34. Rainbow Sprinkles dan Tangan yang Gugup

921 106 2
                                    

selamat membaca, sayang.

<3

Hari ini Andy meneleponku, dia katanya ingin menemuiku di toko es krim di ujung jalan 15 Capitol Selatan. Entah apa yang ada di pikirannya hingga mengajakku untuk memakan es krim sampai ke Capitol Selatan. Bahkan dia tidak menjemputku. Dia ingin aku menemuinya. Bukan dia yang menemuiku.

Setiap hari dengan Andy adalah petualangan, kan? Maka, kali ini aku ikuti saja permainannya.

Aku mengeratkan jaket jeans milik Andy. Aku memang sengaja memakainya. Tanpa mencuci seperti permintaanya waktu itu. Mungkin itu bakal jadi bahan pembicaraan yang lucu seperti:

"Hei, kau tak mencuci jaketku."

"Maaf."

"Memang kau buat apa?"

Lalu pipiku akan merona dan aku menjawab, "Tidur."

"Ah, pasti air liurmu ada dimana-dimana."

"Hei, aku tidak tukang mabuk sepertimu."

Lalu, kita berdua akan tertawa bersama sambil memakan sundae yang super manis dan Andy akan membersihkan es krim yang belepotan di ujung bibirku.

Setidaknya itu harapanku.

Akhirnya, aku sampai di depan toko es krim itu. Aku membetulkan letak kacamataku dan posisi rambutku yang walau kurapikan sampai kiamat takkan rapi. Tapi tetap saja merapikam rambut itu di perlukan. Aku memutar kenop toko es krim. Suasana dingin menyeruak ke tubuhku.

Centing.

Toko es krim itu sangatlah penuh. Penuh tapi tetap sejuk. Tidak menyesakkan. Anehnya, aku mengenal semua yang ada di dalam sana. Cika. Kayla. Arel. Derrick Lee. Rocket. Cecilia. Reno. Orangtua Andy. Kelsey Adinata. Putra Adinata. Bu Siska. Ayden. Kelsie. Bu China. Citra.

Bahkan, Citra. Aku ulangi, Citra Leia Setyawan.

Tapi, yang buat aneh adalah mereka semua menatapku. Mereka semua benar-benar menatapku. Aku tidak bisa memahami apa mereka menatapku karena iba atau terpukau. Aku mengelap bibirku barangkali masi ada sisa susu atau selai sisa sarapan pagi tadi. Tidak, tidak ada sisa susu ataupun selai.

Di ujung toko es krim, aku bisa melihat punggung Andy yang dibalut kemeja putih yang sungguh rapi. Aku langsung saja berjalan cepat ke arahnya, diikuti tatapan orang-orang yang aku kenal.

Apakah Andy mau memintaku sebagai pacar? Ya, Tuhan, bantu aku.

Aku berdiri selangkah di belakang meja Andy. Apa yang harus aku katakan?

Hei, apakah kau akan memintaku untuk menjadi pacarmu?

atau ...

Andy! Bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu semenjak kejadian di rumah Derrick!

Tidak, itu bodoh, ambisius, dan sangat tidak masuk akan jadi lebih baik aku–

"Jadi ... kamu mau duduk atau berdiri?"

Aku langsung saja menduduki meja yang ada di depannya. Akhirnya aku bisa melihat raut mukanya. Ada yang berbeda.

"Ya, ampun, kau memakai jaket jeansku."

Tidak, bukan itu yang ia katakan.

"Aku mau minta maaf." ucapnya. Mukanya terlihat sangat datar, tanpa senyuman kuda atau seringaian yang membuatnya terlihat manis dicampur dungu.

Aku menatapnya bingung, "Minta maaf? K-kenapa?"

"Dan terima kasih." Ia tersenyum dengan pipi yang semerah darah. Pelupuk matanya mengerut karena senyumannya terlalu lebar. Ini bukanlah senyuman Andy yang biasa kulihat. Dia bukanlah Andy yang biasanya.

Dug, dug, dug.

Jantungku berdebar begitu cepat sesaat tangan Andy mendarat di punggung tanganku. Aku bisa merasakan hangatnya tangannya. Hangat yang membuat pipiku panas dan buat diriku gelagapan.

"Terima kasih sudah buat apapun yang terjadi antara kita." ucapnya, tangannya makin kuat menggenggam tanganku.

Ini romantis, tapi bukan ini yang aku inginkan. Aku mau Andy yang dungu dan idiot dan membuatku ingin melemparkan meja ke arah muka bodohnya.

Aku melepaskan tangannya, "Apa maksudmu?"

"Kamu suka romantis kan?" tanya menggapai tanganku. Matanya menatap ke arah mataku.

"Kau bukan Andy yang ingin kulempat dengan meja."

Dia menatapku dengan nanar, "Maksudmu?"

Kringg!

"Sebentar." ucapku. Aku mengambil ponselku di kantong rokku.

"Cepat pulang, Disa!"

"Aku barusan sampai di toko es krim, bu." Aku mendengus kesal.

"Pulang sekarang atau–"

"Halo, ibu? Ibu? Bu, maafkan aku." Aku menutup ponselku dan meletakkannya di atas meja.

"Citra?" Mataku terbelalak melihat perempuan berambut sempurna dengan bibir sempurna dengan alis sempurna dan bulu mata yang super super super super sempurna.

Apakah ini bagian di novel dimana aku menyia-nyiakan si peran laki-laki dan alih-alih aku bahagia, aku malah mengejar-ngejarnya?

"Kau melepaskannya dan aku yang menangkapnya." Ia tersenyum licik.

BOOM!

Langit berubah menjadi hitam. Ingatanku tentang gempa di Anti kembali. Tidak, ini tidak terulang lagi, Aku pasti bermimpi. Ini semuanya menjadi kacau.

Semua orang berlarian dan saling berteriakan. Aku bisa melihat Reno menangis di tengah toko es krim. Ingin sekali aku mengejarnya dan memeluknya. Langit-langit toko es krim juga mulai meruntuhkan bubuk-bubuk semen yang pecah.

BOOM!

"Kak Disa!" teriak Reno ke arahku. Aku tidak bisa membalas teriakannya. Aku juga tidak bisa berlari ke arahnya. Bibirku kelu. Kakiku terasa lumpuh. Aku bisa merasakan hangatnya air mata yang mengalir di pipiku.

Aku ingin pulang. Aku ingin memeluk Reno yang sedang menangis. Aku ingin memeluk Andy yang terlihat gugup dan meromantiskan dirinya demi aku. Aku ingin memeluk ibu dan ayah yang menyuruhku pulang.

Aku ingin pulang.

BOOM!

<3

absurd? so im gonna triple update.

cihui!

s a l a m – s q u a c k

Andi dan AndyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang