Bad Feel

160 6 0
                                    

Ify dan Rio menghentikan langkahnya saat di depannya juga berdiri dua orang yang juga mematung. Ify menatap bingung pemuda yang ia kenal merangkul seorang gadis oh mungkin lebih tepatnya memapah.

Tak berbeda jauh dengan Ify. Gabriel pun bingung dengan kedatangan Ify yang tidak sendiri melainkan bersama Rio yang notabene adalah sahabat Shilla. Gadis yang saat ini ia rangkul.

Sementara Rio ia hanya mengangkat sebelah alisnya melihat Shilla di sini dalam keadaan lemah.

"Lo ngapain di sini terus? Lo kenapa? Kok bisa sama Gabriel"

Ucapan Rio membuat semua orang yang ada di sini menoleh, tak terkecuali Ify yang semakin bingung dengan orang-orang di sekitarnya.

Sadar atas keadaan yang membingungkan, Shilla pun melepas tangannya dari leher Gabriel dan menjauh. Sebuah senyum ia sunggingkan kearah Ify yang dibalas senyum juga walaupun dengan wajah yang masih bingung

"Sorry bro. Tadi gue gak sengaja gak sengaja hampir nabrak Shilla. Tapi sumpah kok dia gak papa kata dokter Cuma shock aja. Iya kan Shill?" Shilla mengangguk.

"Aku gak papa kok Yo. Aku cuma shock aja. Oh ya kamu Ify kan, kenalin aku Shilla sahabatnya Rio" Shilla mengulurkan tangannya kearah Ify yang dib alas Ify sekaligus sebuah senyuman.

"Gue Ify. Lo sahabatnya alien ini. Lo normal kan?" Shilla dan Gabriel terkikik geli mendengar pertanyaan polos Ify. Sementara si objek alien melotot menatap kea rah Ify.

Pletak.

"Awww"

"Sembarangan"

Shilla hanya menggelengkan kepalanya melihat dua orang di hadapannya. Sementara Gabriel masih menyimpan pertanyaan di kepalanya melihat dua orang di hadapannya. Apa yang ia tidak tahu dari kedua orang ini.

"Ekhem Fy. Ayo kita udah di tunggu sama dokter Haniz. Emhh Shill berhubung ada Rio gak papa kan gue tinggal"

Shilla hanya tersenyum. Gabriel pun emngangguk dan menarik tangan Ify. Rio menatap tangan Ify yang di genggam Gabriel lalu mendesah. Ia hampir melupakan hal itu.

***

V menatap hamparan dandelion di hadapannya. Senyumnya mengembang. Kapas-kapas dari bunga tersebut bertebaran di hadapannya tertiup angin semakin membuat senyum gadis chubby itu semakin mengembang.

Alvin tak henti tersenyum di samping Via. Matanya terus menatap lekat Via yang memandang kagum pemandangan di hadapan mereka. AKhirnya Alvin tau alasan yang mampu membuat seorang Via bisa tersenyum. Tidak lagi menyendiri dengan buku setebal ensiklopedia di tambah kacamata berbingkai hitam di wajahnya. Akhirnya Alvin bisa melihat senyum itu.

"Tahu begini kenapa gue gak bawa lo dari dulu aja Vi?"

Via menolehkan kepalanya menatap Alvin yang kini duduk di sebelahnya. Alisnya bertaut menatap Alvin yang hanya menatap kearahnya dengan isyarat matanya agar gadis itu duduk di sampingnya. Via mengendikkan bahunya dan duduk di samping pemuda bermata sipit itu.

"Jadi ini usaha lo buat gue bisa ketawa. Hemm boleh juga"

Alvin menghapus jaraknya ke Via. Via hanya terdiam tak menyadari bahu mereka yang sebelumnya bersebrangan kini saling bersentuhan. Alvin terus menatap Via. Dan entah apa yang lagi-lagi mampu membuat benda di dalam sana terus saja dan menghantam dadanya. Oh sial.

"Vin menurut lo hidup kalo di ibaratin dandelion itu bagaimana?"

Alvin tersadar saat suara itu tiba-tiba masuk ke telinganya dan menyuruh otaknya menjawab dan sialnya ia tak mengerti jawaban apa yang tepat untuk ia ucapkan.

Love And ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang