Chapter XVI ~ Sebenarnya Kenapa?

844 54 3
                                    

Langsung aja, selamat membaca!

.....,,.....

Sudah satu hari Jauza dan Zeno tinggal di istana, bahkan sekarangpun hari sudah mulai malam. Dan Jauza sangat menyesal dengan keadaan Zeno, gara-gara dia Zeno harus diam dikamar selama beberapa hari karena kakinya cedera lumayan parah.

Saat malam pertama mereka di istana Jauza tersandung oleh kakinya sendiri dan hampir jatuh dari tangga. Untungnya Jauza tidak kenapa-napa, tapi Zeno. Zeno menolong Jauza sehingga malah dia yang jatuh dari tangga.

Tok-tok-tok

"Masuk!"

Jauza membuka pintu kamar Zeno dengan perlahan lalu masuk ke dalam dengan membawa sebuah buku ditangannya. "Hai bagaimana kakimu?" Tanya Jauza.

Zeno yang sedang duduk menyender pada kepala ranjang sambil membaca buku melihat kearah Jauza. Dia tersenyum lalu menutup bukunya, "sudah lebih baik, kemarilah!" Seru Zeno saat melihat Jauza yang hanya dian berdiri didepan pintu.

Jauza berjalan mendekat lalu duduk disebuah kursi disamping ranjang mengarah kepada Zeno. "Aku benar-benar minta maaf, gara aku kaki kamu jadi cedera."

"Semua permintaan maaf kamu akan selalu aku terima. Lagi pula sudah cukup, dari kemarin kamu terus saja minta maaf."

"Aku benar-benar merasa tidak enak." 'Benarkan?'

"Tidak apa, bukan masalah besar."

Jauza tersenyum lalu membuka buku yang sedari tadi dia pegang dan mulai menulis sesuatu. Zeno yang melihat Jauza mulai sibuk sendiri, dia pun kembali membaca bukunya. Beberapa menit kemudian, cukup lama, Zeno melirik Jauza yang ternyata masih sibuk dengan buku dan pensilnya.

"Jauza, kamu sedang apa?" Tanya Zeno.

"Huh? Bukan apa-apa," kata Jauza sambil menaruh bukunya diatas nakas kemudian naik keatas ranjang dan duduk disamping Zeno.

"Kau masih ingat saat pertamakali kita bertemu?" Tanya Jauza.

Zeno menutup bukunya dan mulai fokus kepada Jauza. "Tentu aku masih ingat, kenapa?"

"Jujur saja, saat itu aku mengira kamu akan mebiarkanku terlantaran di jalanan. Aku sangat cemas saat kamu bertanya apa yang sebenarnya."

"Oh benarkah? Aku tidak sekejam itu membiarkanmu terlantar di jalanan."

"Saat itu aku belum tahu. Eh emang kamu itu kenapa sih, kok bisa tahu aku bohong? Kenapa kamu bisa tahu kalau orang lagi bohong?"

"Belajar di bidang bisnis bukan hanya belajar masalah perbisnisan. Tapi ilmu yang lain juga, termasuk membaca bahasa tubuh. Untuk jadi pebisnis yang sukses, kita juga harus bisa membaca bahasa tubuh orang-orang yang bekerja untuk kita atau pun rekan kerja sama. Bisa saja mereka berbohong mengenai sesuatu atau menutupi sesuatu. Maka dari itu aku tahu mana orang yang sedang berbohong dan lain sebagainya." Jelas Zeno panjang lebar.

"Oh begitu? Memangnya waktu itu aku bersikap seperti apa sampai kamu tahu kalau aku bohong sama nutupin sesuatu?"

"Em? Waktu itu... sebenarnya kamu itu sulit ditebak. Kamu nyembunyiin ekspresi kamu dengan baik, tapi selalu ada yang lolos walaupun sedikit, dari mata kamu."

"Oh begitu? Aku jadi ingin bisa membaca bahasa tubuh, lain kali ajari aku ya?" Pinta Jauza.

Zeno mengangguk, "tentu saja, sekarang juga bisa."

"Tidak mau ah! Aku lagi malas," Jauza menyenderkan kepalanya pada bahu Zeno.

Setelah itu keadaan jadi hening, Zeno berfikir keras untuk memikirkan hal apa yang akan dia katakan. Zeno ingin keadaan ini cepat berakhir, rasanya sangat canggung dan tidak nyaman. Lalu Zeno pun akhirnya mendapatkan sesuatu, "hei sebenarnya kamu ini takut pada apa sih? Perasaan aku tidak pernah melihatmu ketakutan."

ASSASSINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang