High School Love Story 17

133K 10.5K 368
                                    

Hari ini awan-awan hitam menutupi birunya langit. Rintik hujan menemani aktivitas pagi di sekolah. Cuaca yang dingin membuat para siswa enggan untuk mengikuti pelajaran dengan serius. Akan tetapi secara terpaksa, mau tidak mau mereka harus tetap melaksanakan kewajiban tersebut.

Jam pagi di awali dengan pelajaran seni. Tidak ada satupun yang menyukai mata pelajaran yang satu ini. Selain membosankan, bagi siswa yang tidak memiliki kemampuan dalam hal menggambar, mewarnai dan sejenisnya, kesenian adalah mata pelajaran yang harus dan patut di lenyapkan dari muka bumi.

Membuat sketsa bangunan gedung sekolah, itulah tugas yang merepotkan Sania pagi ini. Coretan demi coretan mulai terbentuk menyerupai sebuah tembok di buku bergambar milik Sania. Meski dengan hati tak iklas, Sania tetap mematuhi perintah dari sang guru. Devan yang duduk di samping Sania sudah menyelesaikan tugasnya sejak beberapa menit yang lalu. Cowok itu memang jago dalam bidang apapun. Jangankan hanya untuk menggambar sebuah gedung, melukis wajah seseorangpun Devan bisa, hanya saja kurangnya niat yang ada dari dalam diri Devan membuat cowok itu tidak bisa mengembangkan bakatnya.

"Dev gambarin gue dong plesae" Sania memelas, buku bergambarnya ia geser ke atas meja Devan.

"Buset jelek amat gambaran lo" Devan menyeletuk setelah melihat hasil coretan tangan Sania. Tidak menunggu waktu lama kotak pensil berbahan plastik itu sudah membentur kepala Devan.

"cepet amat ngambeknya neng" Devan menahan buku bergambar Sania yang akan di ambil kembali cewek itu.

"Kalo nggak mau bantu nggak usah pake menghina segala, jelek gini gua yang bikin, cape tau gak, hargai dikit napa"

"Yaelah ini anak lagi pms kali ya, dari tadi judesnya nggak ilang-ilang, lo kenapa sih?"

"Sania oi"

Cowok itu memutar bola matanya kesal karena tak dihiraukan Sania.

"Sejak kapan lo jadi bolot gini? Udah jelek bolot lagi. Pantesan jomblo"

Alis Devan bertautan melihat Sania merogoh tasnya lalu mengeluarkan handpone dari sana. "ngaca dulu mas, elo juga jomblo kali" Cewek itu mengarahkan layar handponenya yang mati ke depan wajah Devan, bermaksud memyuruh Devan berkaca di layar handpone miliknya.

Seperti apa yang disuruhkan Sania, Devan bena-benar menggunakan layar handpone Sania sebagai cermin. Dia memperbaiki beberapa helai jambulnya yang jatuh menutupi kening. "Ganteng ya gua" ucapnya sembari memperhatikan setiap inci lekuk wajahnya.

Sania berdecak lalu memasukan handponenya ke dalam saku rok. Menghentikan aksi Devan yang membanggakan diri sendiri. Tingkah cowok itu membuatnya merasa geli. "Dev, dulu tante raina ngidam apaan sih? Kok bisa punya anak kayak lo?"

"Kayaknya sih ngidam pengen ketemu justin bieber, makanya anaknya mirip kayak justin"

Hampir saja bom tawa di dalam diri Sania meledak mendengar jawaban Devan, namun kedatangan pak Richard seolah menjinakan bom tersebut.

"Gambaran kamu mana?" Sania mendongak lalu menunjukan hasil gambarannya.

"Tolong ini diperbaiki sedikit, kamu sudah besar masih belum bisa gambar garis lurus? Dulu tk nggak di ajarin gambar persegi? Perbaiki sedikit, jangan asal coret"

Tidak bisa Sania pungkiri dia ingin sekali mencakar wajah guru dengan jenggot tiga helai itu. Untung saja kesadarannya masih terkendali. "Iya pak" jawab Sania geram tak ketinggalan nada ketus didalamnya.

Setelah guru itu pergi Devan harus rela menjadi pelampiasan rasa kesal Sania. Lengannyalah yang menjadi tumbal kali ini.

"Buset dahhh, sakit pea, elo harusnya cabutin jenggotnya pak richardo, bukan nyubitin gue" Devan meringis sembari mengelus lengannya yang memerah.

High School Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang