Part 15

1.7K 161 31
                                    

"Ekhem....."

"Mas Rion sakit tenggorokan?" tanya Davina sedikit terganggu dengan suara deheman Rion yang merusak konsentrasinya.

Rion hanya mengumpat dalam hati. Sudah hampir dua jam dia ditahan di ruangan ini, membantu gadis itu menyelesaikan tumpukan berkas-berkas yang katanya sama sekali tidak dipahaminya. Entah memang benar atau itu hanya akal-akalan Davina untuk selalu menempel padanya. Bukannya ia kelewat percaya diri, tapi dari awal ia tahu jika Davina memang tertarik padanya.

"Sudah waktunya istirahat," komentar Rion sambil menunjuk jam dinding yang ada di ruangan tersebut.

Davina mengikuti arah telunjuk Rion dan seketika tersenyum malu. "Duh maaf ya Mas, sampai lupa waktu begini," ucap Davina tampak tak enak hati.

"Tidak apa-apa. Kalau begitu saya duluan ya. Permisi," ujar Rion setelah merapikan beberapa berkas yang berserakan di depannya.

"Eh tunggu sebentar Mas," Davina langsung menarik lengan Rion sebelum lelaki itu melangkah pergi.

"Ada apa?" kening Rion berkerut samar saat dilihatnya Davina hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Em..... Kita istirahat bareng ya Mas?" ucap Davina tampak ragu. "Aku yang traktir deh! Anggap saja ini rasa terimakasih aku ke Mas Rion," lanjutnya lagi namun kini dengan intonasi yang jauh lebih semangat dan ceria.

"Maaf, tapi saya tidak bisa," jawab Rion dan sontak membuat wajah Davina murung seketika.

"Oh...Oke," hanya itu yang mampu Davina ucapkan. Selanjutnya ia hanya mampu menatap punggung lelaki itu sebelum akhirnya menghilang di balik pintu ruangan kerjanya. "Pa.....Davi sayang sama Mas Rion. Tapi kenapa dia selalu menciptakan jarak diantara kami? Memang apa kurangnya Davi?"

*******

Dengan tergesa Rion segera menuju ruangannya. Sudah jam 12.20, sebagian hatinya berharap Raisa masih ada di meja kerjanya menunggu ia kembali, tapi sebagian hatinya lagi berharap kalau gadis itu sudah pergi istirahat bersama teman-temannya. Jangan sampai gadis itu sakit lagi hanya karena jadwal makannya yang tidak teratur. Dan saat ia tidak menemukan Raisa di meja sekretaris, entah ia harus merasa senang atau kecewa.

Dengan langkah gontai Rion menuju ke kantin, berharap dapat menemukan gadis itu disana.

"Loh ngapain lo disini?" tanya Ivan yang heran saat berpapasan dengan Rion di kantin.

"Makan lah, emangnya ngapain lagi?" timpal Rion sedikit ketus.

"Yaelah, terus si Raisa ngapain nungguin lo di ruangan lo tadi?"

"Huh? Maksud lo apa? Ini juga gue lagi nyari di...a...." Rion langsung menepuk dahinya pelan, menyadari kebodohannya.

"Cepetan kesana gih. Kasihan dia nungguin lo. Mana katanya dia udah bawa masakan sendiri dari rumah lagi. Makanya lo ngapain sih lama-lama nguru....." tanpa membuang waktu lagi Rion langsung melesat kembali menuju ke ruangannya, membuat ucapan sahabatnya itu menggantung tidak jelas.

*******

Ceklek

Senyum Raisa merekah saat mendengar pintu di belakangnya terbuka. "Pak. Rion lama banget sih, saya nungguin dari tadi tahu! Mana sms saya nggak dibales lagi. Tahu lama gini saya makan aja sendirian," gerutu Raisa sambil membuka lunch box di meja.

"Maaf, kamu siapa?" tanya suara di belakangnya.

Raisa menolehkan kepalanya dan terkejut saat mendapati bahwa yang masuk barusan bukanlah Rion melainkan Davina, anak Presdir yang kini juga menjabat sebagai Presdir. "Sa...saya sekretarisnya Pak. Rion," jawab Raisa gugup.

Mr. Playboy & Ms. CalmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang