Part 8

83 14 0
                                    

Silence is the most powerful scream-Anonymous

Ervin's POV

"Kenapa lo harus nutupin ini semua? Dengan lo memendam semuanya? Kenapa lo harus nyakitin diri lo? Kenapa lo harus pura pura lo gak apa apa saat gue yakin lo ada masalah?" gue langsung bertanya tanpa bisa dicegah

Sejenak hening menghampiri kami. Gue pun juga gak berani bersuara lagi. Sampai akhirnya Rafaya memecah keheningan.

"Sepertinya lo tahu" kemudian dia menghembuskan napas berat, gue pun gaberani natap mata dia cuman bisa natap matahari yang kian tenggelam.

"Kenapa lo bisa tau?" lanjutnya

"Gaada orang yang pake jaket ke pantai, Ra. Kalo faktanya lo sakit, kenapa lo masih bisa lari larian?" gue akhirnya membuka suara, tetap tidak menatap perempuan disebelah gue ini.

"Lo belom jawab pertanyaan gue" lanjut gue setelah beberapa saat tidak ada yang membuka pembicaraan sama sekali

"Gue pikir lo gak perlu tau" jawab Rafaya yang membuat gue tertegun, gue menengok kali ini.

Dia bahkan menangis dalam diam. Liat lah, ia sedang menangis, tidak, gue pun gak tahu Rafaya menangis atau tidak. Ia hanya mengeluarkan air mata tanpa suara sedikitpun. Yang gak tahu kenapa buat gue marah.

Marah sama keadaan kenapa bisa perempuan satu ini tersakiti. Aneh.

"Ya, mungkin gue gak perlu tahu. Tapi seenggaknya Ra, kasih tahu lo ada masalah apa ke orang terdekat lo, lo masih punya Rakha. Seenggaknya jangan lo pendem sendirianlah, Ra. Itu malah bikin lo tambah sakit, Ra. Mungkin orang yang lo ceritain gak ngasih saran untuk lo, tapi percaya sama gue kalo dengan cuman lo cerita masalah lo ke orang lain aja beban lo sedikit terangkat. Lo bisa teriak dan nangis sepuasnya buat ngelampiasin kekesalan lo, amarah lo, kesedihan lo. Tapi jangan dengan cara melukai diri lo sendiri. Lo cuman perlu air mata buat ngelampiasin kesedihan lo gak perlu dengan darah. Dan gue cuman mau bilang, lo bisa cerita sama gue kapan pun. Gue siap dengerin masalah lo. Please banget jangan lo pendem sendiri. It hurts even more"  gue gak tahu tiba tiba semuanya ngalir gitu aja. Gue gak pernah ngerasa secemas ini sebelumnya, semarah dan sekhawatir ini. Bahkan gue juga gak tahu kenapa gue bisa semarah ini. Padahal biasanya gue gak pernah peduli sama perasaan orang lain.

"Gue tunggu lo dimobil" setelah gue berkata itu, gue ninggalin Rafaya yang masih menatap kosong matahari yang sepenuhnya menghilang, menyisakan langit malam yang gelap dan sunyi.

***

Rafaya's POV

Aku menangis.

Untuk pertama kalinya aku menangis dengan kencang.

Aku bahkan terduduk di pasir pantai, aku terlalu lemah.

Ini semua menyakitkan, kalian tahu?

Berpura pura baik baik saja saat ini semua tidak akan pernah baik baik saja. Tidak akan pernah.

Aku hanya ingin keluargaku kembali normal saja. Bahkan permintaan ku hanya itu, tetapi mengapa bahkan permintaan ku tidak dijawab, Ya Allah?

Aku menangis hingga terasa sesak. Entahlah, jantungku terasa terperas. Semua tubuhku menjadi lemah. Mungkin hanya air mata, hanya air mata yang dengan kuatnya terus keluar.

Aku membenci ini. Seharusnya aku tidak pernah menerima tawaran Ervin untuk kesini. Aku benci saat orang lain tahu rahasiaku. Aku benci saat aku sadar aku sebodoh itu dengan kata katanya barusan. Ayolah Er, bahkan kata kata lo menusuk tepat dijantungku.

THE ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang