Perubahan

1.4K 143 13
                                    

Sudah seminggu berlalu semenjak insiden yang terjadi di Dufan. Raisa sudah kembali bekerja seperti biasa setelah sebelumnya ia absen selama tiga hari. Tiga hari yang menurutnya terasa menyakitkan namun juga terasa..... Entahlah Raisa juga bingung untuk mengungkapkannya. Yang jelas sudah lama sekali ia tidak pernah merasakan hal semacam itu. Dan semua ini terjadi karena bossnya, Rion.

"Ini sudah waktunya istirahat," ujar Rion yang tiba-tiba saja sudah berada di depan meja kerjanya. Saking seriusnya ia bekerja, ia sampai tak mendengar derit pintu saat bossnya itu keluar dari ruangannya.

"Sebentar lagi Pak, tanggung sedikit lagi," balas Raisa tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari layar komputer.

"Huh...." Rion mendesah pelan. Sebenarnya ia paling sebal jika ada orang yang membantah ucapannya. Tapi semenjak hari itu ia sudah bertekad untuk lebih bersabar pada Raisa, sekalipun itu terasa sulit untuknya. "Saya tidak akan memarahi kamu, sekalipun pekerjaan itu tidak selesai sekarang. Jadi berhenti dan ayo kita istirahat sekarang," Rion berujar lembut tapi penuh penekanan.

"Huh...." kini giliran Raisa yang menghela nafasnya. Ia tahu Rion tak mudah dibantah. Dan inilah yang menjadi beban pikirannya akhir-akhir ini. Rion terlalu berlebihan dalam memperhatikannya. Perhatian kecil yang terkesan berlebihan. Seperti saat ini yang selalu mengingatkan jam istirahat. Padahal sebelumnya Rion cuek saja bila ia tidak istirahat sekalipun.

Dengan berat hati Raisa pun menutup lembar kerjanya setelah sebelumnya meng-klik icon save pada layar komputer. "Oke, saya istirahat sekarang Pak."

"Bagus," Rion tersenyum puas.

"Tapi.... saya mau makan sendiri. Pak Rion tidak usah menemani saya lagi."

"Kenapa?" Rion mengernyit tak suka. Seminggu ini ia sudah terbiasa menghabiskan waktu istirahat bersama gadis itu. Memperhatikan dengan baik, takut gadis itu melewatkan jam makan siangnya atau lupa meminum vitaminnya.

"Saya... saya...." Raisa bingung mengungakapkannya, perubahan ini terlalu membingungkannya.

"Jangan pikirkan orang lain. Toh kita tidak merugikan mereka. Lagipula kamu harus mulai terbiasa dengan semua ini," ucap Rion seolah tahu semua isi kepala gadis di hadapannya itu.

Rion bukannya tidak tahu kalau selama ini mulai muncul gosip tentang dirinya dan Raisa. Perubahan sikap Rion pada Raisa jelas mengundang tanya orang-orang di sekitar mereka. Tapi sekali lagi Rion tidak peduli.

Dan sebelum Raisa membantah, Rion segera menarik pergelangan tangan gadis itu lembut. Menuntunnya hingga mereka tiba ditempat yang akan mereka tuju. Dan Raisa hanya bisa pasrah saat Rion mulai menggenggam tangannya. Karena Raisa tidak bisa memungkiri kenyamanan yang tangan Rion tawarkan padanya.

Dan mulailah bisik-bisik itu terdengar lagi. Kebanyakan dari karyawan perempuan yang sangat mengidolakan Rion dan berebut untuk menarik perhatian bossnya itu. Bahkan beberapa temannya dulu di divisi akuntansi kini berbalik memusuhinya.

"Munafik! Dulu katanya gak tertarik sama Pak Rion, tapi sekarang kemana-mana nempel terus kayak perangko."

"Itu triknya dia kali, biar bikin Pak Rion penasaran."

"Dia pakai pelet kali. Kan gak mungkin banget Pak Rion tertarik sama dia. Lihat aja penampilannya beda banget sama selera Pak Rion."

Ingin sekali Raisa menggebrak meja tempat gadis-gadis itu berkumpul sambil membicarakannya dan bilang bahwa semua itu tidak benar. Tapi untuk apa, mereka semua pasti tidak akan langsung percaya bukan?

"Sudah abaikan saja mereka, dengan dibicarakan begitu dosa kamu berkurang dan diambil alih oleh mereka," komentar Rion yang duduk di depannya. Tampak tenang dan tak terganggu sedikitpun. Tentu saja, ia pasti sudah terbiasa dengan semua ini. Jadi bahan obrolan satu kantor memang sudah hal yang lumrah bagi Rion, tapi bagi Raisa ini adalah pertama kalinya dan ia merasa tidak nyaman.

Mr. Playboy & Ms. CalmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang