EMPAT

550 52 3
                                    

Vee Pov

Aku heran,mengapa sifat kenak-kanakan Gia belum juga hilang.dia selalu saja membesar-besarkan masalah.
Jujur saja diantara ketiga sahabatku,Gia merupakan sosok yang selalu ada untukku,mendengarkan keluh kesahku dan paling dekat denganku.tapi mengapa ia belum juga mengerti sifatku?
Mungkin aku terlalu jahat saat itu meninggalkannya tanpa meminta maaf,biar bagaimanapun dia sahabatku.
akan ku coba meminta maaf  padanya.walau ia nantinya tak memaafkanku,setidaknya sudah mencoba.tapi mungkin tidak akan secepat ini,agar kami dapat mengintropeksi diri.
.
.
.
.
.

Dua minggu berlalu,ku lalui hari-hari tanpanya.ini bukan hal yang mudah kau tau?kini hanya kata 'rindu' yang mengisi hatiku,rindu pada si wanita tegar yang selalu bersamaku.
Sesuai janjiku pada Nabila dan Dina,tepat hari ini aku akan meminta maaf padanya bagaimanapun caranya aku harus bisa menyelesaikan masalah ini!

Aku menghampirinya kini yang sedang duduk sendiri tengah menatap langit bersandar pada batang pohon ditaman tempat kami biasanya menikmati waktu istirahat bersama.aku semakin dekat dengannya,tapi dia belum juga menyadari kehadiranku.

"Gia" panggilku pelan sehingga membuatnya tersadar akan kehadiranku.ia menoleh sebentar dan kemudian mengembalikkan wajahnya ke tempat semula.melihatnya seperti itu membuatku gugup.
"apa sebaiknya ku urungkan niatku?ah tidak,tidak!kau sudah berjanji pada kedua sahabatmu yang kini menunggu kepastian.harus bersama kembali,bagaimanapun caranya!" tekadku semakin kuat kini

"Gia"panggilku sekali lagi
Ia tidak menoleh sedikitpun

"Ya?"jawabnya

"Mmm,gue gak tau mau ngomong dari mana karena gue tau banyak banget yang perlu gue jelasin.tapi yang gue mau,lo maafin gue ya.maaf banget,gue sadar gue bukan apa-apa tanpa lo.gue sayang lo Gia,tolong maafin gue." kataku yang kini memeluknya erat seakan tak ingin ia pergi dariku.
Gia tak membalas ucapanku.kurasakan badan Gia yang gemetar menahan tangis,melihatnya seperti ini pelukanku pun semakin erat.
Dia begitu cengeng bagiku,tak bisa menahan tangis walau sebentar saja agar tak malu.Gia mungkin lupa kalau saat ini kami berada ditaman yang tidak jauh dari lapangan sekolah,itu artinya seluruh siswa dari berbagai kelas sedang menatap kami dengan tatapan yang heran--mungkin.

"Vee,gue juga minta maaf sama kalian.gue berasa egois banget tau gak?gue kesel sama lo,dasar anak nakal!" ucap Gia lembut,tangannya kini sedang memukul pungguku.ini hal bodoh yang selalu ia lakukan untuk mengurangi tangisnya,dasar bocah.wkwkwk

"Lo gak egois Gia,guenya aja yang kelewatan jail.gue minta maaf,gue janji gak bakal nakal lagi"
Gia hanya mengganguk dan setelah itu membalas pelukanku.

"Udahan ya nangisnya anak cengeng,kalo kelamaan nangis bisa-bisa ingus lo ngebahasin baju gue.gak malu apa diliatin satu sekolah?entar ada Rian baru tau rasa lo"

Gia tertawa kecil mendengarkan ucapanku sambil melepas pelukanku.
Dia meraba saku seragam sekolahnya mencari keberadaan tissue yang selalu berada didekatnya mencoba mengelap ingusnya,terlihat seperti lem saat ini.sangat lengket--iyyuuuh

Kami berjalan menuju kelas menemui Nabila dan Dina,ingin menunjukkan keadaanku yang telah membaik pada Gia.kutemukan wajah seseorang disampingku dengan senyum yang luar biasanya manisnya,matanya tertuju pada seorang pria yang berada dihadapan kami saat ini. "Huh,pantesan senyumnya bukan main.eh ternyata ada maksud toh" kataku padanya,Gia membalas dengan senyuman.
"Tak apalah,asalkan dia bahagia" gumamku tersenyum dalam hati

"Ngapain senyum-senyum gitu coba,mandangin pangeran gue?" ujar Gia dengan tawanya

"Enak aja,muak gue lama-lama mandang dia.buehhh" kami berdua tertawa bersama

Kulihat kini Rian menatap gadis disampingku,tatapannya kini mengandung banyak arti.

"Gia maaf ya semalam gue gak sempet bales pesan lo,gue ketiduran abisnya lo lama balesnya sih" ucap Rian lirih

MenungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang