si anak dengan senyum kuda yang super freakish. Andy menatap kearahku dengan senyum tipis. Mulutnya seperti berbicara kepadaku, menyuruhku untuk membuka buntalan kertas sialan itu.

'Kalau serius belajar, kelihatan cantiknya:)'

Apa-apaan ini? Aku memasang muka kau-tidak-bercanda-kan. Andy berpura-pura mencibir keareahku lalu tersenyum sambil tertawa.

Anak ini benar-benar tahu cara membuat orang kesal. Apa dia pikir ini lucu? Ugh, membuatku kelewatan beberapa penjelasan penting Bu China.

"Nona Prawira, bisakah kau memperhatikanku sebentar? Kau terlihat sibuk sendiri dengan kertas-kertas mainanmu." Ucap Bu China, seluruh siswa menoleh kearahku, bahkan beberapa dari mereka ada yang tertawa.

Aku sungguh malu, hingga air mataku keluar tertetes. Aku harus kuat. Para bajingan ini tidak boleh melihatku lemah. Tidak sama sekali, aku adalah gadis Mont. Tidak ada yang boleh meremehkanku.

Aku menghapus air mataku, sekaligus membenarkan kacamataku, "Uh, iya. Maaf bu, daritadi saya dilempari kertas oleh Andy, saya kebingungan mencari kertas yang menempel di rambut." Aku tersenyum dengan santai.

"Tuan Pambudiega, tolong jaga sikapmu dan jangan ganggu Nona Prawira." Ucap Bu China tegas.

Haha, bagus. Aku tahu dia bakal mati kutu.

Andy menggaruk kepalanya dengan malas, "Tapi, Bu China. Kalau aku tidak melempar kertas ini," Kata Andy sambil menujukan buntalan kertas.

"... aku tidak bisa melihat wajahnya yang cantik itu setiap dia menoleh ke arahku." Katanya dengan memberikan senyum kuda dan penuh arti yang apapun itu artinya sebagai penutup kalimatnya.

Kelas berisi 25 murid itu langsung riuh karena seorang Andy Pambudiega yang jarang terdengar dengan apa saja yang berhubungan dengan cinta, perempuan, maupun yang ...

Ah, aku tidak tahu. Dia itu freak. Huh.

Ya, intinya. Andy jarang sekali mengucapkan pick-up line yang super cheesy, cheesy disini aku maksud adalah murahan. Bukan berkeju. Oke, ini sungguh tidak penting.

Derrick berhenti tertawa, "Wah, sepertinya ada yang panen tomat." Kelas pun mulai tertawa lagi. Lebih kencang. Bahkan ada yang meledekku. Lagian, tidak mungkinkan aku panen tomat atau blushing atau apapun namanya. Tidak mungkin.

Ini adalah alasan kenapa aku jarang bertemu dan berinteraksi bersama makhluk hidup yang berotak cerdas dan tidak bertingkah seperti orang cerdas.

"Sudah, sudah. Diam, semuanya." Bu China mengambil alih suara.

Kringgg, bel pun berbunyi.

Ugh, ini sungguh membuang-buang waktu dan momen ini super memalukan.

"Oke, kelas dibubarkan. Nona Prawira, silahkan ikut ke ruang saya."

Aku menggagguk lalu menoleh ke arah Andy yang sedang tertawa. Ya, tertawa saja, idiot. Tertawa selagi aku dibawah dan kau permalukan. Liat saja nanti.

<3

emang disini itu situasinya itu love-hate situation ya? haha, asik ga?

semoga kalian makin gregetan karena aku disini sebagai author-yang-gadungan aja gregetan lol.

bisa baper sendiri.

wait for catching up for the next chaps!

vote and comment, ok?

s a l a m – s q u a c k

Andi dan AndyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang