Part 12

1.2K 131 4
                                    

"Tumben kamu masih disini, nggak jemput Raisa?" tanya Fatma saat mendapati putranya di meja makan, tengah asik mengolesi roti dengan selai strawberry.

"Nggak Bun. Hari ini Rion ada janji sama Pak Danu, beliau minta Rion untuk datang ke rumahnya," jawab Rion setelah meneguk segelas susu di hadapannya.

Fatma mengernyit bingung. "Loh memang ada apa? Kenapa nggak di kantor aja?"

"Rion juga nggak tahu Bun. Beberapa hari ini beliau gak masuk kerja, dari yang Rion dengar sih beliau lagi ada masalah keluarga. Tapi Rion nggak tahu masalah apa."

"Oh....Tapi kamu sudah kasih tahu Raisa kan?" tanya Fatma khawatir, takut jika Raisa akan menunggu lama kedatangan putranya itu.

"Iya Bun, kemarin Rion sudah bilang nggak bisa jemput dia. Kebetulan hari ini Randi nggak ada kuliah pagi jadi Raisa bisa diantar Randi ke kantor."

"Syukurlah kalau gitu," Fatma menghela napas lega. " Kamu kenapa nggak langsung lamar Raisa aja sih Nak? Bunda lihat hubungan kalian sekarang sudah semakin dekat. Dia juga sudah mau kamu ajak main kemari."

Ya memang saat weekend kemarin akhirnya Raisa mau datang ke rumah Rion. Bukan hal yang mudah sebenarnya. Kalau bukan karena rengekan Rania yang ingin datang ke rumahnya karena ingin melihat koleksi action figure miliknya yang sempat Rion ceritakan tanpa sengaja, Rion sangsi Raisa mau datang ke rumahnya.

Sebenarnya sih koleksinya tidak terlalu banyak, beberapa ia dapatkan sebagai hadiah ulang tahun dari teman-teman ayahnya sesama anggota TNI dulu. Tapi dasar anak kecil, hal yang bagi Rion terlihat biasa justru terlihat menakjubkan bagi Rania. Dan Rion bersyukur karena alasan kecil tersebut, Raisa akhirnya bisa dekat dengan ibunya. Walau awalnya masih terasa canggung tapi akhirnya mereka bisa saling menyesuaikan diri.

Awalnya Rion takut jika Raisa akan kembali menunjukan sikap penolakan seperti dulu yang menyebabkan ibunya masuk rumah sakit. Tapi syukurlah semua itu tidak terjadi. Sikap Raisa justru sangat ramah dan membuat ibunya tersenyum sepanjang hari.

"Nggak semudah itu Bun. Rion gak mau terburu-buru dan merusak semuanya. Saat ini Rion hanya ingin memberi waktu supaya Raisa bisa berdamai dengan masa lalunya. Rion hanya ingin dia tahu kalau Rion pasti akan selalu ada untuknya."

Fatma tersenyum mendengar penuturan putranya tersebut. Rion kecilnya ternyata sudah tumbuh sedemikian dewasanya. Jadi saat ini cukuplah ia bersabar. Jika mereka memang berjodoh pasti keduanya akan dipersatukan disaat yang tepat.

*******

"Kamu kenapa mesti repot-repot anterin Teteh sih?" tanya Raisa sebal pada Randi yang kini sibuk menyetir di sampingnya.

"Gak repot kok Teh, mumpung Randi nggak ada kuliah pagi hari ini. Lagian kalau nanti Teteh tiba-tiba pingsan di angkot atau metro mini kan bisa berabe urusannya."

"Ck. Pingsan? Emang Teteh lagi sakit apa?" Memang sih sejak insiden di Dufan, keluarganya itu terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkannya. "Bilang aja kamu disuruh sama boss belagu itu?"

"Jangan gitu Teh, gitu-gitu dia baik loh orangnya. Udah dijutekin sampai nggak dianggep sama Teteh, tapi dia masih peduli sama Teteh. Lama-lama Randi salut juga sama perjuangannya."

"Kamu kenapa jadi belain dia sih Ran? Mau ikut-ikutan Rania juga kamu?"

"Huh...." Randi menghela napasnya pelan. Sebenarnya dia tidak bermaksud  untuk membela siapa atau ada di pihak siapa saat ini. Ia memang telah berjanji untuk selalu ada di pihak kakaknya. Tapi bukan berarti itu semua lantas menutup matanya untuk melihat kebaikan yang ada di hadapannya. Rion yang dilihatnya dulu memang seorang boss yang playboy dan arogan. Tapi selama beberapa minggu ini ia mulai melihat perubahan pada diri Rion. Lelaki itu ternyata tidak seburuk yang dipikirkannya. "Randi tahu ini semua gak mudah untuk Teteh, tapi cobalah untuk melihat dengan hati Teteh. Sekali lagi coba percaya dan berhenti terus menerus menyalahkan diri Teteh sendiri. Apa yang terjadi di masa lalu itu diluar kendali kita."

Mr. Playboy & Ms. CalmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang