piriding, cinta.
<3
Di pagi buta ini, ralat, tengah malam, Ayah, Ibu, dan Reno pergi untuk berkunjung ke rumah nenek yang baru setelah proses pindah dari Mont Utara yang super rumit. Mereka benar-benar memaksaku untuk ikut. Tapi apa boleh buat, badanku memilih untuk bermanjaan dengan sofa ruang tengah. Reno terlihat senang karna aku tidak ikut, bukan hal asing untuk para manusia yang mempunyai saudara.
"Iya, bu." Aku membenarkan kacamataku, "Andisa hanya di rumah."
"Kalau ada apa-apa telepon ya?" Ibu mengambil kacamataku dan membersihkannya.
Aku mengambil kacamataku dari tangannya, "Iya, bu."
"Sudahlah, bu. Andisa sudah besar." Aku mengangguk setuju dengan ayah.
Ibu mencium pipiku dan aku memeluk ayah. Reno cuma datang ke arahku dan bilang, "Kau payah." Aku cuma memutar bola mataku. Ini hal yang remeh antara aku dan Reno.
Mobil yang mesinnya menyala itu perlahan menghilang, suara mesin yang ramai itu perlahan menghilang. Mengingatku betapa cepatnya kehilangan itu.
Andra.
Ah, sudahlah tidak ada gunanya untuk memikirkan apa yang bukan hakku. Lebih baik memikirkan tumpukan logaritma yang yang harus dikumpulkan Senin besok.
Aku memakai kembali lagi selimut 3 lapis yang menjadi epidermis bagi badanku. Badanku menyamankan posisinya untuk siap kehilangan kesadarannya. Tentu saja aku akan kembali tidur. Ini jam 1 pagi.
Blak!
Apa-apaan? Sepertinya orang-orang benar tahu cara membuatku untuk tetap terjaga setiap saat. Aku mengambil tongkat baseball punya Reno. Aku pun membuka tirai jendela kamarku untuk melihat apa yang terjadi dibawah.
Apa-apaan itu?!
Aku berlari kecil menuruni tangga, tidak lupa memakai kacamataku. Perlahan kubuka pintu depan. Bukannya aku penakut, tetapi aku ketakutan sekarang. Aku tidak siap untuk diculik sekarang. Aku masih ingin punya gelar tripel di namaku. Aku melihat seseorang tergeletak di depan rumahku. Aku memberi ancang-ancang itu memukulnya.
"Arrgh." Gumamnya.
"Bergerak atau tongkat ini akan memukulmu!" Orang itu bergerak sedikit dan dengan reflek pukulan mendarat di pangkal pahanya.
"Apakah itu yang kau sebut dengan pukulan?" Jawabnya yang masih memegang kepalanya, dirinya terlihat pusing atau mabuk, sepertinya.
"Andy?"
"Hai, sayang."
<3
Aku menidurkan dirinya yang terlihat super mabuk di sofaku. Aku tahu, jika ayah tahu tentang ini aku akan terkena masalah. Tapi, tidak mungkin jika aku meninggalkannya di depan rumahku begitu saja kan?
Aku memberikan air putih kepadanya, "Ini."
"Terima kasih." Ada bau yang aneh di sekitar badannya. Aku tahu dia itu pembawa masalah, pemabuk. Tidak mungkin dia itu sempurna. Aku tahu dia punya kekurangan. Haha. Aku jahat dan aku tahu itu.
"Sebaiknya, kau pulang." Aku melipat lenganku.
Dia memijat kepalanya, "Biarkanlah aku istirahat disini sebentar. Lagipula tidak ada orang di rumahmu." Ada seringai yang muncul di ujung bibirnya.
"Dasar mesum." Aku meninggalkannya ke dapur.
Andy tertawa, "Aku tahu, pipimu memerah, Prawira."
KAMU SEDANG MEMBACA
Andi dan Andy
Teen FictionSemua bisa berubah hanya karena orang disebelahmu tersenyum padamu. Tapi, apa iya juga bisa membuat menangis? © Hak Cipta Terlindungi, oleh empingunicorn, 2016 Highest rank: #172 in teen fiction #465 in teen fiction 1/10/2016 & 13/11/2016 Complete...