Part 6

115 15 0
                                    

Rafaya's POV
Aku melangkah kan kaki ku cepat disepanjang koridor yang sudah mulai sepi. Rintik hujan yang kian menderas semakin membuatku khawatir. Pasalnya aku harus pulang sendiri, . Rakha sedang ada eskul basket dan Pak Septio sedang mengantar Mama pergi ke Bandung.

Untuk apa ke Bandung? Aku pun tidak tahu. Mama dan Papa hanya sekitar 3 bulan jika ditotalkan berapa lama mereka di rumah. Akupun tidak terlalu peduli, dengan adanya mereka dirumah, kurasa luka ku akan semakin dalam dan tidak akan pernah sembuh.

Saat baru saja sampai gerbang, hujan deras langsung mengguyur ibukota. Rambut dan tasku juga sempat terkena hujan sebelum aku berlindung.

Huft. Ini sudah jam 5 sore. Dan aku belum pulang, baiklah setidaknya sampai pintu gerbang benar benar dikunci aku baru akan keluar.

Sekitar 20 menit aku menunggu, tetapi hujan malah semakin besar. Pak satpam juga sudah bersiap siap mengunci gerbang dengan kaus basah karena hujan.

Kalau begini mau tidak mau aku harus menerobos saja. Tidak apa apa lah, tidak ada yang peduli jika aku sakit ini kan?

Aku langsung menerobos hujan yang kian deras perdetiknya. Berteriak pada satpam jangan ditutup dahulu gerbangnya, sampai aku berterima kasih pada Pak Satpam itu setelah benar benar keluar dari gedung sekolah.

Aku tetap berlari sepanjang perjalanan ke rumah. Memang rumah ku dekat, tetapi itu jika ditempuh pakai mobil. Kalau jalan kaki? Lumayan untuk berolahraga mungkin.

Tubuh ku sudah menggigil sangking dinginnya. Tadi pagi memang aku lupa bawa jaket ataupun sweater sehingga aku hanya memakai kemeja sekolah tanpa pelindung dingin sekalipun.

Setidaknya aku memaksa diriku sampai gerbang kompleks. Aku lalu berlindung di taman kompleks yang memang dipenuhi oleh pohon pohon besar, hujan deras pun tidak terlalu terasa di balik pohon pohon ini.

Setidaknya lebih baik disini, jujur saja aku malas pulang. Aku benci rumah.

***

Author's POV

Sudah sekitar 1 jam seluruh ibukota di guyur hujan deras yang tampak nya tidak segera berhenti. Seluruh pakaian Rafaya basah, bahkan pohon besar ini pun tidak terlalu dapat melindungi Rafaya.

Rafaya suka hujan. Sangat.

Dahulu hujan lah yang menjadi temannya dikala ia kesepian. Saat ia kesepian, Rafaya biasanya mengobrol ringan dengan hujan, menumpahkan segala sesak dihatinya bersama hujan. Bercerita dengan angin. Gila memang, tetapi setelah itu ia merasa lega.

Seperti yang ia lakukan kini.

Sampai seseorang mengagetkannya.

"Kenapa ujan ujanan?" Nah kan, bahkan Rafaya tidak sadar ia telah berjalan ke tengah taman yang tidak tertutupi pohon.

Rafaya menengok, mendapati sosok Ervin menatapnya dari ujung taman.

"Gak tahu" seru Rafaya sedikit berteriak, mengalahkan suara hujan. Meskipun begitu, ia tidak mau beranjak dari tempat ia berdiri sekarang. Ia masih ingin merasakan air hujan yang menenangkan.

"Kenapa gak pulang? Udah malem"

Rafaya hanya mengabaikan Ervin, ia menutup matanya dan mendongak ke atas. Merasakan air hujan yang semakin membasahi wajahnya. Sangat menenangkan.

Dan beberapa detik kemudian Rafaya membuka matanya, menyerit bingung begitu tidak merasakan air hujan lagi.

Dan ternyata Ervin sudah berada disebelahnya, tangannya menggantung diudara memegang payung untuk melindungi Rafaya. Wajahnya tetap datar mengesalkan.

THE ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang