"Akhirnya bel juga," ucap Lana lega.
Sebelum bel istirahat bunyi, kami -aku dan teman-teman sekelasku- habis kuis dadakan dari Bu Inggrit, guru matematika. Anak-anak sekelas tau tabiat Bu Inggrit yang suka ngasih kuis dadakan, tapi ini bener-bener di luar ekspektasi kita. Soalnya dua minggu yang lalu, secara berturut-turut, Bu Inggrit udah ngasih kuis dadakan dan kita memprediksikan kalau kuis dadakan ga ada lagi bulan ini. Biasanya sebulan 2x tapi terserah Bu Inggrit maunya kapan.
"Gila gue, Nay, kalau dadakan mulu kayak gini," kata Lana dengan suara keras dan yang membuyarkan lamunanku.
"Ga cuma lu kali, Lan," sahut Diko, teman sekelasku.
"Iya nih, bisa mati tau gue lama-lama gini," tambah Saski.
"Untung nanti pelajaran Pak Satya yang ganteng, lumayan refresh-in kepala gue yang mendidih ini," timpal Adriana, yang satu kelas tau dia suka banget sama Pak Satya.
Pak Satya cuma beda beberapa tahun, beliau usianya 23tahun. Sebelum lulus S2, beliau udah ngajar disini, udah 1tahun setengah.
"Mending ke kantin aja yuk, Nay. Gue mau perut sama nenangin otak gue yang keruh." Lana menarik tanganku. Aku pasrah aja kalau Lana udah kayak gini.
"Oh iya, gue belum cerita ke Lana soal chat dari Satria itu," batinku.
"Eh Nay, lu mau pesen apa? Mumpung kita ngelewatin tempatnya Mas Yanto?" tanya Lana semangat.
"Gue nasi goreng aja deh, Lan, sama es teh"
"Yaudah lu cari tempat duduk, gue yang mesen ke Mas Yanto" ujarnya. Aku hanya mengangkat jempolku sebagai tanda oke.
Aku melihat ke arah pojok-pojok kantin, ternyata udah terisi semua. Akhirnya aku menemukan tempat kosong, tempatnya ga begitu ke tengah dan ga begitu di pojok.
Aku melihat Lana sedang mencariku, aku melambaikan tangan ke arah Lana, untuk memberitahu tempat duduk kami.
"Untung ga di tengah dan ga kete--," belum selesai Lana berbicara, sudah ada suara yang menginterupsi ucapan Lana. "Ayang Lana," ucap orang itu riang.
Orang itu Rafa. Tepat di samping Lana. Di samping Rafa ada Satria dan satu lagi kalau ga salah namanya, Orin.
"Apaan sih lu? Ganggu tau ga!" kata Lana ketus.
Cowok yang bernama Orin cuma tersenyum. Satria tampangnya ditekuk. Aku cuma bisa ngeliatin Lana, Rafa ditambah Orin dan Satria secara bergantian.
"Kok ayang gitu?" tanya Rafa.
"Ayang, ayang, gue bukan ayang lu! Udah lu sana pergi deh, males gue ngeliat tampang lu bertiga!"
"Udah deh Raf, mending cabut dari sini, males gue ngeliat cewek barbar ini." Satria datar. Kayak chat-nya yang datar juga.
"Gue juga males ngeliat cowok yang ga mau di salahin padahal salah dan temen lu yang ke ganjenan ini." Lana menekankan kata ga mau di salahin padahal salah dan ke ganjenan.
Aku cuma bisa ngelus dada aja kalau udah gini.
Satria membawa teman-temannya pergi dari hadapan aku dan Lana.
"Lan, emang itu ga kebangetan ya?" tanyaku hati-hati, bahaya soalnya kalau ngomong macem-macem dalam keadaan Lana yang habis ketemu Rafa. Bisa kena semprot. Dulu Dika pernah kena semprot soalnya karena iseng ngeledekin Lana yang abis di godain Rafa di depan kelas.
Lana berkata, "Enggak lah, cowok kayak gitu pantes di galak-in. Ya kecuali kayak temennya yang satu lagi tuh si Orin, dia baik, jadi ya ga gue galak-in."
Aku cuma manggut-manggut aja.
"Oh iya, Lan, gue mau ngasih tau. Tapi jangan histeris ya, walaupun gue tau lu ga bakal histeris sih. Cuma mau ngingetin aja."
"Apwaan," ucapnya sambil makan.
"Ish, telen dulu baru ngomong." Aku mengingatkan Lana.
"Udah nih. Apaan?" tanyanya penasaran.
Aku memainkan jari-jariku di atas meja, "Jadi, pas lu udah tidur kemaren tuh di kamar gue, Satria bales chat gue. Tapi--"
Aku belum selesai ngomong, Lana langsung menyela ucapanku. "Dia bales chat lu? Tumben amat."
"Belum selesai gue ngomong, Lan."
Lana tertawa kecil, "Maaf maaf, lanjut deh."
"Tapi, dia balesnya singkat."
"Emang bales apa?" Lana makin penasaran.
"Btw, yang lu omongin sebelum lu tidur itu kebalikannya," kataku mengingatkan kejadian kemarin.
Aku berkata lagi, "Dia cuma bales 'ya?', gitu."
"Idih, kagak niat apa itu orang balesnya. Terus lu jawab apa?"
Aku kembali memikirkan jawaban yang telah aku kirim kemarin ke Satria. "Gue jawab 'lagi apa?', Lan"
"Haduh Naya. Kenapa bales gitu?" tanyanya.
Aku belum menjawab pertanyaan Lana, dia sudah berbicara lagi. "Lagian, ngapain sih lu chat itu cowok itu? Ga guna tau!"
"Gue bingung, Lan mau bales apa. Dan sialnya kata-kata itu yang gue kirim ke dia"
"Gue cuma iseng doang, Lan. Iseng," tambahku.
Lana diam setelah aku bilang seperti itu dan aku memperhatikan Lana yang misuh-misuh ke arah hpnya.
"Kenapa Lan?" tanyaku dan meminum es teh milikku.
"Ini, si cowok gesrek ngeline gue, nanyain matematika tadi. Ga jelas banget itu anak. Cuma gue read aja, males balesnya," jawabnya.
"Awas nanti jadi jatuh cinta sama Rafa loh," godaku.
"Idih, never in million years ya. Amit-amit deh gue sama cowok gesrek itu." Lana mengatakan itu sambil mengetuk-ngetukkan tangannya ke meja.
Aku cuma bisa terkekeh melihat tingkahnya.
"Yang ada, lu tuh yang hati-hati sama Satria. Patah hati ntar lu," ucap Lana mengingatkan.
"Ish, dibilang gue iseng doang juga, ga percayaan banget."
"Gue ngeliat dari mata lu ga gitu loh, Nay."
*ting*
bunyi yang menandakan ada chat masuk.
an: finally, update this story after i don't know how to start this part hahaha.. sorry for any typos and wrong EYD. I hope you like this part and don't forget to leave your vote and comment(s). Thank you for read this story! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Chat
Teen FictionAwalnya aku iseng, tapi kenapa ujungnya jadi begini? -Kanaya Ini cewek ga bisa apa kalau ga chat gue sehari aja? Ganggu banget. -Satria Start from chat and how is the ending? Copyright © 2016 by thebubblegum