Deux

417 97 53
                                    

"APA-APAAN INI?!"

Luke melempar berkas kotor itu ke lantai. Tatapannya yang setajam silet, mengarah ke Al.

"M-maaf, tadi sewaktu aku k-kembali untuk mengambilnya, lokerku–"

"Persetan dengan itu! Menjaga berkas ini saja kau tak becus! Mau jadi apa eskul ini jika memiliki sekretaris sepertimu?!" teriak Luke lagi.

Al menunduk.

Luke menghela nafasnya, "Keluar lah, Alondra. Aku tak ingin melihatmu lagi."

Al terkejut dan seketika ia lupa caranya bernafas. Kalian tahu? Ekskul ini adalah satu-satunya cara agar Al dapat dekat dengan Luke, tapi sekarang tak ada lagi harapan ia dapat bercakap dengannya.

Al pun pergi meninggalkan Luke yang mengerang frustrasi. Al menangis kembali ke toilet.

Tanpa mereka sadari, Calum menyaksikan semuanya dari balik tembok.

Hal itu membuat Calum tambah merasa bersalah.

***

Calum memarkirkan mobilnya di tempat parkir supermarket. Persediaan makanan di frat nya sudah habis. Jadi, ia harus membeli lagi untuk mempertahankan hidupnya.

Ia menelusuri rak daging, sayuran, bumbu dapur, snack, dan tentu saja whiskey. Namun, saat ia sedang memilih beberapa whiskey, ia—

BRUK

"Sialan!" umpat Calum, ia menjatuhkan beberapa belanjaannya ke lantai.

"M-maaf. Ak-ku tidak bermaksud unt—" Ucapan gadis itu terhenti ketika sepasang mata cokelat memandangnya terkejut.

"Alondra?!"

***

"Mm ... Cal?" panggil Al memecah keheningan yang telah menyelimuti mereka sedaritadi. Mereka sedang berada di teras supermarket karena hujan deras yang tiba-tiba mengguyur sebagian kota Melbourne.

"Ya, Al?" Jawab Calum santai.

"Aku ingin bertanya sesuatu ...." Sontak kata-kata tersebut membuat Calum menghadap lurus ke arah Al.

"Apa?" tanyanya penasaran.

"Apa yang ka—"

DEEERRRR

"AAAAAAAAAA!!" teriak Al terkejut. Bunyi petir menyambar bebas di langit kelam itu membuat suara yang sangat nyaring. Spontan, ia memeluk Calum erat.

Sangat erat.

"C-calum ...."

"Sstt ... tenanglah."

Mereka berdua diam. Tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Al menangis di dada Calum. Sedangkan Calum berusaha menenangkan Al dengan mengusap kepalanya. Al memang takut petir, dan itu menyebabkan ia teringat kembali kejadian semalam.

Calum tahu kenapa Al menangis. Karena ia lah yang menyebabkan impian Al hancur.

Ekskul itu segalanya bagi Al. Ditambah dengan adanya Luke sebagai ketua.

"Kau kedinginan?" tanya Calum.

"Y-ya," jawab Al menggigil.

Dengan sigap, Calum melepas jaketnya dan menaruhnya di pundak Al. Lalu ia menarik tangan Al menerobos hujan untuk ke seberang.

"What the hell, Cal?! Berhenti!!" Kata Al berteriak sambil berlari mengimbangi kecepatan kaki Calum di tengah derasnya hujan yang mengguyur. Namun, Calum tak mendengarkannya. Ia terus berlari hingga bernaung di bawah atap McD. Mereka pun duduk mengamati hujan yang semakin mereda.

"Cal, kau sangat basah," ucap Al meringis memandang Calum. Ia tak dapat membayangkan bagaimana hawa dingin yang sekarang menusuk badan hingga tulang Calum.

"Ya, aku tahu," kata Calum tak peduli. ( M U L M E D )

"Kau tak perlu seperti ini," kata Al menunduk. Ia merasa bersalah sekarang.

Namun, rasa bersalah Calum lebih besar dibanding apapun. Ia masih sangat bersalah dengan kejadian kemarin pagi. Karena itulah Calum melakukan ini.

'Setidaknya agar tak ada yang mengganjal dalam hati,' katanya membatin.

Calum memegang dagu Al agar menatapnya. Ia menatap lurus ke dalam bola mata Al. Mencari kehangatan di sana.

"Hey, it's okay."

And from there, they get to know each other.

























xxx

1 Maret 2016

-windu

Beautiful Pain • HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang