PART 4

5K 285 6
                                    

Langit Jakarta tampak mendung saat Raisa turun dari taksi yang mengantarkannya pada sebuah rumah bergaya minimalis modern. Dari kejauhan rumah itu sangat sedap dipandang, begitu asri dan terasa menyejukkan. Di halaman rumahnya terdapat beraneka ragam bunga. Mulai dari bunga mawar, melati hingga anggrek. Raisa menjamin bahwa itu adalah hasil karya tangan seorang wanita, bukan lelaki berwajah sinis dengan mata yang tajam seperti bossnya. Lalu kira-kira siapa wanita itu? Ibunya atau justru istrinya?  Tapi sepertinya opsi kedua agak tidak mungkin, mengingat bossnya itu masih single dan belum pernah menikah.

Ting Tong

Untuk yang ketiga kalinya Raisa memencet bel, jika sampai kali ini masih tidak ada yang membukakan pintu untuknya maka Raisa memutuskan untuk pulang. Masa bodoh dengan berkas-berkas yang harus ditanda tangani oleh bossnya itu.
"Eh....tapi bagaimana kalau aku sampai dipecat? Aku kan masih butuh kerjaan...." batin Raisa mulai panik karena pemikirannya barusan. Akhirnya dengan semangat empat lima ia mulai memencet tombol bel berulang kali, terkesan tidak sabaran.

"SEBENTAR!!!!!!" suara menggelegar dari dalam rumah membuat Raisa membeku, ia tahu betul siapa pemilik suara dingin itu.

"Apa kamu tidak bisa bersabar sedikit huh?!" seru Rion dengan intonasi yang tinggi saat membuka pintu dan mendapati sekretarisnya berdiri mematung di depannya.

"Maaf Pak," hanya itu yang bisa Raisa ucapkan karena ia akui tadi ia memang sedikit tidak sabaran.

"Cepat masuk!" perintah Rion sambil berjalan menuju sofa ruang tamu. Dengan enggan Raisa mengikutinya dari belakang, rumah bossnya itu terasa sangat sepi. Mungkin bossnya itu tinggal sendiri di rumah, tapi saat melewati beberapa lemari kaca, Raisa sempat tertegun karena begitu banyak benda-benda antik dan gelas kristal di dalamnya, belum lagi beberapa figura foto yang bertengger manis di sepanjang dinding yang dilewatinya. Sampai saat ia tiba di ruang tamu ia disuguhi sebuah bingkai besar yang didalamnya tercetak wajah bossnya yang menjengkelkan dan sepasang paruh baya yang tersenyum hangat padanya. Wanita paruh baya itu tampak cantik dan anggun mesti usianya tidak muda lagi, dan lelaki paruh baya itu terlihat sangat gagah dalam seragam TNI yang membalut tubuhnya. Mereka bertiga tampak bahagia dalam foto itu, dan entah mengapa bossnya itu terlihat sangat tampan bila tersenyum seperti itu. Senyum tulus yang baru pertama kali dilihat Raisa dari wajah bossnya.

"Ini orang tua Pak Rion?" Raisa tidak tahu darimana ia punya keberanian untuk menanyakan hal pribadi seperti itu. Hal itu refleks ia ucapkan saat mengagumi sepasang paruh baya yang tampak serasi itu.

"Ya. Kenapa memangnya?" Rion menghentikan langkahnya dan berbalik menatap sekretarisnya dengan kening berkerut. Dilihatnya sekretarisnya itu tengah tersenyum tipis sambil memandangi foto keluarganya. "Sepertinya kamu mulai tertarik padaku ya?" batin Rion dengan seringai di wajahnya. Ia tahu tipe gadis seperti Raisa awalnya terkesan cuek tapi diam-diam menaruh perhatian padanya, sekedar untuk menarik perhatiannya. "Akhirnya kamu sadar kalau saya ini tampan kan?" dengan percaya dirinya Rion mengucapkan kata-kata itu.

"Hah?" Raisa sempat tertegun saat mendengar ucapan bossnya itu. Sungguh bukan itu maksudnya. "Ah biasa aja Pak. Kalau ayah Pak Rion emang ganteng, gagah lagi! Serasi dengan ibunya Pak Rion yang cantik dan anggun." Raisa tidak bisa menyembunyikan kekagumannya saat melihat pasangan paruh baya dalam foto itu. Ia tahu benar jika orang tua bossnya itu hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang, terlihat dari binar matanya yang begitu bersinar. Jujur ia selalu iri jika melihat pasangan yang hidup bahagia penuh cinta hingga berusia senja, karena apa? Karena ia tidak memiliki kesempatan untuk hidup seperti itu.

"Huh!" Rion hanya mendengus sebal saat mendengar jawaban Raisa. Rasanya-rasanya ia ingin berteriak pada sekretarisnya itu, munafik! Tapi entah kenapa satu kata itu akhirnya hanya tersangkut di tenggorokannya saat menatap mata gadis itu. Tampak lugu, jujur, dan tenang. Sama sekali tak ada perkataan ataupun perbuatan Raisa yang menurutnya terkesan dibuat-buat. "Mana berkas-berkasnya?" Rion segera mengembalikan mode dingin dan tegasnya seperti biasa. Ia tidak ingin gadis itu tahu kalau harga dirinya sedikit terusik hanya karena masalah sepele.

Mr. Playboy & Ms. CalmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang