11. James Assignment

1.9K 147 69
                                    

Ketika jam di dinding menunjukkan pukul sebelas, James memicingkan matanya. Binggung. Ia kesulitan membedakan angka sebelas dan dua belas. Yang kini menjadi patokannya hanya matahari yang semakin tinggi. Ia tidak bergeming di depan perapian khusus rumahnya. Lagi-lagi, tidak ada tanda-tanda kedatangan seseorang ataupun ia sendiri diajak pergi. Padahal ini sudah sangat siang.

Al membolak-balik buku bacaan terbarunya di atas kursi santai. Buku itu baru dibelikan Harry dua hari yang lalu. Ada tiga buku, dan buku yang kini ia bawa belum sama sekali dibacakan oleh ayahnya. Ekspresi wajah Al seolah terpukau dengan isi cerita dari buku tersebut. Sayangnya bukan. Untuk mengetahu satu huruf pada judul sampul buku itu saja Al tidak tahu, apalagi membacanya. Al hanya penasaran.

Sampul buku berjudul The Shepherd Boy and the Wolf di tutup kasar saking bersemangatnya, Al memekik keras, tak sabar. "Aku ingin segera malam. Daddy harus membacakan buku ini, Jamie. Daddy pandai sekali memilihkan buku untuk kita. Aku melihat gambar domba dan serigala di sini. Kau tahu ceritanya? Apakah domba dan serigala bertengkar?" tanya Al pada sang kakak.

Al tertatih turun dari atas sofa, ia menubruk lengan James keras ketika ia akan berusaha duduk bersila. Menunjukkan bukunya pada sang kakak. "Jamie?" panggil Al.

James tidak bergeming. Pandangannya lurus ke arah mulut perapian. "Jamie? Kau melihat apa?" bergantian Al memandangi wajah James kemudian beralih ke perapian.

"Kau menunggu seseorang?" tanya Al dengan suara khas anak-anaknya.

"Hem," balas James malas.

Dari ujung dapur terdengar suara berdebum keras hingga James berdiri dari atas bantal duduknya. "Daddy?" James takut.

"Tenang, Sons, hanya baskom yang jatuh. Kau temani Al bermain lagi, ya. Daddy masih memasak untuk makan siang kita nanti—"

Bum! Kali ini suara debuman terdengar lebih keras. Tidak dari dapur, tapi dari ruang tengah. Pada perapian, James berharap jika yang datang adalah sang ibu, Ginny. "Mumm—"

"Albie! Jamie!"

Teddy, keluar lebih dulu meninggalkan Andromeda yang masih berada di dalam lubang perapian terbatuk-batuk. James beringsut mundur kembali. Ia terlalu berharap jika ibunya dan sang adik bungsu dapat datang untuk berkunjung hari ini. Bukannya Teddy ataupun Andromeda dengan kue coklatnya.

Lima hari sudah James dan Al tidak di antarkan ke the Burrow oleh Harry dengan alasan ia libur bekerja dan ingin bermain bersama dengan kedua putranya. James melihat ayahnya sedih, sehingga ia dan Al rela menemani ayahnya untuk full seharian bermain bersama. Toh nyatanya tidak ada hari yang membosankan jika ketiga Potter itu berkumpul.

"What's wrong, Jamie?" Harry melanjutkan mengaduk saus pastanya. "Ada Teddy, tuh. Kenapa masih di sini?"

"Ehh—"

James duduk di kursi satu-satunya yang ada di dapur itu. Ia menunduk tak mau melihat ayahnya. "Aku—kangen Mummy. Kangen Lily juga," bisiknya. Kulit telur yang berserakan di lantai menjadi mainan dadakannya.

Harry berhenti mengaduk, seperti ada guntur di dalam dapurnya. Akhirnya, James mulai rindu jika berlama-lama tidak dipertemukan oleh ibu dan adik perempuannya. Sebenarnya, itu adalah salah satu strategi Harry untuk membuat James dan Al siap untuk memilih ibunya daripada dirinya. Harry bersyukur, ia akhirnya semakin kuat memiliki alasan untuk membuat James maupun Al rindu bersama ibu mereka. Tinggal dua hari lagi, mau tidak mau Harry harus segera mengantarkan keduanya kepada rengkuhan kasih sayang Ginny. Tidak hanya sehari dua hari, tapi seterusnya.

Harry belum siap.

"Kau sudah bosan dengan Daddy?" entah mengapa Harry lepas kendali.

Harry menaikkan nada suaranya. Bukan pertanyaan menggoda. James belum mau menatap. "Maksud Daddy apa?" James bingung. Ia tahu ayahnya sedang serius.

Guinevere (a Hinny Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang