eleven

2.1K 133 31
                                    

"Tumben-tumbenan nih Lana dan--" Rafa mencoba mengingat nama Naya. Rafa tipikal laki-laki yang gampang ingat dan gamapng lupa dengan nama orang, kecuali orang itu memang berkesan dihatinya seperti Lana atau dekat dengan dia seperti keluarga dan juga sahabatnya.

Naya yang menyadarinya kalau Rafa mungkin belum tau namanya langsung menyebutkan namanya, "Naya."

"Nah iya Naya. Hehehe maaf ya gue lupa mulu nama lu, Nay," kata Rafa sambil mengunyah makanannya.

"Telen dulu bego, baru ngomong," ucap Orin. Orin memang kesal kalau Rafa berbicara saat makan.

"Gausah pake bego kali, dongo," balas Rafa kepada Orin sambil menunjuk Orin dengan sendoknya.

Orin kembali berbicara, "orang dongo itu yang ngatain orang lain dongo, bodoh."

Naya terbengong saat melihat kedua sahabat itu adu mulut.

"Udah kali. Malu bangkotan masih aja berantem kayak anak kecil," ujar seseorang datar.

Naya menoleh ke arah suara tersebut. Dia ga menyangka kalau bisa mendengarkan suara laki-laki tersebut. Kalau Lana jangan di tanya deh, dia sibuk dengan makanannya dan berusaha bodo amat dengan kehadiran Rafa.

"Dih, santai kali bro." Rafa kembali memasukan makanan ke dalam mulutnya. Satria biasa saja dengan ucapan Rafa tersebut.

Dan lagi-lagi Rafa berbicara sambil makan. "Oh iya tadi kan gue mau nanya sama kalian. Ga jadi kan gara-gara si idiot satu ini," sambil melirik Orin.

Orin yang merasa pun langsung melihat kearah Rafa, "apa lu ngeliatin gue? Emang gue pisang?"

Naya tidak menyangka kalau Orin akan seperti itu, di bayangannya seorang Orin adalah laki-laki yang kalem dan penengah di antara Satria dan Rafa, tapi kenyataannya adalah dia sama saja dengan kedua sahabatnya itu.

"Lu mah bukan pisang, tapi monyet," Rafa mengucapkan itu dengan cuek. Dan kali ini Orin bodo amat dengan apa yang dibicarakan oleh Rafa dan melanjutkan makan.

"Ish ga jadi lagi kan nanyanya, kampret lu ah, Rin. Oke sekarang gue jadi nanya," Rafa meminum es tehnya. Dan melanjutkan apa yang ingin dia bicarakan, "Naya, Lana, tumben-tumbenan lu mau satu meja sama kita. Ada angin surga apa nih?"

Naya menoleh ke arah Lana dan sebaliknya. Naya memberi kode agar Lana saja yang menjawab. "Cuma tempat ini doang yang kesisa. Jadi lu jangan ge-er dulu," jawab Lana sekenanya. Tapi Naya tau, Lana mati-matian menahan kekesalannya.

"Masa? Aa Rafa kira, Ayang Lana sengaja duduk disini biar bisa makan barenga Aa."

"Idih amait-amit," ucap Lana pelan tapi Naya dan yang ada di meja itu bisa mendengarnya.

Orin tertawa saat mendengar perkataan Lana. "Mampus lu Raf, ditolak mulu sama Lana."

"Kagak ditolak itu, idiot. Dia cuma malu aja," Rafa masih kekeuh.

"Malu gundulmu kebakaran," jawab Lana sambil membalik sendoknya.

Dan lagi-lagi Orin tertawa dengan ucapan Lana. Naya tersenyum, kalau Satria? Entahlah wajahnya itu berekspresi seperti apa.

"Udahlah Raf, lu tuh bikin Lana makin muak." Setelah berkata begitu, leher Orin di jepit oleh Rafa menggunakan lengannya.

Naya hanya dapat tersenyum melihat kelakuan dua laki-laki tersebut. Pikirnya, lumayan untuk hiburan setelah dia berpusing-pusing ria dengan fisika. Sedangkan Lana melihat adegan dua orang itu hanya mengernyitkan dahinya, entah kenapa dia merasakan sesuatu yang aneh saat melihat Rafa. Dan Satria, entah apa yang dia pikirkan sambil melihat ke arah Naya.


16 Mei 2016








akhirnya bisa update cepat tanpa harus menunggu berbulan-bulan (poor me and proud of myself). Ini masih di hari yang sama dengan part kemarin dan sengaja di jadiin 2 part. Biar kalian ga terlalu capek bacanya. Dan maafkan kelakuan Orin apalagi Rafa yang ga manusiawi. Part ini masih pendek, maafin aku ya. Don't forget to leave(s) your vomment. Have a nice monday!

ChatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang