Senja Kelabu

4.9K 255 5
                                    

Dari tujuh hari dalam seminggu, Randi paling tidak suka hari minggu. Karena apa? Karena sang kakak dan adik perempuannya pasti akan mengajaknya melakukan hal-hal yang bisa menghancurkan image-nya.

"A Randi senyum dong...." pinta si kecil Rania sambil menarik telunjuknya di samping kedua sudut bibir membentuk garis lengkung ke atas.

"Aduh De, Aa gak mau! Pulang aja yuk! Malu tahu!" keluh Randi saat adiknya itu terus merengek menyuruhnya ini dan itu. Sudah cukup orang-orang memandangi mereka dengan aneh semenjak tadi mereka memasuki mall. Bagaimana tidak aneh jika mereka memakai kaos yang seragam seperti layaknya keluarga muda bahagia.

"Ih...kok gitu sih!" Rania merengut tak suka.

"Teh pulang yuk, Randi malu nih!" kini tatapannya beralih pada kakak sulungnya.

"Oh....jadi kamu malu jalan sama Teteh dan Rania?" Raisa tersinggung.

"Aduh bukan gitu Teh. Tapi kan Randi udah gede! Udah 20 tahun, bentar lagi nyusun skripsi terus wisuda."

"Terus apa hubungannya?"

"Duh Teteh gak nyadar apa, kalau dari tadi orang-orang nganggap kita itu pasangan suami istri dan si Rania ini anak kita. Gara-gara kaos konyol ini," Randi menunjuk kaos biru muda yang dikenakannya.

"Ih....Rania bilangin mamah loh A. Ini kan Mamah yang beliin," ancam Rania saat kakaknya itu mulai menyalahkan kaos yang tak berdosa. Kaos yang sengaja dipesan ibunya seragam kepada salah satu teman beliau yang memiliki usaha clothing.

"Eh jangan dong De. Nanti Mamah sedih," Randi mulai panik. Bagaimanapun ia tidak mau melihat ibunya sedih setelah selama ini beliau membesarkan mereka bertiga seorang diri tanpa ada suami yang mendampinginya.

"Oke, makanya A Randi diem jangan banyak ngeluh. Cuma gini aja ngeluh, harusnya Teh Raisa yang ngeluh. A Randi kan makannya banyak. Bisa-bisa uang Teh Raisa habis buat bayar makanannya A Randi," celoteh Rania riang karena berhasil mengalahkan kakak lelakinya itu. Randi hanya bisa merengut kesal, sedangkan Raisa terkikik geli melihat tingkah kedua adiknya itu yang terkadang selalu bertingkah seperti teman seumuran padahal usia mereka terpaut jauh.

"Teh...Rania minta uang dong...." pinta Rania seraya mengulurkan tangannya ke hadapan Raisa.

"Buat apa? Rania masih lapar?"

"Rania pengen es krim, tapi yang di sana...." tunjuknya ke arah sebuah kedai yang jaraknya terpaut beberapa meter dari tempat mereka kini.

"Ya sudah, tapi ditemenin A Randi ya....," Raisa mengeluarkan selembar uang duluh puluh ribu ke arah Randi. "Antar Rania gih, Teteh nunggu disini."

"Gak mau, Rania bisa kok beli sendiri. Lagian kalau sama A Randi pasti lama," tolak Rania keras.

"Kok gitu?" heran Raisa seraya menatap kedua adiknya bergantian, yang satu memberengut kesal sedangkan yang satu lagi cengengesan tidak jelas.

"Iya, soalnya A Randi pasti diajak ngobrol dulu sama mbak-mbak yang jualannya, akunya dicuekin..."

"Hehe....ini artinya kakak lelaki kamu ini laku De," timpal Randi sambil terkekeh pelan.

"Laku, emang A Randi barang dagangan apa?"

"Ya sudah, Rania beli sendiri. Nih uangnya, nanti Teteh awasin dari sini!"

Rania mengangguk antusias dan segera berlari dengan cepat menuju kedai es krim. Sedang Raisa dan Randi kembali melanjutkan memakan dessert yang telah mereka pesan.

"Teh, sampai kapan Teteh mau kayak gini?"

"Maksud kamu?"

Randi menghembuskan nafasnya panjang. Ia tahu kakak perempuannya itu sudah banyak berubah. Kakaknya menjadi lebih pendiam dari sebelumnya, lebih menutup diri dari sebelumnya, dan ia tidak suka itu. Randi ingin kakaknya kembali seperti dulu lagi. "Teteh harus bisa buka hati Teteh lagi. Randi pengen Teteh bahagia."

Mr. Playboy & Ms. CalmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang