"Ginny harus pulang ke rumahnya, dia punya keluarga, anak-anaknya butuh dia!"
"Tapi Ginny lupa semuanya. Dia tidak ingat dirinya saat ini, Arthur. Itu akan membuatnya semakin tertekan!"
Ginny meringkuk sendirian di salah satu sofa The Burrow. Ia sudah diperbolehkan pulang sore ini. Namun karena banyaknya wartawan yang berkumpul untuk mendapatkan informasi terbaru tentang Ginny, pihak St. Mungo membantu memberikan jalur perapian darurat agar para wartawan tidak mengetahui kepulangan mereka.
Hasil pemeriksaan kepala Ginny ternyata positif, sebagian memorinya hilang. Tidak begitu parah. Menurut healer Audy, ingatan Ginny tidak berfungsi hanya di kurun waktu lima tahun kebelakang. Semuanya hilang. Namun yang menjadi masalah saat ini, sepanjang waktu yang dilupakan Ginny adalah di mana masa-masa ia memulai kehidupan barunya bersama Harry. Sempurna, ia tak mengingat Harry adalah suaminya, apalagi ketiga bocah yang sampai Ginny dipulangkan dari St. Mungo, belum dipertemukan lagi dengannya.
"James, Al, bahkan Lily masih sangat membutuhkan ibunya, Molly." Arthur beradu argumen dengan sang istri ketika Ginny tidak banyak berbicara sejak ia datang di The Burrow.
Molly kembali menenggak air di gelas ketiganya. Stress selalu membuatnya kehausan. "Tapi—"
"Molly, kau juga seorang ibu, kan? Punya naluri seorang ibu. Siapa tahu, ketika Ginny melihat anak-anaknya, ingatannya—"
Harry datang membuyarkan segala konsentrasi Ginny pada pembicaraan orang tuanya. Pria berkacamata itu membawakan sebuah gelas yang mengeluarkan asap hangat. "Coklat panas, pelan-pelan minumnya," katanya.
Dengan tangan bergetar, Ginny menerima cangkir berwarna merah itu dari tangan Harry lantas meminum isinya perlahan. "Kalau kau belum nyaman, tak apa. Kau bisa tinggal di sini—"
"No, aku ikut denganmu, Harry. Mungkin aku bisa mencoba mengingat kembali. Semuanya." Potong Ginny. Ia tersenyum dipaksa.
"Tapi—kau yakin?"
Ginny mengangguk pelan, "bantu aku mengingat semuanya."
***
Perapian rumah keluarga Potter mengeluarkan suara meletup. Kedua balita laki-laki yang duduk nyaman di depan televisi terkejut hingga saling pandang. Suara dua orang dewasa selanjutnya terdengar. Merasa yakin, salah satu dari mereka langsung berteriak.
"Daddy! Mummy!"
Berlarilah dua anak itu ke arah ruang tengah saling bersalipan. Anak yang paling tinggi lebih dahulu melesat cepat dan meninggalkan dia yang lebih kecil di belakangnya. "Itu benar Daddy dan Mummy!" kata si tinggi.
"Hey, boys!" Harry menangkap James, yang lebih dulu sampai padanya, disusul oleh Al di belakangnya. Mereka saling berpelukan.
"Daddy, kok, lama sekali? Aku dan Al sampai mengantuk menunggu Daddy—ah, Mummy!"
Leher Ginny tercekat. Ia menatap takut pada dua anak yang tiba-tiba berteriak bahagia di depannya. "Mummy?" kata Ginny.
"Mummy! Kau kenapa? Kata Uncle George kau sakit, ya? Mana yang sakit?" James meminta dilepaskan dari pelukan sang ayah, ia langsung menuju pada sang ibu. James memeluk pinggul Ginny dan menggoyang-goyangkan tubuhnya pelan.
"Aa—ahh," Ginny tergagap. Ia tak mengenal James. "Kau—"
"Ah, James." Harry memotong cepat. "Ini sudah malam, nak. Ayo, tidur. Katanya tadi kau ngantuk?" tanyanya dengan jiwa seorang ayah yang tulus.
Harry menarik tangan kiri James kembali menghadap ke dirinya. Ia tahu, Ginny tidak merasa nyaman dengan penyambutan ini. Semua itu terlalu cepat. "Mummy butuh istirahat, sayang. Daddy temani tidur, ya! Kalian pilih sendiri buku cerita dan di kamar siapa. Boleh?" bujuk Harry mengalihkan perhatian keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guinevere (a Hinny Fanfiction)
FanficGuinevere by Annelies Shofia Ginny mengingat dirinya, seperti yang diceritakan Harry dulu, namanya Ginny, Ginevra, seperti nama istri raja Arthur, Guinevere. Tapi akibat kecelakaan saat Quidditch itu terjadi, sebagian memorinya hilang. Ginny menging...