thirteen

2.1K 106 32
                                    

Everglow - Coldplay (boleh sambil dengerin lagunya kalau ada)


Sudah seminggu setelah kejadian Satria mengirimkankan chat itu, baik Naya maupun Satria sendiri tidak ada yang memulai chat kembali.

Naya disibukkan dengan ketakutannya dan dia sudah menceritakan semuanya kepada sahabatnya, Lana. Mulai dari pemikirannya samapi ketakutannya yang paling dalam.

"Lu ngga mau ngechat duluan, Nay?" Lana menaik-turunkan alisnya lalu melanjutkan kata-katanya, "kayak biasanya."

Lana berniat menggoda sahabatnya itu. Dia lelah melihat Naya memikirkan ketakutan yang belum tentu nantinya akan terjadi lagi seperti sebelumnya. Naya terlalu paranoid. Belum tentu yang dulu terjadi bakal terjadi lagi kan? Walaupun kehidupan itu ngga ada yang tau.

Naya bungkam. Lana menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, menahan kegregetannya terhadap sahabatnya ini. Salah satu sikap Naya yang menurut Lana patut dibuang jauh-jauh, kalau bisa kesegitiga bermuda, biar lenyap.

"Nay, kan udah gue bilang dari kemaren, belum tentu Satria itu kayak dia. Lu ngga bisa menyamaratakan laki-laki. Ngga semua laki-laki itu sama kayak dia. Buktinya, kakak lu ngga sama kayak dia, bokap lu ngga sama kayak dia, bokap gue ngga sama kayak dia, adek gue ngga sama kayak dia. See? Jangan terlalu berfikiran negatif dulu lah. Positif-positif aja gitu sih mikirnya."

"Nay, please lah, Lu jangan kayak gini. Lu bikin hidup lu sakit sendiri tau ngga?"

"Gue juga ngga mau, Lan. Tapi kalau inget dulu itu rasanya takut aja. Apalagi Satria juga terkenal kayak dia."

"Ngga semua orang yang terkenal bakal memperlakukan orang lain dengan sama, Nay. Kalau sampe Satria ngelakuin hal yang sama kayak dia, gue bakal jadi orang pertama yang bikin muka dia yang bagus itu jadi abstrak dan gue bikin adeknya dia kesakitan tujuh hari tujuh malem, kalau bisa ngga bisa bangun. Pegang kata-kata gue. Jadi, lu ngga usah takut lagi. Oke?"

Naya cuma bisa mengangguk pasrah. Kalau Lana sudah berkata A, maka dia akan melakukan A. Ngga bakal ada yang bisa ngeubah yang udah Lana ucapkan.

Tapi mau gimanapun, susah untuk Naya menjauhkan ketakutannya itu.

"Gue bingung dah sama lu, Nay."

Naya bingung dengan pernyataan sahabatnya itu. "Bingung kenapa?"

"Lu seakan-akan takut buat sakit pas lu lagi jatuh hati, padahal ada kata jatuh di kata jatuh hati itu, pasti ada rasa sakitnya dong." Lana menatap lurus kearah lapangan basket.

Naya mengerutkan dahinya. Dia bingung.

"Bingung ya? Sama kalau gitu." Lana tertawa setelahnya, kayak habis melemparkan lelucon ke sahabatnya yang sedang takut itu.

Naya memikirkan perkataan Lana itu. Ada kata jatuh, pasti ada rasa sakitnya. Jatuh hati? Siapa yang jatuh hati tapinya? Naya? Tapi kepada siapa? Satria? Bukannya Naya hanya kagum aja sama Satria? Kalaupun dia jatuh hati kepada Satria, kenapa hatinya memilih orang yang terkenal lagi? Kenapa hatinya ngga memilih ke yang lain? Begitu banyak tanya dikepala Naya.

Lana secara tidak sengaja melihat sahabatnya menatap kearah lapangan basket dengan pandangan kosong. Lana tidak tega dengan Naya. Dia wanita yang baik menurut Lana, tapi sepertinya dewi cinta tidak berpihak pada perempuan ini, saat itu. Naya malah merasakan sakit yang bikin dia seperti sekarang ini. Walaupun baru sekali, tapi itu membekas buat sahabatnya. Lana tau akan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ChatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang