piriding, beb.
<3
Tin, tin!
Aku harap itu Andy. Setelah tak-tik licik yang Andy lakukan waktu itu, aku sedang berdiri di depan kaca ukuran badan dengan kaos polos berwarna berwarna putih dan skinny jeans hitam.
Aku ingin sekali mencoba untuk sesekali untuk tidak memakai kacamata di depannya. Ibu bilang aku cantik. Entah apa yang aku pikirkan, aku melepas kacamata dan menggenggamnya. Seketika akomodasi mataku bertambah ketika kehilangan lensa berdioptri lumayan tebal.
"Andisa, Andy datang!"
Aku tersenyum melihat refleksiku dan maju beberapa sentimeter untuk membetulkan rambutku, "Aku siap."
"Andisa siap, bu!" ucapku ulang dengan suara yang lebih kencang.
Aku berjalan keluar kamar dan menemui Andy sudah berbincang dengan ibu. Ibu tidak berhenti berbicara. Tidak dengan Andy. Matanya mengikuti arah datangku.
Mungkin, kalau di film romatis jaman dulu, Andy bakal bilang kau terlihat cantik sekali dan aku akan tersipu malu.
Tapi tidak.
Hidupku bukan tipikal klise seperti itu. Aku harap sebaliknya. Ironi.
"Kau tidak memakai kacamata." ujarnya yang lebih seperti pertanyaan.
Aku menggaruk tengkuk kepalaku, "Begitulah."
"Cantik, kan?" Ibu menyenggol lengan Andy. Andy pun cuma tersenyum.
Kenapa dia tidak menjawab pertanyaan simpel itu?
Apa itu terlalu berat jika ia menjawab 'Iya, dia terlihat cantik.'?
"Kau ini mikir apa? Ayo, masuk." Andy tersenyum sambil membukakan pintu mobil.
Aku menjawab tanpa melihat ke arahnya, "Terima kasih."
Andy memasuki mobil dan segera mengegas pedal. Mobil itu pun berjalan mengarungi jalan-jalan sepi menuju rumah Derrick.
Aku seharusnya tidak setuju. Persetan jika dia marah. Aku tidak peduli.
"Kau tidak pakai kacamata." katanya, memulai pembicaraan.
Aku menelan ludah.
"Kenapa?"
Aku cuma mengalihkan pandanganku ke arah jendela.
"Kalau tidak melihat ke arah orang yang mengajakmu bicara itu berarti tidak sopan." tutur Andy fokus ke jalan dan sekali-kali melirik ke arahku.
"Andisa."
"Hm."
"Kau ini cantik."
Aku pun langsung menoleh ke arahnya, "Apa-apaan?"
"Haha, aku tahu kalau seperti ini kau akan menoleh ke arahku." Dia tertawa dengan bebas.
Aku membalikkan arah pandangan ke jalan. Sepi seperti biasa. Walau si bulan belum muncul menemani kita berdua.
Aku merasakan Andy menoleh ke arahku, tanpa aku harus menoleh ke arahnya, "Kau memang terlihat seperti biasanya kok. Kacamata atau tanpa kacamata. Seperti biasa ...."
"Apa?"
"Menurutku? Kau yakin?" Andy terkikih.
Aku menoleh, lalu mengangguk.
"Jika kau kubilang cantik, kau takkan percaya, Andisa sayang."
Senyuman pun muncul. Aku maupun dia. Iya, dia, Andy. Ya, Tuhan, aku tidak percaya aku akan mengatakan nama itu.
<3
cuma mau bilang satu kata
WOAAAAAAAAAHAAAAAAI!(muncul dengan heboh dan penuh glitter dari poci teh sariwangi)
maaf sudah jarang banget update.
h-30 unas bruh.
eh itu sebulan lagi ya aih sedih:')
bai stupido
s a l a m – s q u a c k
KAMU SEDANG MEMBACA
Andi dan Andy
Teen FictionSemua bisa berubah hanya karena orang disebelahmu tersenyum padamu. Tapi, apa iya juga bisa membuat menangis? © Hak Cipta Terlindungi, oleh empingunicorn, 2016 Highest rank: #172 in teen fiction #465 in teen fiction 1/10/2016 & 13/11/2016 Complete...