Perjodohan

5.2K 294 15
                                    

Raisa mematut dirinya di cermin, memperhatikan tampilannya dari ujung kepala hingga ujung mata kaki. Gaun berwana peach sebatas lutut itu benar-benar pas di tubuhnya, terlihat cantik dan elegan. Ia tidak tahu apa alasannya ibunya tiba-tiba saja menyuruhnya mandi dan berdandan yang cantik seperti ini, mengenakan sebuah gaun yang tak pernah ia kenakan sebelumnya. Tapi untuk seorang gadis yang berusia 24 tahun, ia jelas tidak bodoh. Ia tahu benar apa maksud ibunya. Sama seperti yang lalu-lalu, mencarikan jodoh untuknya, calon suami terbaik untuknya. Dan ia yakin lelaki yang dikenalkan ibunya itu pasti akan mundur secara perlahan jika melihat dirinya, sama seperti lelaki yang lainnya.

Tok Tok Tok

"Teh kata Mamah cepetan, kita berangkat sekarang!" ujar Randi di balik pintu setelah mengetuk beberapa kali.

"Iya, bentar lagi selesai kok!" balas Raisa setelah yakin dengan tampilannya di cermin. Ia pun segera mengambil tasnya dan cardigan abu-abu yang tergeletak di atas tempat tidurnya.

"Aduh!" seru ibunya spontan sambil menepuk jidat saat Raisa baru saja sampai di teras luar dimana ibu dan kedua adiknya sudah menunggu.

"Kenapa Ma? Mama sakit?" tanya Raisa khawatir sembari mendekat ke arah ibunya.

"Iya. Mata Mama sakit lihat penampilan kamu," ledek ibunya agak kesal. "Kenapa sih kamu harus rusak penampilan kamu sama cardigan jelek itu?"

"Raisa nyaman pakainya Ma."

"Gimana ada lelaki yang tertarik sama kamu, kalau kamu selalu kayak gini," protes ibunya lagi.

Raisa mendesah pelan, ia heran kenapa semakin hari ibunya itu semakin cerewet. Sebegitu takutkah ia jika sampai anak gadisnya ini menjadi perawan tua?

"Ma....kalau orang itu benar-benar punya niatan baik ke Raisa, dia gak akan masalah dengan tampilan Raisa yang kayak gini," jelas Raisa bijak. "Lagipula penampilan itu gak bisa jadi tolak ukur sebuah rasa yang bernama cinta. Buktinya Gre...."

"Mama ngerti. Ya udah kita berangkat sekarang," putus sang ibu pada akhirnya sebelum anak gadisnya itu menyelesaikan kalimatnya. Ia tahu sulit bagi Raisa untuk membuka hatinya kembali. Tapi sebagai seorang ibu, Ratih tidak bisa berdiam diri saja melihat kesendirian putri sulungnya itu. Sebagai seorang ibu ia ingin melihat ketiga buah hatinya hidup bahagia.

Suasana di dalam mobil terasa sangat canggung entah karena apa. Jika bukan karena celoteh riang Rania, Randi yakin mobil peninggalan sang ayah yang dikendarainya kini pasti sudah seperti kutub selatan, dingin tak bernyawa. Seperti kakaknya yang semenjak lima belas menit lalu hanya memandangi jalanan melalui jendela di sampingnya. Entah bermuara kemana pikiran kakaknya itu, tapi yang pasti ia tahu kakaknya itu sedang gelisah.

"Teteh tenang aja, Randi akan selalu ada buat Teteh. Jadi Teteh gak usah khawatir," bisiknya sembari menggenggam telapak tangan kakaknya dengan sebelah tangannya. Raisa menoleh dan tersenyum simpul pada adiknya yang sedang fokus menyetir itu. Ya, ada Randi adiknya. Adik yang selalu bisa ia andalkan, satu-satunya lelaki yang ia percayai di dunia ini.

Hampir tiga puluh menit mereka menempuh perjalan, akhirnya mereka sampai di salah satu restoran ternama di Jakarta. Mereka langsung menuju ke meja yang telah direservasi oleh teman ibunya itu. Sedang ibunya memutuskan untuk pergi ke toilet sedang mereka menunggu di meja.

Raisa tidak tahu seperti apa teman ibunya kali ini, tapi yang jelas teman ibunya itu pastilah bukan orang biasa, melihat seperti apa tempat mereka berjanji bertemu sekarang ini. Raisa juga tidak tahu bagaimana anak lelaki teman ibunya yang akan bertemu dengannya malam ini. Kira-kira akan seperti apa dia? Mencemoohnya atau mengabaikannya? Raisa tidak tahu, ia juga tidak ingin terlalu memikirkannya. Toh semuanya akan sama saja. Tidak akan berubah. Hatinya akan tetap seperti ini terpaut pada satu orang yang tak akan pernah terganti oleh siapapun.

Mr. Playboy & Ms. CalmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang