Hey guys.
Aku mau ngucapin makasih banyak buat yang baca cerita ini. Tadi baru dilihat viewersnya udh lebih dari 10k.. seneng banget karena aku masih penulis pemula. Gak nyangka bisa sampe segitu banyak. Dan berita yang buat aku sedih karena makin jauh partnya makin dikit yang baca :(
Tapi gpp, aku tetap senang karena masih ada teman-teman yang mau baca cerita yang gak jelas ini. Intinya aku mau ngucapin terimakasih banyak buat teman-teman pembaca, karena ceritaku gak akan bisa sampai sejauh ini kalo bukan karena kalian
Dan lanjutan cerita ini semoga jadi hadiah buat teman-teman yang nunggu kelanjutan dimas sama fey ;)
_______________________Author pov
Gadis mungil yang sedari tadi tidur akhirnya sadar juga dari tidur lelapnya atau mungkin baru saja siuman. Dia menyadari ruangan ini tidak ada orang selain dirinya. Wajahnya tampak muram mengetahui pria yang dia rindukan tidak menemaninya. Sedangkan di luar ruangan seorang pria sedang menunggunya. Bingung apakah harus menunggu di dalam ruangan bersama Fey atau hanya menunggu di tempat dia duduk sekarang.
Dimas tak mengeluarkan suara sedikit pun. Asistennya yang selalu setia menemaninya mengetahui bahwa atasannya yang satu ini sedang resah dengan apa yang harus dia lakukan dengan gadis yang selalu menjadi pusat hidupnya sejak hampir satu tahun yang lalu.
Devan adalah asisten kepercayaan Dimas. Bahkan mereka sudah seperti sahabat. Di luar kantor mereka sering bertemu selayaknya sahabat. Devan tahu persis permasalahan yang Dimas rasakan. Ingin rasanya memberikan saran kepada Dimas. Namun saat ini yang Devan pikirkan adalah memberikan waktu kepada Dimas untuk menenangkan dirinya. Kecelakaan yang dialami Dimas dan Fey tentu saja berdampak kepada kesehatan mereka berdua. Ditambah jarak dan komunikasi yang memburuk tentu membuat kedua orang ini tampak begitu lemah.
Devan merasa kasihan dengan dua orang yang tak lain adalah sepasang kekasih. Mereka tampak begitu bodoh. Bertindak begitu hati-hati sampai tak mendapat jawaban untuk permasalahan dalam hubungan mereka. Si gadis yang sudah pasti berpikir dan merasa dicampakan oleh kekasihnya. Sedangkan si pria berpikir yang belum tentu kebenarannya. Dan menghindari kekasihnya karena takut telah menyakiti gadisnya. Kalau tak pernah berbicara empat mata maka keduanya hanya akan berasumsi yang belum tentu benar.
Devan mulai resah karena Dimas yang tampak seperti mayat hidup.
"Pak apakah anda ingin saya antarkan pulang? Anda tampak tidak sehat saat ini" ucap Devan memecah keheningan yang mencekam. Di saat dia menjadi asisten Dimas, dia tentunya bersikap profesional. Dan jika ditanyakan asisten pertama Dimas yaitu Lisa. Tentu saja dia sudah dipecat. Semenjak Dimas memutuskan untuk berpacaran dengan Fey. Tak ingin membuat permasalahan dengan gadisnya itu, meskipun Dimas tak melirik Lisa sama sekali. Namun mengetahui kemungkinan Fey cemburu tentu saja memecat Lisa atau memindahkan tugas ke tempat lain adalah pilihan yang tepat. Orang tua Dimas memang sengaja memberikan Dimas asisten perempuan untuk melihat apakah anak mereka adalah seorang playboy atau tidak.
"Sebentar. Saya masih punya urusan disini." Jawab Dimas akhirnya.
Dimas berdiri dengan langkah perlahan dia menuju pintu yang sedari tadi ditatapnya. Saat berada di depan pintu Dimas tampak ragu untuk membukanya.
"Apakah dia akan marah padaku? Aku harap tidak membuatnya menangis" ucap Dimas pelan namun masih bisa didengar oleh Devan
"Anda tidak akan pernah tahu jika tidak pernah mencobanya tuan" ucap Devan singkat.
Dimas hanya mengangguk untuk menjawab perkataan Devan atau lebih tepatnya untuk meyakinkan dirinya agar berani menghadapi FeyPintu terbuka Dimas dan Fey pun saling memandang. Air mata dengan mudah menggenang di pelupuk mata sang gadis. Perasaan rindu seakan meledak dalam dadanya.
Dimas mendekat, dia tampak tenang walaupun di dalam hatinya dia merasa hatinya hancur melihat Fey yang begitu rapuh. Seharusnya dia tidak membuat semuanya menjadi begitu rumit."Apa yang kamu rasakan?" Tanya Dimas memastikan keadaan fisik Fey apakah jauh lebih baik atau tidak.
Namun Fey mengartikan pertanyaan itu lebih kepada keadaan hatinya
"Kau menyakitiku" hanya itu yang dikatakan Fey dan Dimas pun tahu bahwa dia telah membuat Fey sedih.
Dimas segera merangkul Fey. Lama tak merasakan Fey dalam pelukannya. Memberikan Fey pelukan hangat dan mencurahkan perasaan rindunya kepada Fey yang selama ini dipendam olehnya.
Sedangkan Fey memukul Dimas untuk meluapkan perasaan sedih dan bahagianya. Sampai akhirnya Fey merasa lebih tenang dan Dimas pun melepas pelukannya.
Dimas melihat manik mata Fey begitu juga sebaliknya. "Maafkan aku" ucap Dimas kemudian.
Dia mengecup puncak kepala Fey, kedua mata, pipi dan berakir di bibir gadis yang dia rindukan.
Perasaan hangat menjalar ditubuh Fey. Merasakan kasih sayang yang selama ini dirindukannya. Kecupan ringan menjadi lebih dalam dan Dimas lebih menuntut. Fey yang terbawa emosi mengikuti dan membalas semua perlakuan Dimas sampai akhirnya mereka berhenti untuk bernafas. Fey yang sudah mendapatkan kesadarannya pun menunduk malu karena dia tak menyangka bisa berbuat seperti itu. Pipinya memerah malu. Yang membuat Dimas gemas melihatnya. Ini bukan kali pertama mereka berciuman namun Fey masih sama seperti dulu. Dia begitu muda malu. Dan tampak cantik saat tersipu malu.
Dimas tersenyum melihat gadisnya yang menunduk tak berani memandangnya. Dimas mengangkat dagu Fey sampai mereka saling bertatapan kembali. Fey tak bisa mengalihkan pandangannya seolah Dimas telah mengunci pandanganya.
"Tak ada niat untuk menyakitimu. Kamu satu-satunya wanita yang mengisi pikiranku selain ibuku. Percayalah jangan berpikir bahwa aku mencampakanmu, meskipun keadaan menunjukan bahwa aku bertindak seperti orang brengsek. Semuanya akan aku jelaskan untuk meluruskan pikiran buruk yang berada dalam kepala cantikmu. Namun sekarang yang terpenting adalah kesembuhanmu. Aku tak mau melihat gadisku tampak mengenaskan. Aku merindukan Fey yang ceriah." Ucap Dimas sambil menggenggam jemari Fey yang mungil.
Seolah terhipnotis Fey hanya mengangguk dan tersenyum. Setidaknya saat ini dia sudah bisa melihat Dimasnya.________________________
Dua hari berada di rumah sakit tentunya sangat membosankan bagi Fey. Untung saja Dimas selalu datang untuk menemani Fey. Dimas tak keberatan untuk melakukan pekerjaannya di rumah sakit karena Fey yang meminta. Namun bukan Fey namanya kalau dia bisa betah di dalam ruangan serba putih ini.
Bujukan dengan berbagai cara Fey lakukan agar bisa segera pulang. Yang Fey pikirkan saat ini hanyalah menghabiskan waktu dengan Dimas, dan tentu saja bukan di rumah sakit. Dimas yang tahu sifat Fey yang pantang menyerah selalu saja menemukan cara agar Fey mau dirawat di rumah sakit. Sedikit putus asa mengahadapi Dimas yang tetap kekeuh agar dia dirawat di rumah sakit.
Senyuman licik pun menghiasi wajah Fey saat mendapatkan ide gilanya. Dia takut untuk melakukannya, takut respon Dimas yang tenang dan tujuannya untuk pulang dari rumah sakit gagal. Namun jika tidak mencoba rasanya rugi.
Fey menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya dan untuk memberanikan diri membujuk Dimas entah untuk ke berapa kalinya. Takut Dimas terpancing emosi karena sikap Fey yang keras kepala meminta pulang. Meskipun sedkit kewalahan namun Dimas masih bisa menangani sikap Fey yang terkadang aneh. Dan benar saja mereka tidak membahas sama sekali permasalahan yang terjasi dalam hubungan mereka.Dimas tampak sibuk dengan beberapa lembar kertas yang sedari tadi mencuri perhatiannya membuat Fey sedikit kesal. Fey pun melancarkan aksinya. Jantungnya berdegup kencang sperti akan keluar dari tempatnya.
Dimas yang tak menyadari Fey berada di dekatnya membuat Dimas kaget saat Fey sudah berada di pangkuan Dimas.
Dimas mengetahui bahwa gadisnya ini masih berusaha untuk membujuknya. Namun tak pernah membayangkan bahwa Fey akan bertindak sejauh ini. Dimas pun mengikuti permainan Fey dan berusaha tampak tenang meskipun sebenarnya dia merasa tubuhnya akan mudah terpancing. Karena tentu saja dia adalah pria normal.
Fey mengambil alih beberapa lembar kertas dan dokumen-dokumen yang berada di genggaman Dimas dan meletakannya di meja. Sekarang perhatian Dimas hanya terpusat kepada Fey.
"Ada apa nona?" Tanya Dimas akhirnya
Fek tampak malu dengan posisinya saat ini ditambah lengan besar Dimas yang sudah melingkar di pinggangnya membuatnya tidak bisa mundur lagi dari rencananya. Nasi telah menjadi bubur pikir Fey, jadi di teruskan saja siapa tahu berhasil pikir Fey.
"Emm. Dim pulang ya? Mama papa bentar lagi balik ke Jakarta. Kalo mereka tau aku masuk rumah sakit, pasti mereka sedih. Kak Damian juga pasti kena imbasnya. Mama sama papa pasti marah ke dia. Padahal dia gak tau kalo aku sakit, kak Damian lagi di luar kota. Makanya dia gak tau."
Dimas tampak berpikir namun tak kunjung memberikan jawaban. Dan tanpa disadari jemari Fey berada di dada Dimas.
"Sweet heart apa yang kamu lakukan? Aku berusaha untuk tetap tenang, namun sepertinya kamu hobi sekali memancingku" ucap Dimas namun sayangnya Fey tak mengerti apa yang dimaksud Dimas sampai akhirnya Fey merasakan seuatu di bawah.
"Oh ya ampun, aku telah membangunkan singa" batin Fey dan berusaha segera bangkit dari pangkuan Dimas.___________________
Ehehe segitu dulu yaaa. Makin gak jelas ceritanya ahahah. Maaf bnyak typo, aku ngetik pake hp soalnya.
Jangan lupa tinggalkan jejak di cerita ini.
Part selanjutnya bakalan lanjut kl votenya udah nyampe 100 :p
Jangan lupa comentnya juga yaa teman-temanXoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Obsession
RomansaBrakk!!! "duhh sakit tau" gadis itu meringis sambil memegang kepalanya yg kejedot pintu kelas. Entah apa yang aku pikirkan, namun aku langsung tertarik dengan gadis mungil di depan ku. Ku pastikan dia menjadi milikku Dimas Nicolas Fernandez *** Okey...