Part 4

103 16 0
                                    

"i stared into your eyes and you stared into mine but the only difference is, i fell deeper in love while you were just staring at another set of eyes" -from instagram poemporn_

Author's POV
Setelah hampir 2 jam berada di toko buku, Rafaya dan Ervin segera pergi menuju kafe Niagara yang terletak tidak jauh dari toko buku

"Mau pesen apa?" tanya Ervin begitu mereka berada tepat di depan kasir

"Green tea blend aja ya" pesan Rafaya lalu mereka pun segera mengambil tempat duduk

"Jadi? Gimana sekolah barunya?" tanya Ervin

"Ck, basa basi amat sih. Tapi yah, lumayan"

Ervin hanya tertawa, "Jutek banget deh, pantesan gak punya pacar"

Rafaya menaikan satu alisnya, bingung. "Lo tau dari mana gue gak punya pacar?"

Ervin hanya tersenyum misterius, "Makanya jangan jutek jutek, padahal nih, Ya, banyak yang mau sama lo kayaknya. Contohnya gue"

Rafaya hanya menggeleng geleng kepala, tidak habis pikir dengan ucapan Ervin. "Sok tau"

***

Rafaya's POV
Setelah melambaikan tangan kearah mobil Ervin yang sudah menjauh, aku langsung membuka pintu pagar, jantung ku memompa lebih cepat lagi saat tahu mobil Papa dan Mama terparkir rapi di garasi yang belum tertutup

"Non"

"Papa sama Mama udah pulang ya? Ada mobil mereka di garasi" unjuk ku berusaha terlihat tenang di hadapan Pak Ali

"Ah iya non" ucap Pak Ali takut takut

Pasti hal buruk terjadi lagi. Karena yang kutahu, mereka menyibukan diri ke pekerjaan mereka dan berharap saat pulang nanti tidak bertemu satu sama lain

Dan saat ini Tuhan berkehendak lain

Aku memasuki rumah perlahan, mendadak hati ku terasa diremas, sakit.

"KAN AKU UDAH BILANG! KAMU TERLALU SIBUK!!"

"LAH KAMU APAAN?! KAMU JUGA BARU PULANG KAN? MESRA MESRAAN LAGI YA SAMA BOS KAMU ITU DI PARIS?" terdengar suara teriakan Papa dan berujung suara pecahan yang entah itu kaca atau semacamnya

Aku tidak menyadari air mataku telah mengalir hingga membasahi bajuku. Sungguh, ini sangat sulit bernapas

Aku mengepalkan tangan ku dengan kuat lalu berlari ke kamarku. Berharap kedua orang tuaku tidak melihat diriku. Aku sibuk mencari benda itu. Tidak mempedulikan lagi dimana tasku aku letakkan.

Akhirnya ketemu, cutter 15cm dengan banyak sisa sisa noda darah disekitarnya

Aku mulai menyilet tangan ku dengan gemetar. Maaf, tapi aku sangat lelah. Aku tidak tahu lagi harus melampiaskan ini pada siapa. Sudah sejak lama aku tahu Papa dan Mama sudah tidak pernah bisa seperti dulu lagi. Sudah aku ketahui itu, jelas. Tapi Abang Rakha belum mengetahui itu. Bahkan Mama dan Papa juga belum tahu kalau aku tahu mereka sering bertengkar seperti ini. Ya, menyakitkan bukan?

Aku selalu memakai lengan panjang, tersenyum pada mereka saat makan malam bersama, yang mereka jawab hanya dengan anggukan kecil, mengobrol dengan Abang, berpura pura tidak ada masalah, berpura pura menahan sakit yang meremas lengan dan hatiku. Tidak, bahkan luka luka di lenganku tidak dapat menghilangkan perihnya hatiku

THE ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang