Dress merah muda hitam selutut. Cardigan hitam. Syal merah muda. Sepatu hitam bertali merah muda. Tas tangan. Gelang. Anting-anting. Bedak tipis. Lip ice. Eye liner. Eye shadow. Pipi merona. Rambut tergerai rapi. Bando mahkota. Kuku merah pucat. Oke, semua perfect.
Jam putih yang menggantung di tembok ungu pucat kamarku menunjukkan pukul tujuh kurang lima. Sebuah honda jazz hitam terpakrir di depan gerbang rumahku, lalu mengklakson sekali. Ku tatap sekali lagi bayanganku di cermin lalu tersenyum. Botol parfum yang masih terisi dua pertiga kuangkat lalu ku percikkan ke tubuhku. Dua detik, aromanya menyapa hidungku. Kupaksakan satu senyuman lagi.
"Ma, Pa, aku pergi," terlebih dulu ku berpamitan saat melewati orang tuaku yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. Mereka hanya mengangguk kecil
"Sorry, aku lama banget ya?" tanyaku pada Danny sedang bersandar di mobilnya.
"Slow down, Linda. Acaranya masih setengah jam lagi," dia kembali memamerkan senyumnya yang begitu manis. Dia membukakan pintu samping kemudi.
"Uh, kalau bukan karena Vita, Aku tak akan repot-repot datang dengan dandanan seperti ini," aku memasang wajah malas.
"Well, Lin. Kamu cantik banget!" lagi-lagi dia tersenyum. Senyum yang tak pernah membuatku tahan untuk tidak ikut tersenyum. Aku tersenyum, dia masuk ke kursi kemudi.
Danny, laki-laki yang tiga tahun lalu menembakku dengan mawar putih dan mawar merah sekaligus. Dia sempurna, itu yang menyebabkan tak satupun wanita melewatkannya meski hanya untuk sekedar menyapa. Aku selalu megaguminya. Caranya tersenyum, caranya memperhatikanku, caranya memperlakukan aku, segala yang ada dalam dirinya, sampai detil terkecil. Kecuali satu, kenyataan bahwa ketampanannya selalu membuat semua wanita tertarik padanya.
Mobil berhenti di parkiran berjajar dengan mobil lain. Danny mengulurkan tanggannya dan segera kuraih. Rumah bertingkat dua ini sudah sangat ramai. Bunga-bunga terpasang di sepanjang jalan masuk. Balon-balon menggantung di setiap sudut. Tirai-tirai merah muda menjuntai anggun.
"Linda!" seorang wanita mengenakan gaun merah muda panjang memelukku. "Thanks for coming!" ujarnya.
"Butuh perjuangan, Vit" aku tersenyum, "Tapi buat kamu, apa sih yang enggak. Happy birthday ya, Vita sayang!" kuulurkan sebuah kotak merah muda hadiah ulang tahunnya.
"Thank you Linda. Ayo masuk! Acara udah mau mulai!" kubiarkan diriku mengekor dalam genggaman Vita.
Eko, pacar Vita, membuka acara. Basa-basi sedikit lalu masuk ke peniupan lilin. Selanjutnya, dengan anggun pasangan itu memotong kue besar penuh lilin itu, saling menyuapi. Potongan kedua untukku dan Dany. Danny menyuapiku sekali. Aku hanya tersenyum.
Detik-detik berikutnya, menit-menit berikutnya acara bertambah ramai. Musik di sana-sini, orang-orang heboh menari. Wanita-wanita mulai dengan genit melempar kedipan kearah Danny yang duduk di sampingku. Bahkan ada yang nekat meminta nomor ponselnya.
"Kamu mau kemana, Lin?" Danny meraih tanganku saat aku beranjak dari tempat dudukku.
"Aku mau cari udara segar. Kamu tau kan, Danny. Aku nggak pernah nyaman di tempat seramai ini."
"Aku temenin ya?" tawarnya. Aku menggeleng.
"Enjoy the party! Aku nggak lama." Danny mengerti dan melepaskan tanganku.
Aku duduk di gazebo rumah Linda. Bintang berserakan di langit, bulan menggantung manja. Aku sibuk mengamati air yang mengalir ke kolam renang. Mendengarkan musik yang dimainkan dengan alami. Lentera di pojok gazebo remang-remang menemaniku. Beberapa kunang-kunang berputar-putar riang mengelilingi patung kelinci yang mengalirkan air di sudut kolam renang.
KAMU SEDANG MEMBACA
InterGen - Antologi Romansa
RomantikEvent #1: Antologi Romansa Antologi ini adalah hasil karya bersama para anggota InterGen. Sebuah jawaban atas tantangan Event Bulanan pertama kali: membuat cerpen dengan genre romance :) Published 20 Februari 2016